Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Krisis Identitas Masyarakat Indonesia: Mencari Jati Diri di Era Globalisasi
10 Februari 2025 13:15 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Adinda Gita Aprilia Armin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Krisis identitas di masyarakat Indonesia menjadi semakin nyata di era globalisasi ini. Generasi muda, khususnya, terlihat bingung dalam menentukan jati diri mereka di tengah arus informasi yang begitu cepat dan massif. Kehidupan modern yang serba digital menciptakan ruang baru di mana budaya asing lebih mendominasi, mempengaruhi cara berpikir, berperilaku, dan bahkan selera mereka. Seiring dengan itu, nilai-nilai tradisional yang menjadi akar budaya Indonesia perlahan-lahan memudar, digantikan oleh gaya hidup yang lebih global.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi juga mulai merambah ke daerah-daerah yang sebelumnya kental dengan adat dan budaya lokal. Banyak anak muda yang merasa lebih "keren" dengan mengadopsi budaya luar, seperti cara berpakaian, bahasa, dan bahkan pandangan hidup. Akibatnya, identitas sebagai bangsa Indonesia yang kaya akan keragaman budaya mulai terkikis, meninggalkan generasi yang terjebak antara dua dunia: dunia modern yang serba cepat dan dunia tradisional yang semakin terlupakan.
![Ilustrasi dari pixabay.com](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01j1y44x6prpr0n148d6j4937j.jpg)
Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, sekitar 60% penduduk Indonesia berusia di bawah 30 tahun, dan sebagian besar dari mereka adalah pengguna aktif internet. Data ini menunjukkan betapa besar pengaruh teknologi digital terhadap kehidupan generasi muda. Penetrasi internet yang mencapai 73,7% dari total populasi mengindikasikan bahwa akses terhadap informasi global sangat mudah diperoleh, memudahkan penyebaran budaya asing ke seluruh penjuru negeri.
ADVERTISEMENT
Studi yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2022 menemukan bahwa 45% pelajar SMA di Indonesia lebih familiar dengan budaya pop Barat daripada budaya lokal. Hal ini tercermin dari meningkatnya penggunaan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari, serta meningkatnya minat terhadap musik, film, dan mode dari luar negeri. Data ini menunjukkan adanya pergeseran budaya yang signifikan, di mana generasi muda lebih memilih untuk mengidentifikasi diri dengan budaya global daripada budaya lokal.
Pandangan bahwa globalisasi membawa dampak positif dan negatif tidak dapat disangkal. Di satu sisi, globalisasi membuka pintu bagi inovasi dan kemajuan teknologi. Namun, di sisi lain, ia juga membawa tantangan bagi pelestarian budaya lokal. Menurut Prof. Dr. Endang Turmudi dari LIPI, krisis identitas ini bukan hanya masalah kehilangan budaya, tetapi juga kehilangan nilai-nilai yang seharusnya menjadi pegangan dalam kehidupan bermasyarakat. Ia menekankan bahwa tanpa upaya serius untuk melestarikan budaya lokal, kita berisiko kehilangan warisan berharga yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, penelitian dari Universitas Indonesia mengungkapkan bahwa anak-anak yang tumbuh dengan pemahaman budaya lokal yang kuat cenderung memiliki rasa percaya diri dan identitas yang lebih kuat. Penelitian ini menunjukkan bahwa mengenal dan memahami budaya sendiri tidak hanya penting untuk pelestarian budaya, tetapi juga untuk pengembangan karakter individu. Oleh karena itu, krisis identitas ini perlu segera diatasi melalui pendidikan dan program-program yang mendukung pengenalan budaya lokal.
Untuk mengatasi krisis identitas ini, diperlukan kerjasama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, institusi pendidikan, hingga masyarakat luas. Pemerintah harus lebih proaktif dalam meluncurkan program-program yang bertujuan untuk melestarikan dan mempromosikan budaya lokal. Contohnya, dengan mengintegrasikan materi kebudayaan dalam kurikulum sekolah, serta mendukung kegiatan-kegiatan yang berbasis budaya lokal di komunitas-komunitas.
ADVERTISEMENT
Selain itu, orang tua juga memiliki peran penting dalam mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai budaya lokal kepada anak-anak mereka sejak dini. Membiasakan anak-anak untuk mengikuti tradisi-tradisi lokal, mengenal cerita-cerita rakyat, dan menggunakan bahasa daerah di rumah dapat menjadi langkah awal yang efektif. Dengan demikian, generasi muda akan memiliki fondasi yang kuat dalam mengenali dan menghargai identitas mereka sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya dan tradisi.