Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Berpikir Strategis dan Tata Kelola Pemerintahan Dinamis
18 Januari 2021 22:26 WIB
Tulisan dari Adi Junjunan Mustafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa yang membuat pemerintah efektif? Banyak studi menyoroti pentingnya efisiensi; studi lain meyakini bahwa struktur organisasi tertentu lebih baik dalam mendukung tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Hampir seluruh studi menerima bahwa kepemimpinan yang baik sangat diperlukan. Akan tetapi dalam sebuah iklim di mana perubahan amat cepat dan ketidakpastian tinggi, pemerintah yang efektif juga mensyaratkan kemampuan untuk belajar dan beradaptasi, kemampuan yang membuat institusi pemerintah dapat terus tetap relevan ketika kondisi berubah.
ADVERTISEMENT
Kebijakan publik menjadi usang dan tidak relevan terutama karena sifat permanen pemerintah secara alami. Kebanyakan institusi pemerintah berfungsi secara monopoli dan tidak menghadapi disiplin kompetisi pasar dalam menghasilkan luaran/output dan pelayanan publik.
Seringkali tidak ada harga pasar untuk pelayanan publik, yang dapat disediakan dengan gratis (free of charge) atau dengan tingkat subsidi yang tinggi. Aktivitas pemerintah seringkali tidak memiliki patokan biaya; sebagai gantinya aktivitas tersebut didanai dari alokasi anggaran yang dipengaruhi proses politik.
Para pimpinan institusi memiliki hanya sedikit insentif untuk memperbaiki keadaan, karena banyak organisasi sektor publik beroperasi tanpa ukuran kinerja objektif, atau juga tanpa kedisiplinan keuangan yang biasanya diharapkan para investor yang menuntut keuntungan finansial yang memadai.
ADVERTISEMENT
Pada waktu yang sama, perubahan yang konstan membuat perumusan kebijakan yang adaptif dan responsif amat penting agar instansi pemerintah dapat bertahan. Setumpuk prinsip, kebijakan dan praktek, capaian kebijakan masa lalu dan saat ini bukan merupakan jaminan efektivitas di masa depan. Ketika lingkungan berubah, tata kelola pemerintahan memerlukan kemampuan untuk meremajakan dan memperbaharui prinsip-prinsip, kebijakan-kebijakan, dan praktik-praktiknya. Perencanaan yang hati-hati bukan substitusi bagi pembangunan kemampuan untuk belajar, berinovasi, dan beradaptasi ketika lingkungan berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi. Oleh karenanya organisasi-organisasi perlu memiliki kemampuan belajar dan berinovasi: untuk membangun dan membuka ide baru, membangun persepsi-persepsi segar, melakukan aksi cepat dan peningkatan berkelanjutan untuk mencapai adaptasi fleksibel. Pendek kata, mereka perlu memiliki kemampuan-kemampuan sebagai organisasi dinamis.
ADVERTISEMENT
Apa saja kemampuan-kemampuan ini? Kami mengidentifikasi tiga kemampuan organisasi dinamis berdasarkan studi kami dari pengalaman Singapura: thinking ahead, thinking again, dan thinking across. Thinking ahead adalah kemampuan untuk melihat secara dini tanda-tanda perkembangan yang dapat mempengaruhi misi dan efektivitas sebuah institusi. Kemampuan untuk berpikir ke depan akan memungkinkan organisasi itu untuk memahami strategi-strategi dan kebijakan-kebijakan untuk beradaptasi terhadap lingkungan yang berubah. Thinking again adalah pertimbangan ulang dan menemukan ulang kebijakan-kebijakan dan proses-proses yang saat ini berfungsi ketika lingkungan berubah untuk mencapai hasil yang lebih baik. Thinking across adalah kemampuan untuk melewati batas-batas dalam belajar dari pengalaman pihak lain, mengakui bahwa gagasan-gagasan, sistem-sistem dan pengalaman-pengalaman pihak lain dapat mengandung pelajaran yang dapat diadaptasi untuk satu negara atau organisasi untuk mencapai hasil yang baru atau berbeda.
ADVERTISEMENT
Kemampuan-kemampuan ini diwujudkan dalam orang, tertanam dalam proses, dan dimanifetasikan dalam strategi-strategi dan kebijakan-kebijakan. Maka apakah satu organisasi dinamis atau tidak, dimulai pertama kali dan terutama dari orang-orangnya, khususnya dari para pemimpinnya. Para pemimpin dapat memulai perubahan, akan tetapi agar perubahan ini berlanjut, proses-proses organisasi mesti di didesain agar bergerak cepat, langgeng, dan mendukung adaptasi terus-menerus.
Thinking Ahead
Thinking ahead adalah kemampuan untuk mengidentifikasi perkembangan-perkembangan lingkungan di masa depan, dan memahami bagaimana perkembangan tersebut dapat mempengaruhi pencapaian hasil yang diinginkan organisasi. Membangun kemampuan thinking ahead dilakukan dengan membuat peka orang-orang untuk mengenal tanda-tanda perubahan sejak dini.
