Konten dari Pengguna

Tingkat Keshalihan dan Kecemasan Akan Kematian pada Pasien Kanker

Adi Evanendra
Mahasiswa Kedokteran Semester 1 Universitas Airlangga
7 Januari 2025 18:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adi Evanendra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto diambil oleh saya sendiri di RS Adi Husada Undaan, Surabaya
zoom-in-whitePerbesar
Foto diambil oleh saya sendiri di RS Adi Husada Undaan, Surabaya
ADVERTISEMENT
Kanker menjadi salah satu masalah kesehatan utama di dunia, dengan jumlah kasus yang terus meningkat. Diagnosis kanker sering dianggap sebagai vonis kematian karena sifat penyakit ini yang melemahkan tubuh dan memicu gejolak emosional yang mendalam, termasuk kecemasan akan kematian. Dalam situasi ini, religiusitas seringkali menjadi sumber penghiburan dan dukungan emosional. Namun, religiusitas atau tingkat keshalihan juga dapat menjadi sumber konflik, tergantung pada bagaimana individu memaknai pengalaman spiritualnya.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang dilakukan oleh Radosław Rybarski dan rekan-rekannya mengeksplorasi hubungan antara religiusitas dan kecemasan akan kematian pada 141 pasien kanker di Polandia. Studi ini menggunakan instrumen seperti Centrality of Religiosity Scale (CRS), Religious Comfort and Strain Scale (RCSS), dan Death Anxiety and Dying Distress Scale (DADDS) untuk mengukur dimensi religiusitas, kenyamanan religius, pergulatan spiritual, dan tingkat
kecemasan akan kematian. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang kompleks dan non-linear antara religiusitas dan kecemasan akan kematian.
Pasien dengan tingkat religiusitas sedang menunjukkan tingkat kecemasan akan kematian yang lebih tinggi dibandingkan pasien dengan religiusitas tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa religiusitas yang terintegrasi dengan baik dalam kehidupan seseorang dapat menjadi penopang emosional yang efektif dalam menghadapi ancaman kematian. Sebaliknya, pasien dengan tingkat religiusitas rendah lebih rentan terhadap kecemasan karena kurangnya keyakinan yang memberikan makna dan kenyamanan.
ADVERTISEMENT
Menariknya, kenyamanan religius tidak secara langsung mengurangi kecemasan akan kematian. Sebaliknya, pergulatan spiritual seperti rasa marah kepada Tuhan atau perasaan bersalah justru memperburuk kecemasan, terutama pada individu dengan tingkat religiusitas rendah atau sedang. Konflik spiritual ini sering muncul karena persepsi bahwa penyakit adalah hukuman atas dosa atau kesalahan di masa lalu.
Penelitian ini juga menemukan bahwa pasien dengan religiusitas tinggi cenderung lebih mampu mengelola pergulatan spiritual mereka. Hal ini membantu mereka menerima kenyataan hidup, termasuk kematian, dengan lebih baik. Sebaliknya, pasien dengan religiusitas yang tidak menonjol lebih rentan terhadap stres spiritual, yang memperburuk kecemasan akan kematian.
Keterampilan bekomunikasi yang baik dalam menjelaskan apa yang terjadi di tubuh pasien dan hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk tidak memperburuk keadaan, sekaligus membuat suasana hati pasien tidak mengalami kecemasan yang berlebih adalah suatu skill mahal yang patut dimiliki oleh dokter onkologi. Oleh karena itu, saya melakukan observasi dengan mengunjungi dr. Primandono Perbowo, Sp.OG (K) Onk, di salah satu rumah sakit tempat beliau bekerja. Menjadi seorang dokter yang merawat seorang pasien kanker bukanlah hal yang mudah.
ADVERTISEMENT
Dokter Primandono menyebutkan bahwa dukungan emosional dan spiritual sangat penting bagi orang-orang untuk sembuh dari kanker. Ini membantu mereka merasa nyaman pada tubuh dan pikiran mereka juga. Dukungan emosional dari kerabat, rekan kerja, atau dokter membantu mereka yang terkena dampak dalam mengatasi tekanan, kegelisahan, dan ketakutan yang umumnya terkait dengan diagnosis kanker, sehingga meningkatkan kesehatan psikologis mereka. Orang bisa merasa terhibur, menemukan tujuannya, atau percaya akan keberuntungan dari keyakinannya. Ritual spiritual, seperti meditasi reflektif, juga dapat memberikan ketenangan dalam diri dan meringankan kesulitan eksistensial yang sering dihadapi oleh orang yang sakit. 'Pandangan obat mujarab yang memadukan perasaan dan keyakinan membantu pasien kanker mengatasi hambatan, berpotensi meningkatkan kepuasan hidup dan memperkuat tekad pengobatan.
ADVERTISEMENT
Kanker adalah penyakit yang berdampak tidak hanya pada kesejahteraan tubuh tetapi juga dimensi mental dan agama dari penderitanya, yang sering kali memicu ketakutan akan kematian. Ketaatan beragama mempunyai dampak beragam dalam menghadapi kendala ini. Pengabdian spiritual yang terpadu dapat memberikan penghiburan emosional dan tujuan hidup, sedangkan perselisihan spiritual dapat memperparah kekhawatiran, terutama di antara mereka yang memiliki keyakinan spiritual minimal atau sedang. Dorongan emosional dan spiritual dari dokter, kerabat, dan tetangga memiliki peran penting dalam membantu pasien mengatasi kecemasan psikologis dan eksistensial yang mereka alami. Penggabungan percakapan yang efektif, bantuan emosional dan hiburan spiritual merupakan faktor penting untuk meningkatkan standar hidup dan memperkuat tekad individu dalam mengikuti terapi.
ADVERTISEMENT