Konten dari Pengguna

Pagi Bertakbir, Malam Bercerita

Adinda Dika Purwa Azharie
Mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi di Universitas Amikom Purwokerto yang saat ini sedang menjalani semester 4. Sedang mengikuti kegiatan organisasi KSR yaitu bidang kepalangmerahan
1 April 2025 16:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adinda Dika Purwa Azharie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Golden Hour saat Sholat Idul Fitri.
zoom-in-whitePerbesar
Golden Hour saat Sholat Idul Fitri.
ADVERTISEMENT
Suara takbir menggema, menyelinap ke setiap sudut kota. Cahaya golden hour menembus kaca masjid, menciptakan bayangan indah di lantai dua tempatku berdiri. Dari sini, hamparan jemaah terlihat rapi, memenuhi ruang ibadah dengan doa-doa yang khusyuk. Udara pagi terasa sejuk, membawa aroma khas Lebaran yang selalu kurindukan.
ADVERTISEMENT
Selesai Shalat Eid, kami pulang dengan perut yang sudah menagih santapan khas hari raya. Di meja makan, opor ayam, rendang, ketupat, dan sambal goreng tersaji menggoda. Suasana semakin hangat ketika semua berkumpul, berbagi cerita sambil menyantap hidangan yang hanya muncul setahun sekali ini.
Setelah makan, momen sakral berikutnya pun dimulai: maaf-maafan. Satu per satu, kami bersalaman, mengucapkan permohonan maaf dengan tulus. Ada yang tertawa, ada yang haru, dan ada yang diam-diam menyeka sudut matanya. Tak lama setelah itu, amplop-amplop berisi THR mulai berpindah tangan, menambah keceriaan di antara kami.
Siang menjelang, perjalanan pun dimulai. Mobil kecil berwarna merah yang berisi lima anggota keluarga melaju menuju Cilacap. Kami berkeliling, mengunjungi rumah saudara satu per satu. Setiap rumah menyambut dengan hangat, suguhan kue kering dan minuman dingin seakan menjadi standar penerimaan tamu. Saling berbagi THR, bertukar cerita, hingga mengikuti tren terbaru: Velocity, gerakan tangan yang kini menjadi tren di media sosial.
Kebersamaan penuh canda dalam silaturahmi.
Di salah satu rumah, kami bertemu dengan sesepuh keluarga yang sudah berusia 90 tahun. Meski pendengaran dan penglihatannya mulai menurun, semangat hidupnya masih membara. Ia bercerita tentang pengalaman yang membuat kami terdiam. "Aku sudah pernah mati," katanya, matanya menerawang jauh. "Dulu aku digotong banyak orang, dibawa ke alam lain, dan di sana aku ngobrol dengan mereka." Kami saling pandang, antara takjub dan penasaran. Ceritanya mengalir, membawa kami ke masa lalu ketika ia menjual kayu untuk membeli baju dan sepatu. Kini, di usianya yang hampir seabad, ia menghabiskan hari-harinya mencari keong di sawah dan memberi makan kambing peliharaannya. "Aku masih ingin panjang umur," katanya, senyumnya merekah, penuh ketenangan.
Obrolan Hangat di Tengah Kunjungan Silaturahmi.
Perjalanan berlanjut, rumah demi rumah kami datangi, gelak tawa tak henti terdengar. Hingga akhirnya, rasa lelah mulai merayap setelah berkunjung ke lebih dari sepuluh rumah. Namun, semua terbayar dengan kebersamaan yang tak tergantikan. Kami mengakhiri perjalanan dengan semangkuk bakso hangat yang disediakan tuan rumah terakhir. Suapan demi suapan, sambil berbagi cerita dan tawa, menjadi penutup manis dari rangkaian silaturahmi panjang hari itu.
ADVERTISEMENT
Di perjalanan pulang, hujan rintik-rintik mulai turun, membasahi jalanan yang sepi. Tapi suasana di dalam mobil tetap hangat. Kami bernyanyi bersama, mengikuti alunan lagu dari speaker dengan suara sumbang tapi penuh tawa. Lelah terasa lebih ringan, perjalanan terasa lebih singkat, dan momen ini menjadi penutup sempurna untuk hari yang penuh cerita.