Konten dari Pengguna

Paper Penelitian Situs Gunung Padang Ditarik oleh Jurnal - Tanggapan Ali Akbar

Adez Aulia
Praktisi pada bidang Social Media dan AI (Kecerdasan Buatan). Cofounder AIstudio.id sebuah perusahaan yang menciptakan konten menggunakan AI. Lulusan Arsitektur Universitas Parahyangan Bandung dan Magister Seni IKJ - Jakarta
2 April 2024 9:05 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adez Aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Situs Gunung Padang by Arie Basuki (WIkimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Situs Gunung Padang by Arie Basuki (WIkimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Namun, setelah diterbitkan di jurnal ilmiah Archaeological Prospection dari Wiley Publishing pada Oktober 2023, artikel mengenai Situs Gunung Padang tersebut ditarik kembali (retracted) oleh penerbit Wiley pada Maret 2024, setelah melewati proses investigasi tertutup yang penuh kejanggalan.
ADVERTISEMENT
Untuk menanggapi hal tersebut, Ali Akbar, seorang arkeolog yang juga menjadi ketua tim Arkeologi dan juru bicara pada bidang arkeologi dari tim penulis makalah ini memberikan tanggapan yang lengkap.
Ali Akbar menjadi bagian dari penelitian dari penulis artikel yang terdiri atas: Danny Hilman Natawidjaja, Andang Bachtiar, Bagus Endar B. Nurhandoko, Pon Purajatnika, Mudrik R. Daryono, Dadan D. Wardhana, Andri S. Subandriyo, Andi Krisyunianto, Tagyuddin, Budianto Ontowiryo, dan Yusuf Maulana.
Tim ini sendiri sebenarnya juga merupakan bagian dari tim keseluruhan yang jumlah orangnya sangat banyak. Ali Akbar menyatakan bahwa tim arkeolog saja terdiri atas 30 orang lebih.
Tanggapan lengkap Ali Akbar dapat disimak pada Youtube berikut ini.
Disclaimer: saya sendiri sebagai penulis artikel ini menjadi host pada Podcast Ali Akbar Berkabar yang berfokus pada tanggapan Ali Akbar terhadap penarikan tersebut. Tulisan ini adalah ringkasan dari konten pada podcast.
ADVERTISEMENT

Langkah Demi Langkah Penelitian Gunung Padang

Pada Audio Podcast ini Ali Akbar memaparkan secara runtut mengenai proses penelitian, uji laboratorium, proses pengajuan paper atau makalah, hingga ditariknya makalah tersebut.
Para penelitian dan penulis makalah melakukan perjalanan panjang menuju publikasi. Riset multidisiplin intensif dilakukan dari 2012-2014, sekitar 3 tahun dengan melibatkan arkeologi, geologi, geofisika, geografi, arsitektur, teknik sipil, dan bidang lain.
Setelah analisis laboratorium dan hadir pada berbagai seminar internasional untuk presentasi dan mendapatkan masukan, yang kurang lebih memakan waktu 9 tahun, naskah akhirnya dikirim ke Jurnal Archaeological Prospection pada 14 Desember 2022 dan setelah melalui proses review selama 9 bulan. Pada 20 Oktober 2023, artikel itu diterbitkan secara resmi.
ADVERTISEMENT
Untuk menjawab keraguan mengenai bukti artefak atau peninggalan manusia, Ali Akbar menceritakan bahwa bukti didapat dengan melakukan langkah demi langkah secara seksama.
Penelitian arkeologi di situs Gunung Padang melibatkan pendekatan multidisiplin yang dapat dianalogikan seperti dunia kedokteran. Arkeolog berperan layaknya seorang dokter bedah yang akan mengoperasi pasien untuk mencari tumor sebagai analogi dari artefak budaya.
