Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Mendalami Sastra Populer Harus Menjadi Pembaca Bijak
23 Maret 2022 15:17 WIB
Tulisan dari Adila Sekar Ayuningtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pekan lalu, pada hari Senin (07/03/2022) materi Sastra Populer yang diampu oleh Ibu Ulfah Julianti, S.S., M.Pd. sudah masuk ke pertemuan kedua untuk mata kuliah semester 8 di Universitas Pamulang. Ibu Ulfah, yang juga seorang Pustakawan di SMAN 6 Tangsel, menjelaskan mengenai bagaimana sejarah munculnya sastra populer di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam penjelasannya ibu Ulfah menuturkan bahwa munculnya karya sastra populer di Indonesia salah satunya dikarenakan oleh faktor penjajahan yang membuat ideologi-ideologi banyak barat masuk ke Indonesia.
”Sastra populer itu karya sastra yang isinya mengandung banyak sekali pengaruh dari luar dan sudah ada pencampuran ideologi dari barat. Salah satu sebabnya karena indonesia dijajah lama oleh Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang sehingga pada saat itu banyak sekali ideologi-ideologi yang masuk ke Indonesia. Selanjutnya para penulis pada zaman tersebut merekam dan mencatat sejarah yang terjadi pada saat itu dalam bentuk sebuah karya sastra,” jelas Ibu Ulfah.
Sebelumnya bisa kita temukan bahwa karya sastra hanya memuat hal hal klasik seperti perjodohan, budaya Indonesia, narasi nasionalisme, perjuangan, atau narasi semangat menggelora. Namun, pada saat ini banyak kita temukan karya sastra yang bahasannya lebih modern dan lebih baru seperti percintaan muda-mudi, pergaulan bebas, perselingkuhan, kesehatan atau penyakit namun dalam bacaan yang ringan.
ADVERTISEMENT
Karya sastra yang ada pada saat ini bertujuan lebih untuk mengikuti selera pembaca, dan bertujuan untuk menjadi hiburan dan menghilangkan kejenuhan contohnya seperti kisah Lupus yang terkenal sekitar tahun 1986 pada saat terbitannya yang pertama. Jika kita bertanya kepada generasi saat ini mengenai buku Lupus tersebut, kemungkinan banyak yang tidak mengetahuinya karena memang sastra populer bersifat tidak tahan lama atau hanya viral pada masanya.
Ibu Ulfah menambahkan dalam penjelasannya bahwa, “Sastra populer ditulis memang untuk sekedar hiburan selain berisi pesan yang memang sudah pasti. Karena orang suka dengan bacaan baru, bacaan yang menghibur, tetapi disamping itu para penulisnya juga memasukkan kisah-kisah atau kejadian yang terjadi pada saat itu. Boleh dibilang sebagai rekaman sejarah atau rekaman sebuah peristiwa.”
ADVERTISEMENT
Ibu Ulfah mengambil contoh salah satu karya sastra populer yaitu novel Dilan karya Pidi Baiq yang pernah viral pada masanya di tahun 2018. Jika kita melihat ke dalam ceritanya, ada beberapa ideologi-ideologi barat yang masuk seperti kisah cinta anak muda, pergaulan remaja yang bebas, sikap berani kepada orangtua dan guru, dan juga bahasanya yang ringan sehingga bisa menjadi hiburan bagi pembaca.
Dikarenakan banyak masuknya ideologi barat ke dalam karya sastra karena pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi, pembaca dihimbau untuk bijak dalam menyerap informasi dan cerita yang disajikan karena ideologi yang ada pada cerita karya sastra tersebut bisa jadi tidak cocok dengan budaya Indonesia. “Yang namanya karya sastra jika dilihat dari sudut pandang positif, yang akan kita dapat adalah hal yang positif. Begitu sebaliknya, jika lihat dari sudut pandang negatif maka yang akan kita dapat adalah hal yang negatif.”
ADVERTISEMENT
Ibu Ulfah memberikan contoh lain dengan novel novel karya salah satu penulis terkenal Eka Kurniawan. “Novel-novel karya Eka misalnya. Kebanyakan novel Eka isinya membahas mengenai seks apalagi yang judulnya Cantik itu Luka, tetapi apakah fokusnya hanya kepada seks saja? Tentu saja tidak. Jika kita memandang dari segi negatif tentu yang akan kita dapat hanya seputar hal tersebut. Tetapi ada yang lebih penting, yaitu kepada nilai yang terkandung di dalamnya. Kepada isu yang terkandung di dalam cerita yang ditulis oleh Eka.”
“Jadi pembaca harus bijak. Harus pintar dalam membaca. Jika masih sekolah harus dalam pengawasan orangtua karena anak anak belum tahu maksud dari Eka menulis itu, yang mereka tangkap hanya seks saja,” tutup Ibu Ulfah dalam penjelasannya.
ADVERTISEMENT
Ditulis Oleh : Adila Sekar Ayuningtyas, Mahasiswi Universitas Pamulang Prodi Sastra Indonesia
Dosen Pengampu : Deni Darmawan, S.Sos., M.Pd.I, Dosen Universitas Pamulang