Konten dari Pengguna

Perawatan Paliatif atau Euthanasia: Mana yang Lebih Manusiawi untuk Meningitis?

Adinda Aulia
Mahasiswi yang sedang menempuh masa pendidikannya di Universitas Jember
18 November 2024 10:13 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adinda Aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image by jcomp on Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Image by jcomp on Freepik
ADVERTISEMENT
Meningitis adalah penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan rasa sakit mental dan fisik yang ekstrem. Pilihan pengobatan sering kali menjadi teka-teki yang sulit bagi seseorang yang menderita meningitis parah dan tidak dapat disembuhkan. Euthanasia dan perawatan paliatif adalah dua pendekatan yang sering menjadi pertimbangan. Namun, manakah yang lebih manusiawi untuk penderita meningitis?
ADVERTISEMENT
Meningitis menghadirkan teka-teki moral yang sulit berkaitan dengan kematian. Di satu sisi, euthanasia dapat dipandang sebagai tindakan penuh kasih yang mengakhiri penderitaan pasien. Sebaliknya, perawatan paliatif sangat menekankan pada nilai menghargai kehidupan manusia dan memberikan perawatan terbaik kepada pasien saat mereka mendekati ajal. Masalah “mana yang lebih manusiawi” muncul, memicu diskusi tentang nilai-nilai kemanusiaan, hak untuk hidup, dan kualitas hidup.
Perawatan paliatif berfokus pada pengendalian gejala, membantu meningkatkan kualitas hidup pasien meningitis dengan meredakan gejala fisik seperti sakit kepala, demam, mual, serta gejala neurologis akibat komplikasi. Selain dukungan fisik, perawatan paliatif juga memberikan bantuan psikologis bagi pasien dan keluarga melalui dukungan dari terapis dan konselor untuk mengatasi kecemasan dan ketidakberdayaan, serta membantu mereka dalam membuat keputusan perawatan.
ADVERTISEMENT
Pendekatan holistik dalam perawatan paliatif memperhatikan kebutuhan fisik, mental, sosial, dan spiritual pasien, dengan dukungan dari tim kesehatan yang beragam, termasuk ahli gizi, fisioterapis, dan pemuka agama. Keluarga berperan penting sebagai pengasuh utama dan pengambil keputusan ketika pasien tidak mampu, serta memberikan kenyamanan emosional, sehingga kualitas hidup pasien tetap terjaga menjelang akhir hayatnya.
Euthanasia adalah pengambilan nyawa seseorang secara sukarela atau tidak sukarela, biasanya dilakukan untuk meringankan penderitaan mereka akibat kondisi serius yang tidak dapat disembuhkan. Berdasarkan prosedur, euthanasia aktif (tindakan langsung, seperti pemberian obat mematikan) dan pasif (perhentian perawatan medis). Euthanasia berdasarkan persetujuan pasien dibedakan menjadi euthanasia sukarela (dilakukan dengan persetujuan pasien), non-sukarela (dilakukan tanpa persetujuan pasien karena pasien tidak sadarkan diri), dan involunteer (dilakukan di luar keinginan pasien) berdasarkan persetujuan pasien.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus meningitis, para pendukung euthanasia berpendapat bahwa eutanasia dapat meringankan rasa sakit pasien yang menyiksa dan menjunjung tinggi otonomi pasien untuk memilih kapan mengakhiri hidup mereka. Sebaliknya, para penentang euthanasia percaya bahwa euthanasia bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan khawatir akan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan, terutama di antara populasi yang rentan seperti orang tua atau disabilitas, yang akan merasa dipaksa untuk memilih euthanasia karena tekanan sosial atau keuangan. Kekhawatiran lain adalah bahwa teknik ini akan mengubah perspektif komunitas medis dan masyarakat tentang kehidupan yang tinggi.
Euthanasia masih diperdebatkan dari sudut pandang etika dan hukum. Di beberapa negara tertentu, termasuk Belgia dan Belgia, euthanasia sah menurut hukum di bawah pengawasan yang ketat, tetapi dilarang di banyak negara lainnya. Perselisihan ini mencakup berbagai aspek hukum, budaya, dan moral karena konflik utamanya mempertentangkan kewajiban moral untuk menyelamatkan nyawa dengan rasa hormat terhadap otonomi pasien.
ADVERTISEMENT
Perawatan medis sering kali menghadirkan dilema antara memperpanjang hidup dan mengurangi penderitaan, terutama bagi pasien dengan kondisi terminal. Meskipun kualitas hidup yang buruk dan penderitaan yang luar biasa, terdapat upaya-upaya yang dilakukan untuk memperpanjang hidup pasien. Sebaliknya, ada pembenaran untuk menawarkan perawatan yang berfokus pada kenyamanan, seperti perawatan paliatif yang menekankan pada pengurangan rasa nyeri dan peningkatan kualitas hidup pasien hingga akhir hayatnya, tanpa bertujuan untuk memperpanjang hidup.
Kewajiban tenaga medis untuk mempertahankan hidup dapat bersinggungan dengan hak pasien untuk menentukan nasib sendiri termasuk mengakhiri hidup mereka jika penderitaan mereka sudah tidak tertahankan. Karena banyak orang percaya bahwa hidup adalah anugerah yang harus dilindungi, pengaruh agama dan budaya juga berperan dalam berbagai keputusan ini. Menilai kemampuan kognitif pasien merupakan kesulitan lain terutama jika mereka memiliki gangguan fisik atau mental, karena hal ini akan menentukan apakah mereka dapat membuat penilaian yang logis tentang perawatan mereka.
ADVERTISEMENT
Tujuan dari kedua metode ini sama yaitu untuk mengurangi rasa sakit pasien. Ketika penderitaan pasien masih dapat dikendalikan dan kualitas hidup mereka ditingkatkan, perawatan paliatif menjadi semakin penting. Di sisi lain, euthanasia hanya dipertimbangkan ketika pasien secara sukarela memilihnya dan penderitaan mereka tidak lagi dapat ditangani. Selain penyakit dan pilihan pribadi pasien, faktor hukum, agama, dan budaya juga memainkan peran penting dalam memilih euthanasia atau perawatan paliatif. Oleh karena itu, apapun metode yang digunakan sangat penting untuk menghormati martabat pasien dan memastikan bahwa mereka didukung hingga akhir hayatnya.