Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Benarkah Asosiasi Kartu Kredit Menyebar Data Nasabah Tanpa Izin?
2 Agustus 2018 15:10 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
Tulisan dari Adhie Ichsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam rentang tiga bulan terakhir, saya sudah berkali-kali mendapat telepon di jam kerja dari nomor tak di kenal. Dua di antaranya saya angkat, dan kebetulan dua penelepon itu sama-sama mengaku dari Bank D******. Setelah bicara panjang lebar, ujung-ujungnya menawarkan layanan kartu kredit dan layanan-layanan perbankan lainnya.
ADVERTISEMENT
Saya bingung karena tak pernah menjadi nasabah bank tersebut, memberi nomor telepon itu atau menyetujui data saya disebarkan pihak lain. Ini jelas melanggar privasi.
Dua dari penelepon yang saya angkat mengaku mendapat nomor telepon saya dari Asosiasi Kartu Kredit Indonesia. Saya kemudian sedikit mencari tahu. Dalam keterangan di situsnya, AKKI (Asosiasi Penerbit Kartu Kredit Indonesia) merupakan organisasi yang bertujuan untuk membangun industri kartu kredit yang sehat dan bertanggung jawab bagi penerbit kartu kredit, pemegang kartu, merchant, principle (American Express, Diners Club International, JCB International, MasterCard International dan Visa International) dan pihak lain yang terkait. Mereka juga bekerja sama dengan Bank Indonesia.
Berdasarkan data Maret 2011, AKKI saat ini beranggotakan dari 20 institusi penerbit kartu kredit dengan total jumlah pemegang kartu lebih dari 14,3 juta yang bekerja sama dengan lebih dari 300 ribu merchant.
ADVERTISEMENT
Oke. Sampai sini saya mengerti jika AKKI mungkin memiliki 'wewenang' dalam memantau rekam jejak saya sebagai pemakai kartu kredit. Saya juga mengerti apabila data saya dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi itu dalam hal keamanan.
Tetapi apabila mereka betul-betul menyebarkan data saya ke bank lain, dan dimanfaatkan oknum bank tersebut untuk menawarkan layanan kredit dsb, ini yang tidak bisa saya terima. Ini sama bikin kesalnya kalau ada Pak RT menyebarkan alamat rumah kira sembarangan, lalu datanglah orang-orang tak dikenal menawarkan barang dagangannya.
Saya juga sering terganggu dengan SMS tawaran kredit tanpa agunan, SMS iklan dari merchant-merchant tertentu ketika kita berada di lokasi tertentu, sampai SMS soal primbon. Selain karena by sistem dari operator seluler, mereka yang lain itu dapat nomor saya dari mana?
ADVERTISEMENT
Merujuk Undang-Undang Perbankan, data nasabah perbankan dilindungi kerahasiaannya dan tidak boleh disebar ke pihak manapun, tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan. Sudah ada beberapa kasus penjual data nasabah bank ditangkap polisi dan diproses hukum.
Zaman sekarang, data merupakan aset yang sangat penting dan mahal. Mungkin manusia yang hidup saat ini, terutama yang pernah bersentuhan dengan internet dan telepon seluler, mustahil memiliki privasi sepenuhnya.
Mereka para penguasa teknologi, tahu rute perjalanan kita setiap hari dari rumah ke kantor. Mereka tahu apa menu makan siang kita, berapa rupiah uang yang kita keluarkan untuk kebutuhan sebulan, film apa yang suka kita tonton? Siapa teman kita, siapa saudara kita, siapa istri kita, apa pilihan politik kita, kapan ulang tahun kita, apa yang kita lakukan hari ini pada 5 tahun lalu... Bahkan tak sulit untuk mengetahui rahasia-rahasia gelap Anda melalui penelusuran digital.
ADVERTISEMENT
Jika sudah begini, saya jadi mikir... Sepertinya enak tinggal di desa. Berkebun, bertani, menulis, membaca dan beribadah saja tanpa bersentuhan dengan dunia yang bising dan kejam. Mungkin dengan begitu, umur saya bisa lebih panjang.
Ngomong-ngomong, saya berusia 31 tahun.