Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
Konten dari Pengguna
Prinsip-prinsip Pengelolaan Bekerja Secara Fleksibel
13 Februari 2025 9:35 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Adi Junjunan Mustafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Ilustrasi Perempuan Work From Home Foto: Dok. Shutterstock](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1586742333/wjfbi0v2hnpniqpc1pyc.jpg)
ADVERTISEMENT
Belakangan ini mencuat diskusi publik seputar flexibel working arrangement (FWA) pada lingkungan pemerintahan. Tema yang laing hangat adalah working from anywhere (WFA) yang merupakan salah satu varian dari FWA. Diskusi ini dipicu oleh pengaturan internal pemberlakukan WFA pada Badan Kepegawaian Negara di mana tengah disiapkan kebijakan, bahwa para pegawai BKN dapat bekerja dua hari dari WFA dan tiga hari working from office (WFO) seperti diangkat pada headline Harian Pikiran Rakyat (Kamis, 13 Februari 2025).
ADVERTISEMENT
Kebijakan di atas diharapkan akan meningkatkan produktivitas pegawai pada era digital, walaupun tidak dipungkiri kebijakan ini merupakan salah satu respon terhadap kebijakan efisiensi anggaran seperti tertuang pada Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Dengan ketidakhadiran pegawai selama dua hari dari lima hari kerja, diharapkan ada efisiensi anggaran dari penggunaan listrik, air, dan biaya operasional kantor lainnya.
Sementara itu Kementerian PANRB sendiri memberikan pernyataan bahwa penerapan FWA ini dapat dilakukan sesuai aturan pada Perpres Nomor 23 Tahun 2023 tentang Hari Kerja dan Jam Kerja Instansi Pemerintah dan Pegawai ASN. Pengaturan lebih lanjut pada instansi pemerintah diserahkan kepada para Pejabat Pembina Kepegawaian masing-masing (menteri, kepala lembaga, gubernur, bupati, atau wali kota), setelah diidentifikasi jenis pekerjaan apa yang dapat dilakukan secara fleksibel waktu dan/atau tempat.
ADVERTISEMENT
Ketika penulis dihubungi beberapa wartawan untuk dimintai tanggapan terkait kebijakan FWA dengan WFA di dalamnya, penulis memberikan tanggapan bahwa di tempat penulis bekerja belum ada wacana penerapan kebijakan di atas. Setiap kebijakan publik, tentu mesti dikaji landasan hukum dan juga konteks penerapannya, yaitu adakah alasan sosiologis yang menjadi latar belakang.
FWA dalam bentuk working from home (WFH) pernah diterapkan secara masif saat dunia, tidak terkecuali Indonesia, mengalami bencana Covid-19. Dengan alasan membatasi penularan virus Covid-19, para pegawai diatur bekerja dari rumah. Bahkan saat itu lahir pula pendekatan belajar dari rumah (e-learning) bagi para peserta didik. Kali ini efisiensi anggaran pada pemerintahan menjadi modus diterapkannya WFA, tentu WFH jadi salah satu pilihan. Bagi para pegawai yang bekerja di Jakarta, WFA meningkatkan kesejahteraan karena tidak perlu mengeluarkan ongkos perjalanan kantor dan juga tidak perlu menghabiskan waktu 3-5 jam untuk waktu perjalanan. Bagi kantor terjadi efisiensi biaya operasional kantor sebagaimana disebutkan di atas. Ini ada contoh konteks penerapan WFA dengan latar belakang sosiologis yang nyata. Oleh karenanya instansi pemerintah, termasuk pemda, mesti melakukan analisa mendalam sebelum memberlakukan FWA.
Fleaxible Working Arrangement: Makna dan Contohnya
ADVERTISEMENT
Workplace Flexibility 2010, Georgetown University Law Center, menyebutkan definisi dari FWA sebagai berikut any one of a spectrum of work structures that alters the time and/or place that work gets done on a regular basis. Untuk menyelesaikan satu pekerjaan dimungkinkan pengaturan yang menyangkut waktu dan/atau tempat bekerja. Jadi fleksibilitas diberikan pada waktu dan/atau tempat menyelesaikan satu pekerjaan.
Fleksibilitas dapat berlaku pada salah satu pengaturan berikut. Pertama, pada penjadwalan jam kerja, misalnya pada flesibel memulai dan mengakhiri jam kerja, pemadatan jam kerja dalam sepekan (sehingga hari kerja berkurang), juga pengaturan shift kerja dan juga jam istirahat yang berbeda. Kedua, jumlah jam kerja, yaitu dengan pengaturan kerja paruh waktu (part time) dan berbagi pekerjaan (job shares). Ketiga, pada tempat kerja, misalnya dari rumah atau dari tempat lain (kantor cabang, common workspace, dll).
ADVERTISEMENT
Jadi FWA ini memiliki variasi yang luas. Hal penting yang patut diperhatikan adalah ada jenis pekerjaan yang dapat dilakukan secara fleksibel dan ada yang tidak dapat atau sulit dilakukan. Mereka yang bekerja pada perumusan bahan kebijakan, pelayanan yang telah dilakukan secara digital, konsultasi yang dapat dilakukan secara virtual (online), menjadi bagian yang dapat dilakukan secara fleksibel waktu dan tempat. Syaratnya adalah adanya komitmen dari pegawai bahwa selama jam kerja yang ditentukan siap melaksanakan pelayanan yang mesti dikerjakan. Juga kesiapan peralatan komunikasi secara digital menjadi faktor krusial. Dan terakhir, komunikasi dan target kinerja antara pegawai dengan atasan atau supervisor-nya mesti ditetapkan dan berjalan dengan baik.
Sementara itu beberapa pekerjaan yang secara umum mesti dikerjakan secara onsite, tentu saja belum dalam dilakukan secara fleksibel. Contoh pekerjaan ini misalkan pembangunan infrastruktur (pemeliharaan drainase, jalan, trotoar), kebersihan lingkungan (contohnya penyapuan sampah dedaunan di perkotaan), pelayanan publik langsung di mana masyarakat belum siap dalam literasi digital atau sarpras digital, dan pengaturan lalu lintas (terutama masih banyak kemacetan dan rendahnya kedisiplinan pengguna jalan raya).
ADVERTISEMENT
FWA tentu menyisakan kebijakan ikutannya, misalnya pada aspek penggajian, tunjangan, serta jaminan lainnya. Apakah mereka yang memperoleh kesempatan FWA sama benefits yang diterima dengan mereka yang mesti bekerja di lapangan? Bagaimana mengukur beban kerja dan juga risiko kerjanya?
Kajian tentang penerapan FWA menjadi tantangan menarik bagi para pegiat manajemen manusia (people management). Sekali lagi para pegiat ini, khususnya dalam manajemen pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), ditantang untuk melahirkan kebijakan yang matang terkait FWA. Prinsip utamanya, pelayanan publik mesti terus ditingkatkan dalam proses efisiensi kerja melalui digitalisasi pekerjaan dan para pegawai dapat berkinerja lebih tinggi di dalamnya.