Dokter Bedah yang merupakan analogi dari Arkeolog dalam mencari sesuatu. Photo by Anna Shvets - Pexels.com - Creative Commons
Sebelum operasi, diperlukan pemeriksaan seperti rontgen, CT scan, atau MRI yang dalam konteks arkeologi situs Gunung Padang dilakukan oleh para ahli seperti geolog, geofisika, dan ahli hidrologi dengan menggunakan metode seperti geolistrik, georadar, geomagnet, dan seismic tomography.
Metode ini walaupun tergolong langka di Indonesia, namun sudah menjadi standard penelitian arkeologi di berbagai negara. Hasil dari pemindaian ini memberikan gambaran awal mengenai struktur bawah tanah Gunung Padang, layaknya hasil scan yang menunjukkan lokasi dan bentuk tumor dalam tubuh pasien.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, sebelum pembedahan dilakukan, terlebih dahulu dokter melakukan biopsi untuk mengambil sampel jaringan. Dalam penelitian Gunung Padang, proses ini dilakukan dengan pengeboran di 7 titik menggunakan bor berdiameter 5 cm berbentuk selongsong. Sampel yang diperoleh kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis, ibarat sampel jaringan diperiksa di laboratorium.
Penelitian menggunakan bor yang berselongsong sehingga dapat diketahui lapisan-lapisan yang berada di dalam tanah. Sumber: Natawidjaja, et al, Wiley
Pada tanggal 1 Desember 2023 pihak jurnal mengirim email kepada tim penulis. Pihak jurnal menginformasikan bahwa saat ini sedang melakukan investigasi terhadap makalah yang telah terbit tersebut. Investigasi dilakukan karena ada pihak ketiga yang menyatakan keberatan atau keraguan atas makalah tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada saat proses investigasi dari Jurnal berlangsung, terjadilah serentetan kejanggalan. Tim penulis tidak mendapatkan identitas pihak ketiga, yakni para "pakar" anonim yang mengajukan keberatan. Terdapat 4 orang “pakar” tanpa nama yang tidak secara spesifik disebutkan bidang keahliannya masing-masing . Ditambah, komentar para "pakar" itu merupakan opini semata, tanpa merujuk hasil penelitian lain yang berlawanan.
Tim penulis kemudian memberikan penjelasan tambahan dan lengkap disertai bukti-bukti artefak di setiap lapisan budaya. Tim penulis ingin agar terjadi debat ilmiah terbuka dimana semua pihak yang berkeberatan menuliskan letter to editor dengan menyebutkan nama mereka, keahlian mereka dan apa yang menjadi keberatan secara terbuka, sehingga dapat disaksikan oleh seluruh dunia secara terbuka. Dengan demikian, tim penulis juga dapat memberikan respon dan memberikan bukti yang terbuka juga.
ADVERTISEMENT
“Intinya proses penelitian ilmiah itu harus terbuka dan disaksikan oleh secara terbuka juga, bukan tertutup dan anonim seperti ini. Langkah investigasi yang dilakukan oleh Jurnal tidak sesuai dengan prinsip keterbukaan ilmiah”, imbuh Ali Akbar.
Menjawab keraguan akademisi dalam dan luar negeri terhadap usia misterius Situs Gunung Padang di Jawa Barat, Ali Akbar, menjelaskan bahwa sampel tanah yang diambil bukanlah tanah alami, melainkan tanah urukan hasil aktivitas manusia masa lalu.
Ditemukan 3 lapisan budaya di bawah tanah berdasarkan citra geofisika yang dilanjutkan dengan penggalian di beberapa bagian Situs Gunung Padang. Sumber: Natawidjaja, et al, Wiley
"Struktur Gunung Padang sendiri bukanlah struktur alami," tegas Akbar. "Ini adalah struktur berlapis-lapis layaknya kue lapis, di mana manusia kuno menimbun batuan alami dengan tanah dari lokasi lain, lalu menutupinya lagi dengan bebatuan dari sekitarnya, demikian berlapis-lapis."
Menurut Akbar, tanah dianggap sebagai artefak budaya karena merupakan hasil aktivitas penimbunan manusia. Akar dan tumbuhan pada tanah tersebut kemudian diidentifikasi menggunakan teknik radiokarbon untuk menentukan usia tanah. Akbar menambahkan, "Hanya benda organik seperti tanaman, tulang, dan gigi yang dapat dilakukan pengukuran umur dengan carbon dating."
