Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pantaskah Disabilitas Dilecehkan?
4 Desember 2024 16:30 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Adinda Dwi Handayani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Namun, selain perempuan, masih banyak yang mendapatkan kekerasan di sosial media seperti LGBT, anak-anak, lansia, etnis dan minoritas serta yang lain.
Menurut data dari Kompas.com , kekerasan digital terhadap penyandang disabilitas terus meningkat di era teknologi. Kekerasan digital terhadap penyandang disabilitas mencakup berbagai bentuk, seperti perundungan online, eksploitasi data pribadi, dan diskriminasi media sosial.
Penyandang disabilitas sering menjadi korban kekerasan digital, baik dalam bentuk verbal maupun penyebaran hoaks.
Media sosial menjadi peluang atau kesempatan untuk menjalin komunikasi dan akses informasi yang lebih luas. Namun, di balik manfaat ini semua, terdapat penyalahgunaan, seperti menghadirkan kekerasan dan diskriminasi.
Hal ini terjadi juga pada kelompok disabilitas yang sering sekali menghadapi berbagai bentuk diskriminasi dan stigma di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Saat mereka mencoba untuk berinteraksi dan berbaur untuk mendamaikan atau menghibur diri dengan bermain sosial media justru mendapatkan kekerasan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan ini diantaranya yaitu:
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, fenomena kekerasan digital terhadap individu dengan disabilitas mulai menjadi perhatian, meskipun masih belum banyak dibahas secara luas. Penelitian menunjukkan bahwa banyak individu dengan disabilitas mengalami perlakuan tidak adil di media sosial, misalnya menjadi target bullying.
Kekerasan digital yang dialami individu dengan disabilitas dapat berdampak sangat buruk, baik secara fisik, mental, maupun sosial.
Kaum disabilitas sering kali mengalami berbagai bentuk intimidasi, pelecehan, atau bahkan penipuan di media sosial.
Contoh-contoh yang ada di sosial media tiktok, seperti beredarnya video atau gambar yang mengolok-olok kondisi fisik atau kemampuan disabilitas yang disertai dengan komentar yang merendahkan.
Kejadian-kejadian semacam ini tidak hanya menyakitkan secara emosional, tetapi juga dapat memicu stres, depresi, dan bahkan trauma yang berkepanjangan. Selain itu, kondisi ini juga dapat memperparah isolasi sosial yang telah dihadapi individu dengan disabilitas.
ADVERTISEMENT
Mereka akan merasa takut untuk berinteraksi di media sosial dan menarik diri dari lingkungan digital, padahal ruang digital seharusnya menjadi sarana untuk berekspresi, bersosialisasi, dan mengakses informasi.
Fenomena kekerasan digital ini pada akhirnya menghambat partisipasi dan perkembangan individu dengan disabilitas di ranah digital, yang seharusnya menjadi area yang inklusif dan mendukung bagi mereka.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penyandang disabilitas sering menjadi korban kekerasan digital, baik dalam bentuk verbal maupun penyebaran hoaks.
Pertama, budaya patriarki dan stigma sosial terhadap disabilitas yang masih kuat di masyarakat. Nilai-nilai patriarki yang memandang orang dengan disabilitas sebagai kaum yang lemah dan tidak berdaya, serta stigma negatif yang melekat pada disabilitas, menciptakan lingkungan yang tidak mendukung bagi mereka untuk bersuara atau melawan kekerasan yang mereka alami.
ADVERTISEMENT
Kedua adalah kurangnya pendidikan digital, terutama di daerah pedesaan. Minimnya edukasi mengenai penggunaan teknologi dan perlindungan diri di dunia maya membuat individu dengan disabilitas kurang siap dalam menghadapi potensi ancaman di dunia digital. Tanpa pemahaman yang memadai, mereka lebih rentan terhadap tindak kekerasan dan penipuan online.
Selain itu, ketidakpahaman hukum juga menjadi faktor yang turut memicu kekerasan digital terhadap individu dengan disabilitas. Banyak di antara mereka yang tidak mengetahui hak-hak yang dimiliki untuk dilindungi dari kekerasan digital. Akibatnya, mereka enggan untuk melaporkan kejadian kekerasan yang dialami karena tidak memahami proses hukum yang dapat ditempuh.
Untuk menciptakan lingkungan digital yang aman bagi individu dengan disabilitas, diperlukan berbagai cara. Yang Pertama, peningkatan aksesibilitas platform digital agar dapat diakses dengan mudah oleh mereka. Pengembangan teknologi asistif yang membantu interaksi di dunia maya menjadi penting untuk dilakukan.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, peningkatan pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai disabilitas, hak-hak individu dengan disabilitas, serta etika digital. Program edukasi di sekolah dan komunitas dapat membantu meningkatkan pemahaman dan kepekaan masyarakat, sehingga lingkungan menjadi lebih mendukung bagi individu dengan disabilitas.
Penguatan dukungan hukum juga diperlukan, di mana pemerintah perlu menguatkan peraturan yang secara khusus melindungi individu dengan disabilitas dari kekerasan digital. Penyediaan saluran pelaporan yang aman dan ramah bagi korban, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku, akan memberikan perlindungan yang lebih baik.
Terakhir, pemberdayaan komunitas menjadi langkah penting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung bagi individu dengan disabilitas. Diskusi terbuka mengenai isuisu yang mereka hadapi dapat meningkatkan pemahaman dan dukungan sosial dari lingkungan sekitar.
ADVERTISEMENT
Isu kekerasan terhadap individu dengan disabilitas di dunia digital atau sosial media adalah masalah serius yang mendesak untuk ditangani. Melalui upaya peningkatan aksesibilitas platform digital, peningkatan pendidikan dan kesadaran masyarakat, penguatan dukungan hukum yang melindungi hak-hak mereka, serta pemberdayaan komunitas, diharapkan dapat tercipta ruang digital yang benar-benar aman, inklusif, dan mendukung bagi semua, tanpa terkecuali. Hanya dengan tindakan komprehensif dan berkelanjutan dari berbagai pemangku kepentingan, kita dapat memastikan bahwa individu dengan disabilitas dapat berpartisipasi secara setara dan bebas dari segala bentuk kekerasan atau diskriminasi di dunia digital. Upaya ini tidak hanya penting bagi kelompok rentan tersebut, namun juga bagi terwujudnya masyarakat yang adil dan setara secara digital.