Konten dari Pengguna

BPJS sebagai Syarat Layanan Publik: Antara Keharusan dan Beban

Aisyah Adinda Putri
Saya seorang mahasiswa semester 3 program studi ilmu administrasi negara di Universitas Negeri Surabaya
29 Oktober 2024 21:24 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aisyah Adinda Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
keresahan warga terhadap pelayanan publik yang semakin sulit (Sumber: pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
keresahan warga terhadap pelayanan publik yang semakin sulit (Sumber: pribadi)
ADVERTISEMENT
Sistem jaminan sosial Indonesia terdiri dari dua pilar penting, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Keberadaan BPJS saat ini tidak hanya terbatas pada layanan kesehatan dan ketenagakerjaan, seiring dengan perkembangan zaman dan kompleksitas kebutuhan masyarakat. Sekarang ini, banyak organisasi pemerintah dan swasta yang mengharuskan pelayanan publik harus mempunyai kartu kepesertaan BPJS. Misalnya, selama proses pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), Surat Izin Mengemudi (SIM), dan jenis perizinan lainnya.
ADVERTISEMENT
Menurut pengalaman saya saat mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) beberapa waktu lalu, sekarang diperlukan kartu BPJS Kesehatan yang aktif untuk memenuhi persyaratan yang semula dianggap mudah. Pengalaman saya mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) di Polres Nganjuk menunjukkan kesulitan yang dihadapi masyarakat. Saya tidak pernah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan pada awalnya, tetapi untuk mengurus SKCK, saya harus memiliki kartu BPJS terlebih dahulu. Proses pendaftaran yang panjang dan rumit membuat saya harus mengantri berjam-jam di kantor cabang BPJS. Yang lebih mengejutkan lagi, setelah saya mendaftar, saya diberitahu bahwa tagihan bulanan BPJS harus segera dibayarkan, meskipun saya belum pernah menikmati layanan kesehatan dari BPJS. Tentu saja, beban finansial yang tidak terduga ini sangat memberatkan, terutama bagi orang-orang dengan sumber daya ekonomi yang terbatas.
ADVERTISEMENT
Masyarakat merespons kebijakan ini dengan berbagai cara. Di satu sisi, orang menganggap menjadikan BPJS sebagai syarat untuk layanan publik adalah langkah positif yang dapat mendorong orang untuk berpartisipasi dalam program jaminan sosial. Di sisi lain, ada orang yang percaya bahwa kebijakan ini dapat menyebabkan diskriminasi dan memperberat orang-orang yang kurang mampu untuk mendapatkan layanan publik. Salah satu alasan untuk mendukung penggunaan BPJS sebagai syarat pelayanan publik adalah untuk memperkuat sistem jaminan sosial di Indonesia. Dengan menjadikan kepesertaan BPJS sebagai syarat, diharapkan orang lebih termotivasi untuk mendaftar dan berpartisipasi dalam program jaminan sosial, yang dapat meningkatkan cakupan perlindungan kesehatan dan ketenagakerjaan serta mengurangi tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan layanan kesehatan dan perlindungan sosial.
ADVERTISEMENT
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan sosial adalah salah satu alasan utama pengenalan kebijakan ini. Dengan menjadikan BPJS sebagai syarat, diharapkan semakin banyak orang yang berpartisipasi dalam program jaminan sosial. Kesadaran ini sangat penting mengingat banyaknya orang yang belum mendaftar atau mengaktifkan BPJS mereka. Dalam hal ini, BPJS berfungsi sebagai alat untuk mendorong tanggung jawab sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan individu, baik untuk diri mereka sendiri maupun masyarakat secara keseluruhan. Meskipun demikian, ada beberapa masalah yang perlu ditangani. Pertama, banyak orang masih menganggap BPJS hanya sebagai kewajiban administratif, tidak memahami benar apa yang mereka dapatkan dari berpartisipasi. Selain itu, layanan BPJS masih dianggap negatif, terutama karena antrean yang panjang dan layanan buruk di berbagai fasilitas kesehatan. Akibatnya, sangat penting bagi pemerintah dan BPJS untuk memberikan edukasi yang lebih komprehensif dan terbuka.
