Urgensi Keamanan Digital di Era Revolusi Industri 4.0

Radyan Seto Adhitomo
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
23 Januari 2021 18:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Radyan Seto Adhitomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber foto : https://www.kaspersky.com/resource-center/definitions/what-is-cyber-security
Menurut Wikipedia.com, Digital Security atau keamanan digital mengacu pada berbagai cara untuk melindungi akun dan file internet komputer dari gangguan oleh pengguna luar (hacker). Keamanan digital sangatlah penting untuk menjaga data-data penting kita saat kita memasukkan data pribadi di Internet, khususnya media sosial. Namun, seiring berjalannya waktu dan teknologi semakin berkembang, selalu ada celah bagi hacker untuk menyusup ke dalam sistem dan mendapatkan data pribadi kita sebagai pengguna media sosial. Entah, untuk disebarkan ke khalayak ramai atau hanya untuk konsumsi pribadi.
ADVERTISEMENT
Mengingat, penggunaan media sosial dan mobile device sangat tinggi dan sudah ada lebih dari 50% pengguna internet di Indonesia. Dan isu yang saat ini sedang dibicarakan adalah keamanan cyber atau Cyber Security. Pada tahun 2017, banyak perusahaan yang menghadapi konsekuensi akibat salah mengelola strategi keamanan cyber mereka, dan kegiatan pemerintahan serta perusahaan di Asia menjadi terganggu karena sistem Windows mereka tidak atau belum melakukan patch. Tidak hanya pada perangkat mobile, keamanan digital juga dibutuhkan di beberapa aspek, seperti telekomunikasi, transaksi keuangan, transportasi, dan lain-lain.
Perangkat telekomunikasi yang paling aman adalah kartu SIM atau Subscriber Identity Module, sebuah perangkat yang tertanam dalam perangkat seluler. Keamanan data terbagi dalam dua kategori, yaitu keamanan fisik dan keamanan sistem. Keamanan fisik berupa sebuah alat yang terlihat seperti terminal server, client router, cabling. Sedangkan keamanan sistem lebih mengacu kepada keamanan yang berada pada sistem pengoperasiannya atau lingkup perangkat lunak yang digunakan.
ADVERTISEMENT
Untuk transaksi keuangan, keamanan digital kartu kredit maupun debit sangat diperlukan karena memang cybercrime sering terjadi pada perusahaan perbankan. Pembobolan kartu kredit/debit sudah menjadi kasus yang biasa di Indonesia. Berbagai modus dilancarkan oleh para penjahat cybercrime untuk mendapatkan data pengguna kartu kredit maupun debit sebanyak-banyaknya. Dan tanpa kita sadari, ada salah satu platform media sosial yang menjual data pengguna kartu kredit. Tentunya, kita sebagai pengguna merasa dirugikan dan sangat disayangkan, keamanan digital untuk aspek ini masih kurang diperhatikan.
Yang terakhir adalah keamanan digital dalam aspek transportasi perjalanan. Saat ini, identitas sangat diperlukan sebagai verifikasi data untuk melakukan sebuah perjalanan dengan menggunakan transportasi darat (mobil, bus, kereta api), udara (pesawat terbang), maupun laut (kapal laut). Disaat kita menggunakan pesawat, tentu kita membutuhkan paspor untuk melakukan perjalanan. Dengan keamanan digital yang canggih, saat ini ada inovasi yang baru, yaitu paspor biometrik yang dipasangi micro-chip. Micro-chip ini berfungsi untuk menyimpan foto digital dan informasi pribadi seperti nama, jenis kelamin, alamat, dan tanggal lahir. Dengan adanya teknologi baru ini, memudahkan para petugas bandara agar lebih cepat dalam memproses dan memverifikasi penumpang/pemegang identitas paspor.
ADVERTISEMENT
Untuk saat ini, memang keamanan digital sendiri masih sangat minim pengaruhnya, terutama di beberapa aspek diatas yang sudah dipaparkan. Ada beberapa kasus yang bisa kita lihat tentang urgensi keamanan digital saat ini. Contoh kasus yang pertama adalah, pada tahun 2017, massa dikejutkan dengan kebocoran data dari perusahaan Cloudflare dan ditemukannya bug keamanan yang akhirnya dinamakan Cloudbleed.