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Ali Akbar menyatakan, bahwa selain adanya akar dan tumbuhan pada lapisan ketiga tersebut, juga terdapat adanya artefak batu berbentuk segitiga dengan salah satu bagiannya seperti gagang, yang merupakan alat yang digunakan oleh para pelaku penimbunan Gunung Padang. Tidak mungkin ada benda yang tiba-tiba muncul di bawah batuan berlapis-lapis tanpa adanya aktivitas manusia.
Selain lapisan budaya berupa struktur batu ditemukan pula artefak berupa alat batu berbentuk segitiga sehingga semakin memperkuat bahwa lapisan tersebut merupakan buatan manusia dari periode minimal 14.000 tahun yang lalu. Sumber: Lampiran Bukti Tambahan, Natawidjaja, et al, Wiley
“Para pakar tersebut tampaknya kurang jeli membaca tulisan yang kami buat. Bahkan untuk menjawab keraguan tersebut, pada proses investigasi, kami menambahkan kembali bukti-bukti berupa tulisan dan photo untuk memperkuat bukti mengenai lapisan budaya ketiga yang berusia antara 14.000- 20.000 tahun yang lalu”, Ali Akbar menambahkan.
"Mereka hanya memberikan satu hingga tiga paragraf keberatan, tanpa referensi apapun. Kami mempertanyakan, berapa banyak 'pakar' yang dibutuhkan untuk memulai investigasi seperti ini? Tidak ada keterbukaan ilmiah sama sekali," ungkap Ali Akbar lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Yang lebih mencengangkan, pihak jurnal mengakui bahwa proses peer review hanya fokus pada aspek geofisik, bukan interpretasi arkeologis maupun analisis pertanggalan karbon. Padahal, jurnal ini adalah jurnal arkeologi, dengan nama Archaeological Prospection.
Menurut Ali Akbar, seharusnya jurnal menantang para "pakar" untuk memberikan bukti penelitian tandingan, bukan menarik artikel berdasarkan opini para anonim yang prematur.
"Kami ingin tahu, apakah kami salah? Bisa saja kami salah, dan dalam dunia ilmu pengetahuan hal ini sudah biasa. Untuk menyatakan sebuah kesalahan, haruslah ada penelitian lain yang menghasilkan kesimpulan berbeda. Sementara ini, tidak ada satupun studi lapangan independen hingga kedalaman belasan meter di Gunung Padang," terang Ali Akbar.
ADVERTISEMENT
“Penelitian yang pernah dilakukan tim lain hanya penggalian pada kedalaman 1 hingga 2 meter saja. Padahal, tim saya menggali hingga kedalaman 11 meter. Kalau pada kedalaman 1 atau 2 meter saja, kami pun sepakat dengan hasil yang dilakukan oleh arkeolog atau tim yang lain. Sejauh ini belum ada penelitian yang menggali hingga 11 meter”, pungkas Ali Akbar lagi.
Semua bahan publikasi, korespondensi, hingga berbagai bukti dapat Anda lihat pada folder berikut dengan klik > dropbox ini
Ali Akbar memberikan “tantangan” kepada arkeolog lainnya di seluruh dunia, “Datang dan lakukan penggalian langsung di Situs Gunung Padang. Karena semua akan diterima dengan tangan terbuka”, ungkap Ali Akbar sebagai penutup.
ADVERTISEMENT
Sebuah saga perjuangan ilmiah dalam wujudnya yang sesungguhnya - penuh kontroversi, keterbukaan, dan pencarian kebenaran. Semoga penelitian ini dapat terus berlanjut, dan Situs Gunung Padang dapat mencapai potensi terbaiknya untuk dikenal dunia.
Adez Aulia adalah praktisi social media dan AI (Kecerdasan Buatan). Cofounder dari AIstudio.id. Adez dapat dihubungi pada Instagram @AdezAulia