Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
DJ Una, Saweran, dan Pertunjukan Candoleng-doleng yang Pernah Eksis di Sulsel
8 Maret 2022 12:21 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sapriadi Pallawalino tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Bukan dentuman musiknya yang menjadi sorotan, tetapi aksi saweran yang dilakukan sejumlah pengunjung THM tersebut ke DJ Una dan teman-temannya di panggung.
Dalam sejumlah video yang beredar di media sosial, terlihat beberapa pengunjung memberi saweran ke DJ Una berupa uang yang ditaksir mencapai puluhan juta rupiah. Bahkan disebutkan, ada pula yang menyawer DJ Una dengan gelang emas.
Tentu saja, aksi saweran ini berbuntut. Bukan karena jumlah uangnya yang disebut-sebut mencapai Rp 84 juta, namun aksi DJ Una dan pengunjung di THM tersebut diduga telah melanggar protokol kesehatan di tengah pandemi COVID-19 yang belum usai.
Buntut viral di media sosial, polisi setempat bertindak. Mereka lalu menutup THM tempat DJ Una mentas.
ADVERTISEMENT
"Terima kasih informasinya ya, kami akan pelajari. Apakah betul kejadiannya di Sidrap atau di mana. Intinya dari pimpinan akan bertindak tegas apabila betul-betul terjadi," kata Kasi Humas Polres Sidrap Iptu Zakaria kepada kumparan, Sabtu (5/3).
Sebenarnya, jauh sebelum aksi saweran ke DJ Una viral di media sosial yang berbuntut dugaan pelanggaran terhadap protokol kesehatan, fenomena saweran serupa pernah terjadi di Kabupaten Sidrap dan beberapa daerah di Sulawesi Selatan beberapa tahun silam.
Namanya, candoleng-doleng. Aksi saweran ini bahkan bisa lebih vulgar. Sang biduanita lokal yang diiringi musik organ tunggal akan bergoyang secara erotis hingga membuka baju dan bra untuk menarik perhatian dan saweran dari penonton.
Bukan di THM, candoleng-doleng ini malah kerap dipertontonkan di acara hajatan, seperti pesta pernikahan. Biasanya, di atas pukul 22.00 WITA, saat tamu undangan mulai sepi, sejumlah orang dewasa, pemuda, dan remaja yang tak jarang di bawah pengaruh miras mulai menagih 'acara bebas' ke pemilik hajatan dan pemilik organ tunggal.
ADVERTISEMENT
Negosiasi pun terjadi. Pemilik hajatan akan mengizinkan jika salah satu dari penikmat musik candoleng-doleng tersebut bisa menjamin keamanan selama pertunjukan. Sebaliknya, sang pembetot organ tunggal sudah siap menyetel musik "Maggaregge" yang mengiringi beberapa biduanita melakukan pertunjukan candoleng-doleng.
Makin malam, pertunjukan pun semakin vulgar. Sang biduanita tanpa malu dan sungkan mulai membuka baju dan bra sambil bergoyang erotis demi saweran ratusan ribu dari penonton yang memang sedari tadi menunggu 'acara bebas' di setiap hajatan pernikahan tersebut.
Pertunjukan ini biasanya berakhir hingga pukul 01.00 WITA sesuai kesepakatan para penikmat candoleng-doleng, pemilik hajatan, dan organ tunggal. Tak jarang pula ada bentrok yang mewarnai.
Suatu waktu, penulis berbincang dengan operator organ tunggal terkait fenomena candoleng-doleng tersebut. Selain karena tuntutan, beberapa biduanita tersebut rela mempertontonkan anggota tubuhnya demi memenuhi kebutuhan.
ADVERTISEMENT
"Tahu lah, ongkos bedak dan kosmetik itu kan tidak murah. Sekali pentas dengan menyanyi tak cukup untuk biaya dandan mereka (sang biduanita), belum lagi untuk keperluan sehari-hari hingga pembeli pulsa," kata pria asal Kabupaten Sidrap yang sudah malang-melintang di pertunjukan organ tunggal di hajatan pernikahan, suatu ketika.
Lalu, bagaimana dengan pemberi saweran itu sendiri? Dari beberapa orang penikmat candoleng-doleng yang pernah penulis temui, mereka beralasan bahwa ada kepuasan tersendiri. Mereka juga sepertinya hafal betul jadwal pertunjukan candoleng-doleng hingga rela keluar daerah.
Seiring waktu, aksi candoleng-doleng ini pun kemudian meredup setelah mendapat kecaman sejumlah pihak karena bertentangan dengan norma sosial, adat, dan agama.
Toh, di beberapa kesempatan, aksi candoleng-candoleng kadang masih terjadi di sebuah hajatan pernikahan di Sulsel.
ADVERTISEMENT
Jadi, masih adakah acara bebas malang ini?
-------------------------
*NB : Malam dalam logat Bugis-Makassar kadang dilafalkan jadi 'malang'. Pelafalan -ng ini juga dikenal dengan istilah Okkots di Sulsel.