Konten dari Pengguna

Keajaiban Birokrasi : Bagaimana Berpikir dengan Lebih Tertata?

Adinda Azkia Putri Luqmana
Mahasiswi Psikologi Universitas Brawijaya
29 Mei 2024 19:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adinda Azkia Putri Luqmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dewasa ini, informasi sangat berkembang pesat, semakin baru, dan semakin banyak juga yang harus diproses oleh otak kita. Otak kita tentunya memiliki kapasitas terbatas untuk menyimpan semua informasi tersebut. Jika ada informasi baru yang menjadi fokus perhatian dan diproses oleh otak, maka informasi lama yang tidak terlalu penting akan berangsur menghilang. Padahal datangnya informasi baru bukan berarti informasi lama ingin kita lupakan bukan? Nah, cara ampuh yang bisa membantu kita untuk tetap menyimpan semua informasi dan dapat berpikir dengan lebih tertata adalah dengan menggunakan media lain yang kita jadikan sebagai otak kedua.
ADVERTISEMENT

Apa sih otak kedua itu?

ilustrasi pengorganisasian informasi dalam platform digital. source : iStock
Eits, sebelumnya perlu diketahui bahwa otak kedua yang akan dibahas kali ini hanyalah sebuah umpama belaka. Jika secara teoritis otak kedua adalah sebuah sistem saraf dalam pencernaan, dalam istilah populer saat ini otak kedua lebih dikenal untuk mengungkapkan sebuah media di luar otak kita yang digunakan untuk menyimpan informasi dan membantu manusia agar informasi tersebut tidak cepat menghilang. Contoh dari otak kedua yang biasa digunakan oleh masyarakat zaman sekarang adalah platform berbasis digital, seperti Notion, Google Calendar, Notes, dan masih banyak lagi. Melalui platform-platform ini, kita bisa mengorganisasi hidup kita dengan menyalin apa yang ada dalam otak kita ke dalam aplikasi tersebut agar lebih tertata dan tidak mudah hilang.
ADVERTISEMENT
Platform yang dijadikan otak kedua ini biasa digunakan murid sekolah, mahasiswa, hingga orang yang sudah bekerja dalam mengorganisasi tugas, mencatat materi, dan juga sebagai pengingat deadline atau hari-hari penting. Tujuan utama menggunakan otak kedua ini adalah agar kita dapat berpikir dengan lebih tertata dalam mengorganisasi informasi yang ada dalam otak kita. Terutama untuk membedakan mana yang penting untuk diingat dan mana yang kurang penting.

Bagaimana berpikir dengan lebih tertata?

ilustrasi menata informasi. source : iStock
Memilih media lain untuk mengorganisir informasi yang ada di otak kita sudah dilakukan sejak dahulu. Pada rentang tahun antara 3000 SM dan 2500 SM, terdapat perubahan aksara yang sebelumnya aksara parsial menjadi aksara penuh pada masyarakat Mesopotamia. Dari situ lah masyarakat mulai memikirkan bagaimana perpindahan antar aksara tersebut dapat dilakukan dengan tetap terorganisir dan menghindari kemungkinan data-data akan hilang. Ada beberapa kebudayaan terdahulu yang memiliki peran besar dalam proses perpindahan aksara tersebut. Seperti dari Sumer, Mesir zaman firaun, Tiongkok kuno dan Imperium inka yang mengembangkan teknik-teknik bagus dalam pengarsipan, penyusunan, dan penarikan kembali catatan tertulis. Kebudayaan-kebudayaan tersebut juga yang akhirnya menyelenggarakan pelatihan melalui pendirian sekolah untuk juru tulis, penjaga perpustakaan, dan akuntan. Pembentukan sekolah ini sebagai salah satu upaya agar birokrasi dalam pengarsipan data lebih terstruktur.
ADVERTISEMENT
Dari sini kita bisa melihat bahwa penggunaan “otak kedua” sebagai media lain untuk mengorganisir informasi di otak kita dan diikuti oleh birokrasi yang jelas, maka kita dapat berpikir dengan lebih tertata. Saat kita dapat berpikir lebih tertata, tentunya hidup kita akan lebih mudah karena informasi sudah terurut dengan jelas.

Referensi

Harari, Y. N. (2015). Sapiens: A Brief History of Humankind. New York, NY: HarperCollins.