Organisasi yang dapat berpikir ke depan mampu untuk melihat bagaimana ketidakpastian lingkungan eksternal akan mempengaruhi hasil-hasil yang diinginkan. Hal ini melibatkan pada pembuat keputusan dan mendorong mereka untuk menyampaikan gagasan-gagasannya tentang bagaimana lingkungan dapat berubah.
ADVERTISEMENT
Pada saat tidak ada organisasi dapat secara penuh mempersiapkan diri untuk masa depan, proses thinking ahead membantu organisasi dan para pemimpinnya membangun perspektif tentang serangkaian masa depan yang masuk akal, mengenal keterbatasan-keterbatasan pada strategi saat ini saat dihadapkan pada kemungkinan masa depan, serta menyiapkan pilihan-pilihan dan kebijakan-kebijakan baru.
Yang lebih penting, thinking ahead menciptakan suatu budaya di mana orang-orang secara terus menerus menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tentang seperti apa ujud masa depan, dan apa yang perlu dilakukan organisasi sekarang untuk menempatkan diri secara tepat untuk masa depan tersebut.
Berpikir dalam ketidakpastian ke depan dengan kondisi sekarang menciptakan kesiapan mental dan fleksibilitas, serta menanamkan keyakinan lebih besar untuk menanggapi kejadian-kejadian saat muncul. Inilah mengapa thinking ahead merupakan kemampuan dinamik kritikal bagi organisasi-organisasi dalam menghadapi perubahan lingkungan yang cepat.
ADVERTISEMENT
Membangun kemampuan untuk berpikir ke depan pada sektor publik memerlukan pemimpin-pemimpin sektor publik yang mereka waspada terhadap tanda-tanda terkait isu-isu yang muncul dan perkembangan dalam lingkungan sosial, ekonomi, teknologi, dan politik.
Mereka perlu memahami bagaimana kecenderungan-kecenderungan dapat berkembang menjadi skenario masa depan yang masuk akal, dan mampu mengartikulasikan bagaimana dan mengapa skenario-skenario ini akan membutuhkan seperangkat strategi dan kebijakan yang berbeda.
Tentunya mereka perlu memiliki kredibilitas untuk meyakinkan pada pengambil keputusan untuk menguji ulang asumsi-asumsi mereka sendiri tentang masa depan dan untuk menimbang ulang sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan untuk menyiapkan diri menghadapi masa depan yang masuk akal.
Thinking Again
Thinking again adalah kemampuan untuk melihat keluar dari warisan kebijakan atau program tertentu untuk mempertanyakan relevansinya ketika keadaan berubah. Berbeda dengan berpikir ke depan yang berbasiskan pertimbangan tentang masa depan yang masuk akal, thinking again berbasiskan fakta – ia menggunakan data, pengukuran-pengukuran aktual, dan umpan balik lain untuk mempertanyakan penyebab yang mendasari dari hasil-hasil yang diamati.
ADVERTISEMENT
Suatu organisasi yang secara reguler berpikir ulang adalah organisasi yang memiliki orang-orang yang terus-menerus bertanya mengapa mereka mengamati hasil-hasil yang mereka lakukan, dan apa yang dapat mereka lakukan untuk meraih hasil-hasil yang lebih baik atau berbeda. Thinking again mempercepat para pemimpin dan organisasi-organisasi untuk secara reguler menantang (challenge) kinerja dari kebijakan dan program yang ada, dan bertanya tentang kelayakan dari sasaran dan strategi yang ada.
Berpikir ulang bisa jadi dipicu oleh keberhasilan dan kegagalan – kuncinya adalah bagaimana hasil-hasil dirasakan, diinterpretasi, dan dikomunikasikan untuk mendorong suatu pemikiran ulang dari kebijakan sebelumnya.
Konsekuensi tidak sengaja atau tidak terpikirkan dari kesuksesan bisa juga memicu satu pemikiran ulang kebijakan. Kemampuan untuk berpikir ulang memerlukan pemimpin-pemimpin yang mau membenturkan realitas yang ada dan tantangan status-quo.
ADVERTISEMENT
Mereka mesti memiliki kemampuan-kemampuan analitis dan memecahkan masalah untuk menggali lebih dalam kebijakan dan program secara lebih rinci, mengapa hasil-hasil dicapai dari cara mereka bekerja, dan harus memiliki keterampilan untuk mendesain ulang kebijakan untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Ketika perubahan apa pun tidak mudah dilakukan, lebih berat bagi seorang pemimpin untuk ‘think again’ apa yang sebelumnya ia inisiasi atau sebelumnya diubah, dan untuk diubah lagi. Pemimpin yang kuat dan sukses cenderung untuk mengisi organisasi dengan orang-orang yang berbagi visi dan nilai-nilai yang dianutnya, dan organisasi membangun kompetensi-kompetensi untuk mendukung visi saat ini.