ADVERTISEMENT
Kedua, ada kemungkinan bahwa penerapan kebijakan ini dapat menyebabkan diskriminasi. Orang-orang yang kurang mampu, terutama mereka yang tidak memiliki akses ke sumber daya dan informasi yang diperlukan untuk mendaftar di BPJS, akan dirugikan. Ini pasti bertentangan dengan prinsip keadilan sosial yang harus menjadi prioritas utama setiap kebijakan publik. Untuk memastikan bahwa setiap lapisan masyarakat, tanpa kecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan layanan publik, syarat BPJS harus diterapkan secara bersamaan. Pemerintah harus menyediakan program pendampingan bagi masyarakat yang kurang beruntung.
Selain itu, penting untuk memahami bahwa proses pelayanan publik, seperti pembuatan SKCK dan SIM, tidak hanya berfokus pada kepesertaan BPJS. Proses tersebut juga harus mempertimbangkan kemudahan dan kecepatan untuk masyarakat. Terlalu banyak persyaratan administrasi dapat menyebabkan birokrasi yang rumit dan menghambat akses masyarakat terhadap layanan yang mereka butuhkan. Untuk mencapai hal ini, pemerintah harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan ini dengan mempertimbangkan keuntungan dan efek yang ditimbulkannya bagi masyarakat luas.Selain itu, perlu diingat bahwa BPJS adalah program yang membutuhkan dukungan dari semua pihak, termasuk swasta. Jika kepesertaan BPJS menjadi syarat untuk berbagai transaksi publik, sektor swasta juga harus berpartisipasi dalam mendukung program ini melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) yang berfokus pada penyuluhan dan edukasi tentang manfaat jaminan sosial. Dengan demikian, BPJS dapat dianggap sebagai upaya kolektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, ada kekhawatiran bahwa menjadikan BPJS sebagai syarat pelayanan publik dapat memperumit akses masyarakat terhadap layanan yang seharusnya mudah diakses. Tidak semua warga negara memiliki kemampuan atau kesempatan untuk mendaftar BPJS, terutama mereka yang berasal dari kelompok ekonomi lemah atau tidak memiliki pekerjaan tetap. Hal ini dapat menyebabkan ketidakadilan dalam akses terhadap layanan publik yang seharusnya universal.
Di sisi lain juga, beberapa lembaga pemerintah juga harus mempertimbangkan seberapa efektif dan efisien mereka melayani masyarakat. Dalam proses pembuatan SKCK, SIM, dan layanan publik lainnya, penting untuk menekankan tidak hanya kepemilikan BPJS tetapi juga kemampuan teknis dan profesionalisme petugas. Untuk memastikan bahwa masyarakat dapat menerima layanan yang baik dan tidak tertekan oleh kondisi yang dianggap memberatkan, sistem pelayanan publik harus diperkuat. Selain itu, kebijakan ini seharusnya mendorong pemerintah untuk mengintegrasikan BPJS dengan sistem pelayanan publik yang lebih luas. Misalnya, ini dapat dicapai melalui penggunaan teknologi digital, yang akan memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi tentang layanan BPJS serta prosedur pembuatan dokumen publik lainnya. Penggunaan aplikasi mobile atau platform online dapat mempercepat layanan dan mengurangi antrean.
ADVERTISEMENT
Jadi, menjadikan BPJS sebagai syarat pelayanan publik di Indonesia adalah langkah yang memiliki potensi positif, tetapi juga memiliki tantangan. Edukasi, transparansi, dan kemudahan akses harus memastikan bahwa kebijakan ini diterapkan. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak menguntungkan setiap orang. Pemerintah, BPJS, dan masyarakat secara keseluruhan harus bekerja sama dan bekerja sama untuk mencapai tujuan program jaminan sosial. Agar BPJS dapat mendukung kesejahteraan sosial di Indonesia sebagaimana mestinya, diperlukan pendekatan yang holistik dan inklusif. Dalam konteks pelayanan publik, penerapan BPJS sebagai syarat adalah masalah yang rumit dengan berbagai konsekuensi. Meskipun tujuan untuk meningkatkan sistem jaminan sosial sangat penting, kita juga perlu memastikan bahwa semua lapisan masyarakat memiliki akses yang sama terhadap layanan publik. pemerintah dan pemangku kepentingan harus terus berbicara dengan masyarakat untuk memahami kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi. Dengan cara ini, kebijakan yang dibuat dapat memenuhi keinginan rakyat dan meningkatkan kesejahteraan bersama tanpa mengabaikan prinsip keadilan sosial.
ADVERTISEMENT