Konten dari Pengguna

WFH dari 'Terpaksa' Menuju Pola Kerja Baru

Adi Junjunan Mustafa
Bekerja pada Deputi Bidang SDM Aparatur, KemenPANRB. Wakil Ketua Umum IABIE Bidang SDM dan Pemerintahan. Penulis buku Energi Cinta untuk Keluarga.
10 Juni 2020 14:37 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adi Junjunan Mustafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Work From Home. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Work From Home. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Sepanjang masa pandemi Covid-19 ini bekerja dari rumah atau working from home (WFH) menjadi kebijakan untuk para beberapa jenis pekerjaan pemerintah dan beberapa sektor swasta. Tujuan penerapan WFH ini adalah untuk mengurangi risiko penularan atau tertular virus corona yang mewabah secara global pada tahun 2019 ini. WFH kali ini bisa dikatakan WFH yang dipaksakan, karena satu kondisi luar biasa.
ADVERTISEMENT
Secara masif WFH ditandai dengan penyelenggaraan rapat, FGD, seminar berbasis web (webinar), dan pertemuan lain dengan menggunakan fasilitas perangkat lunak yang dilengkapi kemampuan pertukaran suara dan gambar atau audio visual. Awalnya rapat online ini dirasakan aneh. Lama kelamaan orang mulai nyaman dengan pertemuan virtual ini. Pemanfaatan fasilitas berbagi tayangan atau paparan dengan screen-share semakin umum dilakukan. Etika mematikan suara ketika ada seseorang sedang berbicara juga semakin dipahami, sehingga suara-suara yang mengganggu atau noise dapat diminimalisir.
Sementara itu di lingkungan pemerintah, instansi yang menerapkan WFH mulai berbenah dan menata cara memantau para pegawainya yang bekerja dari rumah. Sebagai catatan, untuk beberapa jenis pekerjaan, tetap berlaku bekerja di kantor atau work from office (WFO). Pembenahan ini mulai dari sistem pengisian kehadiran atau presensi online yang dilengkapi dengan deteksi lokasi pegawai, serta dilengkapi swafoto atau selfie pegawai. Ini untuk memastikan bahwa benar pegawai tersebut bekerja di rumahnya.
ADVERTISEMENT
Pada beberapa instansi pegawai mesti melakukan presensi empat kali dalam sehari, misalnya sebelum jam 7:30, sekitar jam 10-an, sekitar jam 13-an, dan setelah jam 16:00. Pegawai yang melakukan WFH pada prinsipnya harus siap dikontak oleh atasannya setiap saat pada jam kerja. Fasilitas chatting seperti Whatsapp paling banyak digunakan untuk monitoring atasan terhadap para stafnya, baik perseorangan ataupun dalam grup pegawai. Secara rutin seorang atasan juga mengundang para pegawainya dalam pertemuan virtual untuk kegiatan monitoring dan evaluasi pekerjaan.
Singkat cerita, dengan pengalaman dua bulan lebih WFH, banyak pegiat manajemen sumberdaya manusia (SDM) merasa yakin bahwa WFH, rapat koordinasi, webinar, dan praktik lainnya berbasis teknologi informasi dan komunikasi akan menjadi bagian dari the new normal setelah kita lepas dari pandemi.
ADVERTISEMENT
WFH Cara Kerja Era Digital
WFH sebenarnya bagian dari fleksibilitas dalam pengaturan kerja atau flexible work arrangement (FWA). Fleksibilitas ini pada prinsipnya mencakup aspek waktu dan tempat. Seorang pegawai dalam menyelesaikan target kinerjanya dapat memilih skema waktu bekerja dan juga dari mana mereka bekerja menyelesaikan tugasnya sesuai waktu yang disepakati. Skema ini banyak dimanfaatkan pegawai yang ingin menyeimbangkan pekerjaan profesi dengan tugasnya di rumah dan kehidupan secara luas. Para pegiat manajemen SDM mulai menghargai work-life balance dalam pengelolaan pegawai.
Untuk mengambil contoh praktis, kolega dari Australian Public Service Commission, menyampaikan bahwa FWA sangat membantu pegawai mereka yang memiliki anak masih pada usia balita atau pegawai yang harus mengurus orang tuanya yang sudah sepuh. Bagi pegawai yang berusia di atas lima puluh tahun dan harus menempuh perjalanan relatif jauh dari rumah ke tempat kerjanya FWA juga menjadi pilihan menarik. Seorang pegawai memiliki hak untuk mengajukan pengaturan kerja fleksibel. Atasan dan pihak manajemen SDM kemudian melakukan dialog, memberikan pertimbangan dari sudut pandang institusi, dan akhirnya bersama menyepakati skema optimal bagi institusi dan pegawai.
