Konten dari Pengguna

Hingar Bingar Pionir Pemberitaan

Adena Sashi Adiani
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Komunikasi dna Penyiaran Islam
16 November 2024 18:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adena Sashi Adiani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya hanya melanjutkan saja, suatu saat akan tergantikan, Jawabnya dengan wajah penuh kepasrahan tak terhindarkan
ADVERTISEMENT
Pak Tejo menunggu pembeli di trotoar jalan Magelang, kamis (17/10/2024) foto adena sashi
zoom-in-whitePerbesar
Pak Tejo menunggu pembeli di trotoar jalan Magelang, kamis (17/10/2024) foto adena sashi
Hiruk pikuk riuh deru kendaraan tak henti meneriaki jalanan, berdiri lelaki tua di sudut jalan dengan kertas penuh harapan. Dingin pagi tak menghentikan langkah,panas hujan hingga badai tak meredupkan semangat tak kenal lelah. Senyum tulus meski lelah tak terucap, ia terus menyusuri jalan, merajut rezeki dalam gulungan kertas ketulusan. Di balik kertas ini, ada kisah tersimpan tentang kehidupan keras yang jarang terpandang di jalanan.
Semangat perjuangan dalam menghidupi keluarganya tercurah pada sosok Tejo yang tetap setia dengan pekerjaan dilakoni, lebih dari dua dekade sebagai penjual koran. Berusia 45 tahun hanya berbekal pendidikan sekolah dasar, Tejo adalah cerminan semangat pantang menyerah. Setiap pagi sebelum fajar menyingsing, ia sudah bersiap dengan tumpukan koran. Perjalanan hampir 11 kilometer dari Seyegan hingga ke Jalan Magelang selalu ia lewati demi sesuap nasi. ”Biasanya. Saya kerja mulai subuh mbak, gulung koran terus dibagikan ke langanan kalau sisa saya jual lagi ke jalan,” Jelas Tejo ketika ditemui pada kamis (17/10/2024) di jalan Magelang.
ADVERTISEMENT
Tantangan Era Sekarang
Penjual koran itu masih setia menjalani pekerjaannya meski tantangan semakin besar. Perubahan teknologi membuat pembaca koran semakin berkurang peminatnya, tetapi ia tetap melayani pelanggan setianya. ”Yang biasannya beli itu sudah tidak pakai handphone mbak,” ungkapnya. ”Iya, kebanyakan yang beli pensiunan yang hanya bisa baca koran cetak daripada lihat handphone,” tambahnya. Meskipun generasi muda lebih memilih membaca berita secara digital, Tejo tetap bersyukur ada pelanggan yang masih setia menghargai koran cetak yang menjadi sumber penghasilannya selama bertahun-tahun.
Teknologi informasi, dengan kehadiran internet dan ponsel pintar perlahan membuat profesi penjual koran seperti Tejo semakin tersisihkan. Kini orang-orang memilih membaca berita melalui ponsel mereka, membuat permintaan terhadap koran cetak menurun drastis. Tejo memilih untuk tetap melanjutkan pekerjaannya. ”Sekarang saya hanya melanjutkan saja, tapi tidak meminta belas kasih karena saya itu bekerja,” katanya dengan sikap pasrah namun penuh keteguhan. Tejo selalu optimis meski kerap tak mendapatkan pelanggan di jalan. ”Kadang engga ada yang beli, kadang cuma bisa buat rokok atau minum mbak,” katanya.
ADVERTISEMENT
Tejo menjalani profesi yang semakin terpinggirkan tanpa banyak sorotan dari pemerintah. ”Kalau saya tidak mengharapkan perhatian pemerintah mbak,” katanya sambil tersenyum tipis, ”Tapi kalau pemerintahan mau perhatian ya alhamdulillah, tapi rasanya seperti tidak mungkin.” Bagi Tejo, berjualan koran adalah perjuangan sehari-hari untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
Tejo tetap setia berdiri di pinggir jalan, menjajakan berita terbaru. Ia percaya bahwa pekerjaannya berkontribusi pada masyarakat, namun merasa terpinggirkan di tengah kebijakan yang lebih memprioritaskan sektor-sektor lain. Dalam kesederhanaan dan ketekunan, pak Tejo menjadi salah satu simbol perjuangan para pekerja informal yang layak mendapatkan perhatian dan dukungan lebih dari pemerintahan demikeberlangsungan lebih baik. Ia tetap percaya bahwa koran masih memiliki tempatdi hati sebagian masyarakat yang setia mencari informasi melalui media cetak
ADVERTISEMENT
Ia tetap berusaha tegar bekerja di jalanan yang kapan saja bisa hilang, yang penting baginya bisa mencukupi kebutuhan keluarga dan selalu berusaha lebih baik. Penghasilan dari berjualan koran di era sekarang tak cukup lagi untuk menghidupi keluarga, memaksanya untuk mencari alternatif lain. ” Dulu jualan koran lumayan hasilnya, tapi sekarang sudah sulit. Orang lebih suka baca berita di ponsel,” katanya. Keadaan ini membuat Tejo harus putar otak, dengan anak yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan istri yang mendukung penuh, Tejo tak punya pilihan selain mencari cara lain untuk menambah penghasilan. Memanfaatkan apa yang ia punya dengan semaksimal mungkin membuatnya penuh dengan semangat dan keyakinan. Bertani di ladang miliknya menjadi jalan untuk menyambung kebutuhan yang kian hari kian bertambah.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan Tambahan
Bertani tanaman cabai menjadi salah satu jalannya. Setiap selesai bekerja, ia menggarap lahannya merawat serta menyirami tak kenal lelah hingga malam hari. ”Saya punya pekerjaan tambahan, menanam cabai mbak setiap selesai kerja saya ke ladang,” katanya. Tejo membagi waktu dengan bijak, di pagi hari ia berjualan koran hingga siang harinya setelah itu ia pergi ke ladang terkadang hingga malam hari. ” saya biasanya ke alas (ladang) siang mbak tapi lebih sering malam hari,” imbuhnya. Hasil dari bertani cabai memang belum besar, tetapi cukup untuk membantu meringankan beban keluarga. ”Panen cabai kadang untung kadang pas-pasan mbak tapi sudah lumayan,” katanya sambil tersenyum penuh makna.
Ketekunan dan dedikasinya Tejo menjadi tulang punggung informasi bagi masyarakat sehingga semakin banyak orang yang menyadari pentingnya membaca dan mendukung usaha kecil. Setiap lembar kertas yang di jual oleh Tejo membawa cerita dan informasi penting bagi masyarakat, sehingga ketekunannya dalam berjualan koran tidak hanya memenuhi kebutuhan hidupnya, menguatkan minat baca dan kebersamaan antar masyarakat sekitarnya. Tejo adalah contoh seseorang yang tak kenal lelah berjuang demi keluarga. Pagi hari hingga siang, ia melawan panas dan debu jalanan, menjajakan koran yang semakin hari semakin jarang diminati. Di malam hari, ia melawan kantuk dan dingin untuk becocok tanam, berharap bisa membantu mencukupi kebutuhan. Walau zaman terus berubah, Tejo tetap teguh menjalani hidup dengan penuh ketekunan dan tanggung jawab.
ADVERTISEMENT