Konten dari Pengguna

Fenomena Munculnya Kerajaan dan Peluang Pariwisata Alternatif

adhi nur seto
Executive Director Of Centre For Public Health and Social Welfare Studies (CPS)
27 Januari 2020 11:39 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari adhi nur seto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Desa. Foto: Pixabay - @For_the_people
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Desa. Foto: Pixabay - @For_the_people
ADVERTISEMENT
Fenomena kemunculan kerajaan baru-baru ini cukup menggegerkan jagat tanah air. Ruang-ruang publik yang awalnya diwarnai isu politik imbas dari pemilu kemarin, kini mulai tergantikan dengan pembicaraan kemunculan kerajaan-kerajaan baru, baik di jawa tengah maupun di Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Sontak keraton yang menjadi simbol kerajaan tersebut banyak didatangi warga yang penasaran. Tak cukup disitu, warga juga menjadikan keraton sebagai objek untuk berswafoto.
Jika dilihat dari sudut pandang positif, munculnya kerajaan-kerajaan tersebut memantik kesadaran kita bahwa tanah air Indonesia tak hanya menyimpan potensi sumber daya alam semata, namun juga memiliki khazanah kekayaan sejarah dan budaya yang tak bisa diabaikan begitu saja.
Adanya Kerajaan merupakan fakta sejarah bangsa Indonesia yang tak bisa dihapuskan. Banyak artefak sejarah, serta kebudayaan peninggalan masa lalu yang akhirnya menarik minat pelancong untuk mengunjunginya.
Sayangnya, potensi sejarah dan kebudayaan ini belum begitu dimaksimalkan. Bila digarap secara serius, tentu saja potensi sejarah dan budaya bisa menjadi salah satu destinasi wisata. Fenomena munculnya kerajaan baru-baru ini diharapkan menjadi titik balik warga menilik kembali potensi kekayaan sejarah dan budaya daerah untuk dikembangkan menjadi daerah wisata.
ADVERTISEMENT
Banyaknya desa di Indonesia yang memiliki potensi kekayaan sejarah dan budaya merupakan peluang untuk mengembangkan desa wisata berbasis sejarah dan budaya. Apalagi saat ini desa dibekali Dana Desa yang salah satu prioritasnya adalah untuk mengembangkan BUM Des. Maka desa wisata bisa menjadi salah satu unit usaha BUM Des yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Selain itu keberadaan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di masing-masing desa bisa ikut mendukung pengembangan desa wisata berbasis sejarah dan kebudayaan tersebut. Melalui kegiatan seperti kirab dan upacara budaya, pertunjukan kesenian seperti tarian dan wayang, serta penelusuran jejak sejarah, juga integrasi kehidupan wisatawan dengan warga lokal yang masih melestarikan gaya hidup tradisional, desa wisata berbasis sejarah dan budaya bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang menginginkan pengalaman berbeda daripada wisata alam yang hanya menawarkan kesenangan semata.
ADVERTISEMENT

Pariwisata Alternatif

Pariwisata dianggap sebagai industri tanpa asap “smokeless” yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Selain menghasilkan devisa negara, pariwisata juga dapat meningkatkan lapangan kerja, serta meningkatkan produk domestik bruto (PDB).
Kendati begitu, pengembangan “mass tourism” memiliki dampak negatif dan memunculkan fenomena overtourism. Dampak overtourism tersebut meliputi dampak ekonomi, lingkungan serta sosial budaya,
Dalam konteks ekonomi, Pengembangan pariwisata mestinya memberdayakan warga lokal untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Namun yang terjadi, justru penduduk lokal harus menerima marginalisasi akibat kehadiran perusahaan pariwisata yang berkepentingan membangun hotel dan restoran di lokasi wisata.
Selain itu, dampak lingkungan juga tidak bisa disepelekan. Sebab, kehadiran hotel dan restoran berkapasitas besar memunculkan masalah pelik berupa timbunan sampah, krisis air tanah, serta meningkatnya polusi udara seperti yang terjadi di pulau Bali. Bahkan Thailand pernah menutup semua pulaunya dikarenakan tumpukan sampah dari wisatawan menghancurkan ekosistem pulau tersebut.
ADVERTISEMENT
Ditambah lagi interaksi sosial wisatawan yang mengabaikan norma budaya dapat mengancam bangunan sosial budaya masyarakat setempat. Bahkan tidak sedikit dari wisatawan yang berperilaku tidak simpatik pada praktek ritual agama dan budaya penduduk lokal.
Oleh karena itu desa wisata berbasis sejarah dan budaya bisa menjadi pariwisata alternatif yang mengedepankan responsible tourism. Hal tersebut disebabkan karena wisata sejarah dan budaya menjunjung tinggi penghormatan pada alam, sejarah dan budaya, serta menawarkan nilai edukatif dimana wisatawan bisa belajar dari sejarah masa lampau serta berinteraksi dengan tradisi dan kebudayaan sebuah masyarakat.
Wisata sejarah dan budaya juga mendorong pemberdayaan warga lokal, serta menempatkan mereka sebagai tulang punggung pariwisata melalui homestay milik penduduk lokal, penyajian masakan tradisional, serta souvenir karya penduduk setempat. Dengan begitu desa wisata berbasis sejarah dan budaya dapat menggerakkan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pengembangan desa wisata berbasis sejarah dan budaya akan menstimulasi pelestarian sejarah dan budaya yang dapat memperkuat jati diri bangsa di tengah gempuran budaya luar akibat globalisasi.
Oleh: Adhi Nur Seto