news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pentingnya Berempati dan Tidak Membantah Perasaan Anak

Ade Tuti Turistiati
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Purwokerto. Alumni SSEAYP 89. Senang menulis tentang kisah perjalanan, budaya, pendidikan, dan masalah-masalah sosial dalam masyarakat. Hobi main pingpong dan membaca.
Konten dari Pengguna
14 Januari 2022 17:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ade Tuti Turistiati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ibu yang menunjukkan empati pada anaknya. (Sumber: Freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ibu yang menunjukkan empati pada anaknya. (Sumber: Freepik.com)
ADVERTISEMENT
Di dalam kehidupan sehari-hari, orang tua kadang-kadang membantah perasaan anak tanpa mereka sadari. Membantah perasaan anak adalah menunjukkan ketidakpedulian terhadap perasaan anak, baik secara verbal maupun non-verbal. Membantah perasaan anak secara verbal, misalnya dapat berupa pernyataan lisan maupun tulisan. Secara non-verbal, membantah perasaan anak ditunjukkan dengan gestur maupun ekspresi wajah yang tidak peduli. Kondisi tersebut dapat membuat hubungan antara anak dan orang tua menjadi kurang harmonis.
ADVERTISEMENT
Di bawah ini contoh di mana seorang ibu (I) mencoba membantah perasaan anaknya (A) yang berusia 5 tahun.
A: "Aku sedih sekali karena kura-kuraku mati. Kemarin kura-kuranya masih hidup.”
Alternatif respons ibu dan reaksi anak (pada umumnya):
1) I: "Jangan sedih, biasa saja ya.”
A: "Aku sedih, Bu. Ibu tidak tahu perasaanku”.
2) I: "Tidak perlu menangis. Kura-kura hanya hewan biasa".
A: "Aku tahu, tapi kura-kura itu temanku!"
3) I: "Tidak usah sedih ya, nanti Ibu belikan kura-kura yang baru".
A: "Kura-kura yang baru tidak sama dengan kura-kuraku!"
4) I: "Jangan cengeng seperti itu. Kura-kura mati saja ditangisi!”
ADVERTISEMENT
A: "Aku tidak cengeng. Aku hanya menangis karena sedih!"
5) I: "Ibu kasih tahu ya, semua yang bernapas itu akan mati sesuai ajalnya. Nah, sekarang kura-kuramu menemui ajalnya. Jadi tidak usah sedih apalagi sampai menangis".
A: "Ajal? Kenapa kura-kura harus menemui si Ajal sih, Bu?" (Menangis. A tidak paham dan mengira Ajal adalah nama hewan)

Respons empati, anak merasa dipahami

Respons Ibu di atas cenderung akan membuat anak merasa bahwa sang Ibu tidak memahami perasaannya. Membantah perasaan anak berkaitan erat dengan gaya komunikasi atau bagaimana cara kita berkomunikasi dengan anak. Gaya komunikasi seperti contoh-contoh di atas akan menuai argumen dari anak. Alih-alih anak menjadi tenang, sebaliknya anak berpotensi kesal bahkan marah.
ADVERTISEMENT
Agar anak merasa dipahami, orang tua perlu mengatur strategi. Dalam kasus tersebut, misalnya si Ibu dapat memilih respons atau menyikapi kondisi anaknya dengan menunjukkan perhatian dan empati. Misalnya:
I: "Memang sedih ya, kehilangan teman seperti kura-kuramu yang baik”.
Atau,
“Ibu tahu kamu sayang sekali sama kura-kuramu. Pastinya sedih kehilangan teman yang kita sayangi”.
Setelah menunjukkan rasa empati, orang tua dapat mengajak anak untuk menawarkan atau mencari solusi bersama. Silakan tunjukkan rasa empati dengan bahasa sendiri. Orang tua sebaiknya menyampaikan perasaan empati dan perhatiannya bukan sekadar kata-kata tapi juga sikap dan perilaku. Bila sikap dan perilaku kita tidak menunjukkan perhatian maka apa pun yang dikatakan akan dirasakan oleh anak sebagai ucapan pura-pura. Kata-kata akan menyentuh hati anak jika disertai perasaan atau empati yang tulus.
ADVERTISEMENT
“Peace cannot be kept by force; it can only be achieved by understanding.” – Albert Einstein