Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pawang Hujan, Apa Benar Punya Kekuatan Mengendalikan Turunnya Hujan?
21 Maret 2022 11:56 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sapriadi Pallawalino tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Ajang MotoGP Seri 2 yang dihelat untuk pertama kalinya di Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), sukses digelar, Minggu (20/3/2022).
ADVERTISEMENT
Di lintasan basah yang sempat diguyur hujan lebat itu, pebalap Red Bull KTM Factory Racing, Miguel Oliveira, mencatatkan sejarah sebagai pebalap pertama yang menjuarai seri MotoGP di Sirkuit Mandalika.
Pebalap asal Portugal tersebut mengungguli juara MotoGP 2021, Fabio Quartararo, yang menduduki podium kedua serta pebalap Ducati, Johann Zarco, di podium ketiga.
Bisa dibilang, jalannya balapan yang dipersingkat menjadi 20 lap itu datar-datar saja. Absennya Marc Marquez setelah mengalami crash dan sempat dilarikan ke rumah sakit sedikit mengurangi greget balapan di Sirkuit Mandalika.
Hanya ada bumbu aksi Fabio Quartararo yang berusaha mengejar podium kedua setelah sempat tercecer di urutan ketujuh di awal-awal balapan.
Justru, aksi yang menarik bagi publik adalah kehadiran sosok seorang pawang hujan yang diketahui bernama Rara Isti Wulandari atau akrab disapa Mbak Rara.
ADVERTISEMENT
Saat balapan MotoGP terpaksa diundur dari jadwal semula karena hujan, perempuan asal Bali itu berkesempatan unjuk aksi dengan melakukan ritual yang diyakini bisa meredakan bahkan mengendalikan turunnya hujan.
Tentu saja, ritual ini cukup menarik perhatian. Ada yang pro dan menganggap itu sebagai sebuah hiburan hingga kearifan lokal, ada pula yang kontra dengan menyebut kehadiran pawang hujan di ajang level internasional sekelas MotoGP sebagai hal yang memalukan. Pebalap Yamaha, Fabio Quartararo, bahkan sempat terekam kamera menirukan ritual yang dilakukan Mbak Rara.
Percaya nggak percaya, hujan pun reda sesaat kemudian hingga balapan selesai digelar. Akun media sosial MotoGP yang mengunggah rekaman ritual yang dilakukan Mbak Rara pun takjub dan mengapresiasi usaha sang pawang hujan dengan unggahan "It Worked".
ADVERTISEMENT
Lalu, apakah memang seorang pawang hujan mempunyai kekuatan untuk mengendalikan turunnya hujan? Anda boleh percaya, boleh tidak.
Sebelum viral aksi Mbak Rara di ajang MotoGP Mandalika, masyarakat di beberapa daerah meyakini sosok pawang hujan memiliki kekuatan untuk mengendalikan turunnya hujan. Keberadaan pawang hujan bahkan menjadi kearifan lokal suatu daerah dan sudah ada sejak dulu.
Di Sulsel, pawang hujan dikenal dengan sebutan pappanini bosi. Dalam bahasa Bugis, pappanini berarti orang yang bisa memindahkan atau menggeser dan bosi berarti hujan.
Jasa pappanini bosi ini biasanya digunakan pada hajatan pesta pernikahan. Di kampung-kampung di Sulsel dan Sulbar, warga masih lazim menggelar pesta pernikahan di tanah lapang dengan menggunakan tenda besar.
Kerap kali, sang pawang hujan dianggap berhasil melaksanakan tugasnya. Cuaca yang sebelumnya sering mendung dan turun hujan, berubah menjadi cerah di hari pesta pernikahan. Menariknya, saat kita menengadah ke langit, kadang terlihat awan tebal dan hitam menggantung di daerah lain.
ADVERTISEMENT
"Jadi bukan mencegah turunnya hujan, tapi mappanini bosi itu memindahkan turunnya hujan ke daerah lain," kata salah seorang tetua masyarakat ihwal cara kerja sang pawang hujan, pada suatu kesempatan.
Lalu, apakah selamanya pawang hujan ini berhasil menunaikan tugasnya? Tidak juga. Kadang pula ada pawang hujan yang gagal total dalam menghentikan turunnya hujan.
Suatu waktu, warga di kampungku di Kabupaten Wajo hendak melaksanakan turnamen sepak bola. Karena musim hujan, panitia pun memanggil seorang pawang hujan untuk mengawal acara pembukaan yang sedianya dihadiri pejabat penting di daerah kami.
Saat hari pembukaan turnamen sepak bola tiba, cuaca di pagi hari hingga siang hari lumayan cerah. Pembukaan turnamen itu dijadwalkan pukul 15.00 WITA. Panitia pelaksana pun memastikan kesiapan sang pawang hujan yang mulai melakukan ritualnya di salah satu tiang gawang.
ADVERTISEMENT
Menjelang pukul 15.00 WITA, langit mulai gelap dan awan hitam mulai nampak. Lalu, hujan turun dengan derasnya di kala persiapan pembukaan turnamen sepak bola tersebut sudah hendak dimulai.
Sejam hingga dua jam, hujan belum juga menunjukkan tanda-tanda mereda. Pembukaan turnamen sepak bola hari itu pun dibatalkan.
Dari tribun lapangan, saya memerhatikan sang pawang hujan yang masih bertahan di salah satu tiang gawang, berdiri sambil mengangkat kedua tangan di tengah hujan sembari tampak merapal mantra.
Lalu, salah seorang teman saya nyeletuk, "Sudahlah, ayo kita pulang. Pawangnya gagal mengendalikan hujan."