Cloudflare sendiri yaitu sebuah perusahaan yang menyediakan jasa jaringan pengantaran konten, pencegahan DDoS, keamanan Internet, dan peladen nama domain terdistribusi. Produk Cloudflare adalah perantara pengunjung web dan penyedia hosting pengguna Cloudflare; Cloudflare berperan sebagai perantara terbalik (reverse proxy) situs web. Perusahaan ini bermarkas di San Francisco, California, dan memiliki kantor di London, Singapura, Champaign, Austin, Boston, dan Washington, D.C (Wikipedia.com).
ADVERTISEMENT
Data-data yang bocor merajuk pada informasi sensitif seperti password, cookies, authentication token dari situs-situs yang menjadi klien dari perusahaan Cloudflare. Namun, perusahaan Cloudflare sendiri sudah mengonfirmasi tentang masalah tersebut dan sudah memperbaiki sekitar 0,003 persen dari data yang bocor tersebut. Cloudflare sendiri memiliki banyak klien besar, seperti Uber, Fitbit, dan masih banyak lagi. Bahkan efek serangan Cloudbleed juga menyerang beberapa situs penukaran dan bursa Bitcoin seperti Coinbase, BitPay, Blockchain, dan LocalBitcoins.
Kasus yang kedua adalah ransomware WannaCry yang menyerang 150 negara pada tahun 2017. Dilansir dari web exabytes.co.id, ransomware sendiri adalah Ransomware adalah jenis malware yang pada awalnya akan menginfeksi dan menyerang pengguna komputer. Setelah menginfeksi komputer, serangan ini akan melacak dan mengenkripsi data penggunanya dengan kode rahasia unik yang hanya diketahui oleh pembuat serangan ansomware atau bisa juga disebut hacker.
ADVERTISEMENT
Peristiwa ini terjadi tepatnya pada bulan Mei 2017, disebut sebagai salah satu serangan cyber terbesar yang pernah terjadi di dunia. WannaCry sendiri menggunakan tool atau alat senjata cyber yang dimiliki oleh dinas intel Amerika Serikat, NSA, yang dicuri peretas dan dibocorkan melalui via internet. Inilah yang membuat WannaCry mampu menginfeksi ribuan sistem komputer di ratusan negara hanya dalam hitungan jam saja.
Kasus yang ketiga masih seputar ransomware, yaitu Ransomware Petya yang menyerang infrastruktur negara Ukraina. Tidak lama setelah kejadia ransomware WannaCry, massa kembali dihebohkan dengan serangan ransomware lain yang bernama Petya. Ransomware ini memiliki nama lain yaitu NotPetya, Nyetya, atau GoldenEye. Ransomware ini menyerang sistem komputer di sekitar 64 negara. Serangan paling parah terjadi di Rusia, Brasil, dan Amerika Serikat. Meskipun demikian, banyak yang meneliti bahwa ransomware Petya mempunyai target utamanya yaitu menyerang infrastruktur di Ukraina seperti perusahaan listrik, bandara, angkutan umum, serta bank sentral. Kecurigaan juga berlanjut karena target yang dibidik menyerang sistem pemerintah dan serangan ini tak tampak dilakukan oleh penjahat cyber biasa.
ADVERTISEMENT
Dan kasus yang terakhir adalah kebocoran data dari pengguna dan mitra Perusahaan Uber pada tahun 2017. Bulan November 2017, CEO baru dari Uber, Dara Khosrowshahi, menyatakan bahwa sejumlah data pengguna maupun mitra pengemudi Uber telah dibobol oleh peretas (hacker). Data yang berhasil dibobol peretas tersebut berupa nama, alamat email, serta nomor telepon sekitar 50 juta pengguna dan 7 juta mitra pengemudi dari seluruh dunia.
Sangat diuntungkan, informasi sensitif lainnya terselamatkan dari peretasan. CEO Uber mengatakan bahwa ia sendiri baru mengetahuinya dan langsung melakukan investigasi atas kasus tersebut. Namun ia memastikan bahwa tidak ada kecurangan dari oknum karyawan maupun pihak dalam Uber.
Kita bisa menarik kesimpulan bahwa, keamanan digital atau Digital Security sangatlah penting untuk menjaga dan melindungi kerahasiaan data pribadi, khususnya para pengguna media sosial dan teknologi internet. Dan bisa kita lihat juga dari beberapa contoh aspek dan kasus yang telah dipaparkandiatas, bahwa masih banyak kekurangan dalam penerapan dan pengaplikasian Digital Security. Perlu diperhatikan lagi untuk kesiapan penggunaan digital security sebagai pengaman utama data pribadi pengguna media sosial agar tidak ada celah untuk penyusup membobol dan menyalahgunakan data tersebut.
ADVERTISEMENT