Konten dari Pengguna

Polemik Pengeboran Minyak dan Gas di Laut Cina Selatan

Adhe Aulia Rahadian
Mahasiswa Teknik Geodesi UGM
13 Desember 2021 20:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adhe Aulia Rahadian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pengeboran minyak. unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengeboran minyak. unsplash.com
ADVERTISEMENT
Diplomat Cina menyampaikan surat kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk menghentikan pengeboran di rig sementara lepas pantai, karena aktivitas tersebut dilakukan di wilayah Cina. Namun, menurut salah satu Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Muhammad Farhan, Indonesia tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan Indonesia. Tanggapan serupa juga diberikan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang mengatakan bahwa Indonesia tidak dapat menerima protes tersebut karena pengeboran dilakukan di wilayah landas kontinen sesuai UNCLOS 1982.
Ilustrasi tumpang tindih wilayah maritim Indonesia dan Cina. Milik sendiri, terinspirasi dari I Made Andi Arsana (2020)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tumpang tindih wilayah maritim Indonesia dan Cina. Milik sendiri, terinspirasi dari I Made Andi Arsana (2020)
Jika ditelusuri lebih lanjut, pada Laut Cina Selatan terdapat wilayah maritim Indonesia yang tumpang tindih dengan kawasan maritim Cina. Tumpang tindih ini dapat terjadi akibat perbedaan dasar hukum yang digunakan kedua negara atas wilayahnya. Indonesia menggunakan UNCLOS 1982 sebagai dasar hukumnya, sementara Cina menggunakan nine dash line sebagai acuannya.
ADVERTISEMENT
United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) 1982 adalah dasar hukum laut internasional yang telah disepakati oleh lebih dari 150 negara, bahkan telah diterima oleh seluruh anggota PBB serta telah diratifikasi oleh banyak negara, termasuk Cina. Sementara nine dash line adalah "klaim" Cina atas wilayah perairannya yang dibatasi oleh 9 garis putus-putus di Laut Cina Selatan. Klaim ini hanya didasarkan atas alasan historis negara tersebut sehingga tidak memiliki dasar hukum dan menurut para ahli juga bertentangan dengan UNCLOS 1982.
Perbedaan dasar hukum inilah yang mengakibatkan kawasan landas kontinen Indonesia tumpang tindih dengan "klaim" kawasan maritim Cina. Namun, apakah sudah tepat jika pengeboran yang dilakukan Indonesia menggunakan wilayah landas kontinen berdasar UNCLOS 1982 sebagai alasan kegiatan pengeboran tetap berjalan?
Ilustrasi pembagian zona maritim. Milik sendiri, terinspirasi dari I Made Andi Arsana (2020)
Mengacu pada UNCLOS 1982, dalam pasal 76 ayat 1 telah dijelaskan bahwa landas kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal lebar laut teritorial diukur. Dalam pasal 77 pun lebih lanjut dijelaskan bahwa negara dapat mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber kekayaan mineral dan non hayati yang ada di bawahnya.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, kepemilikan Indonesia atas dasar laut sebenarnya sudah disepakati bersama. Artinya, kegiatan pengeboran tidak perlu dipermasalahkan karena kegiatan tersebut berada di dasar laut dan sudah jelas bahwa dasar laut Indonesia telah ditetapkan.
Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana protes Cina atas pengeboran yang dilakukan Indonesia tidak perlu ditanggapi oleh Pemerintah Indonesia.
“Saya meminta kepada pemerintah untuk tidak menanggapi, mengabaikan apa yang dilakukan oleh Pemerintah Cina karena kita melakukan eksploitasi di landas kontinen kita yang berada di Natuna Utara,” tuturnya dalam video yang diunggah oleh BeritaSatu di laman Youtube.
Sehingga, sebenarnya kegiatan pengeboran minyak dan gas yang dilakukan oleh Indonesia di Laut Cina Selatan telah sesuai dengan dasar hukum laut internasional (UNCLOS 1982) karena lokasinya berada di zona landas kontinen milik Indonesia. Selain itu, Pemerintah Indonesia sebaiknya tidak tunduk pada klaim nine dash line milik Cina karena klaim tersebut hanya berdasar alasan historis, tidak memiliki dasar hukum, dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982.
ADVERTISEMENT
Arsana, I M A. "Menyikap Misteri Laut Cina Selatan #1" Youtube, diunggah oleh I Made Andi Arsana, 6 Juni 2020, https://www.youtube.com/watch?v=IEkf_hs98lo
BeritaSatu. "Tiongkok-RI Memanas Lagi di Natuna" Youtube, diunggah oleh BeritaSatu, 4 Desember 2021, https://www.youtube.com/watch?v=dT0saARlfxg
Gloria. (2020, Januari 7). Banyak Kesalahpahaman tentang Insiden Kapal Cina di Natuna [Halaman web]. Diakses dari https://www.ugm.ac.id/id/berita/18911-banyak-kesalahpahaman-tentang-insiden-kapal-cina-di-natuna
M-20. (2020, Januari 9). Kenali UNCLOS, Dasar Hukum Internasional untuk Kedaulatan Indonesia di Natuna [Halaman web]. Diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e16f5b67589c/kenali-unclos--dasar-hukum-internasional-untuk-kedaulatan-indonesia-di-natuna?page=3
United Nations, United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.iakui oleh UNCLOS 1982.