ADVERTISEMENT
Bekerja dari rumah secara umum dibolehkan pada pertengahan hari kerja, misalnya hari Rabu dan Kamis. Ini untuk tetap menjaga keseimbangan, mood, serta ritme kerja. Jika WFH dipilih pada hari Senin atau Jumat, maka ada kecenderungan pegawai menunda pekerjaan, karena merasa memiliki waktu yang panjang di rumah.
Beberapa perusahaan terkemuka di dunia, seperti Microsoft, telah mengeluarkan protokol khusus WFH di era pandemi ini. Mereka menyusun pedoman untuk tetap menjaga pegawai tetap sehat dan nyaman bekerja dari rumah, termasuk bagaimana melakukan pengaturan tempat kerja yang baik di rumah. Juga menjadi perhatian pihak manajemen, bagaimana pegawai secara seimbang dapat membagi pekerjaan, urusan rumah, anak-anak, dan tentunya kesehatan diri pegawai.
Kondisi kerja di rumah sebenarnya telah diantisipasi sebelumnya seiring era digital yang ditandai perubahan cepat, ketidakpastian, rumit, dan ambigu. Banyak pekerjaan tidak lagi diperlukan, otomasi dilakukan pada banyak pekerjaan, serta perubahan demografi pekerja. Untuk faktor terakhir ditandai dengan hadirnya generasi millennial yang memiliki tuntutan kenyamanan kerja yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Pada masa depan, tempat dan kondisi kerja akan mengarah pada kenyamanan kerja para pegawai. Apalagi kalau ini dikaitkan dengan bagaimana institusi dapat mempertahankan talenta terbaiknya, agar jangan pergi dari institusi atau perusahaan saat ini, maka FWA jadi bagian penting manajemen talenta.
ADVERTISEMENT
Pihak institusi pun mendapatkan beberapa keuntungan dari penerapan FWA, di antara penghematan biaya umum perkantoran seperti sewa ruang kerja, listrik, air, dan lainya. Mereka juga mendapati para pegawai yang biasanya pulang-pergi ke kantor dan kelelahan, ternyata lebih produktif dan lebih berbahagia, serta meningkat keterikatan atau engagement-nya dengan pekerjaan. Ini tentu dapat terwujud dengan adanya saling mempercayai antara pegawai dengan atasannya dan dengan para pucuk pimpinan, termasuk penanggung jawab SDM di dalamnya.
Bagaimana Penerapan di Indonesia?
Pengaturan kerja yang fleksibel ini di negara maju sudah banyak diterapkan pada sektor swasta dan sektor publik. Di Indonesia beberapa perusahaan swasta multi-nasional sudah menerapkannya. Sementara itu di sektor publik, beberapa kajian telah dilakukan untuk penerapan FWA pada beberapa jenis pekerjaan yang memang tidak memerlukan kehadiran para pegawainya di kantor setiap hari.
ADVERTISEMENT
Penerapan WFH dalam kerangka fleksibilitas kerja akan berjalan dengan sukses apabila, sekali lagi, terdapat mutual-trust antara pegawai dengan pihak manajemen. Pihak manajemen secara transparan dan partisipatif menetapkan target kinerja dengan pegawai. Di sisi lain pegawai berkomitmen kuat untuk menyelesaikan target-target pekerjaan sesuai kualitas yang diharapkan dan tepat waktu. Pegawai juga mesti selalu siap dan mudah dikontak oleh atasan atau jajaran pimpinan terkait pada jam kerja. Untuk itu pihak manajemen SDM dan kinerja organisasi mesti melengkapi berbagai sistem informasi yang mudah dan nyaman sebagai sarana pelaporan dan monitoring pegawai.
Faktor lain yang menjadi penunjang utama adalah ketersediaan sarana dan prasarana kerja yang baik. Tempat duduk, meja, dan fasilitas komputer yang terhubung dengan sambungan internet merupakan kebutuhan vital. Jadi investasi untuk sarana teknologi informasi dan komunikasi ini mesti dilakukan.
ADVERTISEMENT
Peraturan yang andal pada manajemen kinerja pada sektor publik sudah mulai terbangun. Begitu juga kebijakan terkait sistem pemerintahan berbasis elektronik menjadi prioritas kerja pemerintah. Dipadukan dengan pengelolaan SDM dalam manajemen talenta yang terintegrasi berbasis teknologi informasi, kita siap menyongsong pola kerja baru pada kondisi normal nanti. Dan WFH salah satunya!
Adi Junjunan Mustafa Analis Kebijakan Ahli Madya pada Deputi SDM Aparatur, KemenPANRB, Wakil Ketua IABIE Bidang SDM dan Pemerintahan