Pinjol: Lintah Digital Penurun Karakter Anak Bangsa

adelaanantaa
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jember
Konten dari Pengguna
12 Maret 2023 8:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari adelaanantaa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pinjaman online. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pinjaman online. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Dampak terbesar pandemi Covid-19 adalah dari sektor ekonomi. Dari pandemi tersebut juga bermunculan pinjaman online sebagai solusi menyusutnya perekonomian kala itu untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.
ADVERTISEMENT
Pandemi sudah berakhir, tapi tidak dengan kebiasaannya. Pinjol atau pinjaman online ini semakin marak bahkan di kalangan anak muda. Bukan lagi soal pemenuhan kebutuhan hidup, melainkan gaya hidup. Pinjol sudah melekat pada karakter anak bangsa, perlu pengawasan serius menyikapi lintah digital tersebut.
Padahal legalitas pinjol juga perlu ditanyakan, Baru-baru ini Satgas Waspada Investasi (SWI) pada Februari 2023 menemukan kembali delapan entitas 85 pinjol tanpa izin. Sehingga sejak tahun 2018 sampai Februari 2023 terdapat 4.567 pinjol ilegal yang telah ditutup.
Tapi tidak sedikit juga pinjol yang sudah berlisensi legal. Dari aplikasi jual beli online yang kita gunakan sehari hari menyediakan pinjol dengan persyaratan yang minim hingga para anak muda yang baru saja mendapat KTP bisa mengakses pinjaman online dengan mudah.
ADVERTISEMENT
Kemudahan bukan berarti tidak ada kesulitan di akhir, perilaku konsumtif yang diwadahi dengan pinjol menawarkan sejumlah kemudahan ini berujung pahit. Banyaknya masyarakat Indonesia yang didominasi oleh anak muda terjerat utang pinjam online dan tak mampu melakukan pelunasan. Fenomena ini terus meningkat bahkan sudah menjadi rahasia umum.
Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pengguna pinjol di Indonesia terus bertambah. Berdasarkan data OJK (Otoritas Jasa Keuangan), ada lebih dari 80 juta pengguna Pinjol di Indonesia per September 2021.
Dari banyaknya pengguna pinjaman online ini, Sebagian besar adalah para muda-mudi yang haus akan tren terkini. Dorongan eksistensi membuat mereka semakin konsumtif, tanpa memikirkan keuangan dengan baik. Didukung dengan pinjaman online, maka karakter anak bangsa kian menurun.
ADVERTISEMENT
Karakter manusia digital itu jauh lebih konsumtif akibat dorongan tampilan visual yang menggoda. Makanya beberapa studi menunjukkan generasi digital adalah generasi paling miskin, boros karena mereka berusaha memenuhi hidup yang gaya seperti itu," ujar Davie, pengamat sosial dari Universitas Indonesia

Utang dan Kredit Pinjol Gagal Bayar

Kenapa bisa dikatakan fenomena ini menurunkan karakter anak bangsa? Karena pinjol memiliki dampak yang kurang baik segaris lurus dengan yang dikatakan oleh Davie—seorang pengamat sosial—seperti di atas.
Kemudahan akses pinjol membuat mereka semakin ingin menggunakannya tanpa mengetahui suku bunga dan ketentuan ketentuan yang akan mereka bayarkan. Alhasil banyak pengguna pinjol yang tidak menyelesaikan tagihannya dan mereka akan terbiasa dengan adanya utang.
Menurut data yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2020, pemulihan pinjaman online Pinjol di Indonesia sangat rendah sekitar 7,5 persen. Ini berarti hanya sekitar 7,5 persen dari pelanggan pinjaman yang belum dibayar akhirnya kembali ke perusahaan pemberi pinjaman.
ADVERTISEMENT
Beberapa faktor pinjol ini gagal bayar adalah suku bunga kredit yang terlalu tinggi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberikan sanksi pada 25 perusahaan pinjaman online. Seluruh platform itu ternyata memiliki rasio kredit macet yang cukup tinggi. Selain itu juga karena kurangnya pemahaman seputar pinjol, juga karena kurang disiplin dalam mengatur urusan pribadi mengenai ekonomi.
Dari sini diharapkan agar generasi anak bangsa lebih meningkatkan akan kesadaran mengatur keuangan. Menanamkan slogan dalam diri "hemat pangkal kaya" dengan harapan meminimalisasi konsumen pinjol dan tetap bergaya sesuai dengan kebutuhan hidup.