Akan tetapi kompetensi memiliki dua-sisi – keterampilan mengerjakan sesuatu dengan baik bisa menjadi satu-satunya cara melakukan sesuatu. Cara berpikir kolektif terbentuk. Meskipun tim tersebut bisa jadi melihat ini sebagai kohesi dan kerja tim, ia bisa menjadi penyebab bahwa mereka kehilangan kapasitas untuk melihat-ulang dan mempertanyakan kebijakan dan program yang ada dengan objektif.
ADVERTISEMENT
Pembaharuan kepemimpinan – merekrut orang baru dengan latar belakang, keterampilan, dan pandangan berbeda dari pemimpin yang ada – justru kritikal dalam membangun kemampuan untuk berpikir ulang.
Thinking Across
Thinking across adalah kemampuan untuk melewati batas-batas untuk belajar dari pengalaman pihak lain untuk mengumpulkan ide-ide baru dan membangun solusi. Kemampuan untuk berpikir lintas batas muncul dari penerimaan bahwa ide-ide dan solusi-solusi bagus tidak selalu datang dari dalam, bahwa pengalaman dari organisasi, industri, atau negara lain dapat memberi pelajaran.
Thinking across menerima bahwa inovasi-inovasi terobosan sering dihasilkan dari paparan pengalaman-pengalaman menarik pada komunitas-komunitas lain, membongkar ide-ide ini, dan membangun-ulang semuanya dalam kombinasi baru. Kemampuan ini didukung oleh keyakinan bahwa keunikan dari satu konteks atau peristiwa bukanlah alasan yang bisa diterima untuk tidak mempelajari pendekatan-pendekatan yang lain.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, keunikan satu konteks semestinya memfokuskan pikiran untuk bahkan lebih dalam dalam belajar, sehingga prinsip-prinsip utama dan sebab-dan-akibat logis dari praktik tertentu mungkin disaring dan diaplikasikan dengan bijaksana pada keadaan-keadaan lokal.
Thinking across menolong orang untuk mengidentifikasi dan mencegah blind-spot, hal-hal yang luput dari perhatian mereka, memungkinkan mereka untuk melihat kebijakan-kebijakan mereka sendiri di bawah cahaya lain, mempertanyakan praktik-praktik mereka sendiri, dan memberanikan diri mereka untuk melihat bagaimana hubungan-hubungan baru dapat dibuat dan bagaimana ide-ide bisa dikombinasikan untuk menciptakan pendekatan-pendekatan dan solusi-solusi inovatif. Yang dimaksud bukan sesederhana meniru praktik-praktik terbaik.
Thinking across yang efektif memerlukan proses pembangunan suatu pemahaman yang dalam dari mengapa pihak lain melakukan pendekatan lain untuk isu-isu serupa, dan bagaimana sejarah atau latar belakang dan keadaan mereka mempengaruhi pemilihan kebijakan dan desain program. Thinking across bukan sekadar mengetahui “apa”; ia juga mencakup pemahaman “mengapa” – mengapa opsi-opsi tertentu bekerja dan mengapa yang lain tidak.
ADVERTISEMENT
Thinking across adalah suatu kemampuan dinamis yang menghantarkan ide dan inovasi segar pada sebuah organisasi, memungkinkan organisasi untuk berubah dan beradaptasi terhadap lingkungan.
Pendiri Singapura, Perdana Menteri Lee Kuan Yew memperkirakan bahwa 70% dari ide-ide tata kelola pemerintahan yang diimplementasikan di Singapura dipelajari dan diadaptasi dari tempat lain.
Untuk dapat berpikir lintas batas secara efektif, para pemimpin perlu mengambil peran-peran inovasi baru, seperti antropolog, seorang yang bereksperimen, seorang penyerbuk silang, seorang desainer, dan seorang pendongeng.
Mereka harus merasa yakin dan cukup nyaman untuk pergi dari domain yang familiar untuk mencari ide-ide berbeda, memahami pola-pola dan membangun hubungan intelektual dan sosial, sehingga ide-ide baru ini tidak ditolak terlalu dini dan terlalu gampang.
ADVERTISEMENT
Para pemimpin dengan kemampuan berpikir lintas batas menjadi broker pengetahuan yang bisa menjangkau batas-batas, membangun hubungan-hubungan terhadap komunitas yang jauh, dan menumbuhkan jaringan sosial untuk belajar dan berinteraksi. Secara ringkas, mereka menjadi saluran dari aliran pengetahuan baru bagi institusinya.
Informasi dan pengalaman dari jaringan sosial para pemimpin ini memberi mereka pengetahuan dari pendekatan-pendekatan yang telah dicoba, meskipun itu dari negara, domain, atau budaya berbeda.
----------------------------------------------------------------------
Penulis: Prof. Neo Boon Siong, Lee Kuan Yew School of Public Policy. National University of Singapore, e-Mail: sppnbs@nus.edu.sg, dengan judul asli Strategic Thinking and Dynamic Governance
Diterjemahkan oleh: Adi Junjunan Mustafa, Wakil Ketua Umum IABIE Bidang SDM dan Pemerintahan, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSDM), Pemerintah Kota Bandung, e-Mail: [email protected]
ADVERTISEMENT