Mengaplikasikan Akomodasi Komunikasi dalam Perbedaan Budaya

Adinda Tausyiah Sabila
Halo saya Adin, seorang Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
8 Desember 2022 17:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adinda Tausyiah Sabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Pexels
ADVERTISEMENT
Akomodasi komunikasi dipahami sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyesuaikan, memodifikasi, dan atau mengatur perilaku komunikasinya saat berinteraksi dengan orang lain (Morissan, 2014).
ADVERTISEMENT
Akomodasi komunikasi memiliki kaitan yang cukup erat dengan adaptasi budaya. Misalnya saja dalam kehidupan sehari-hari kita, tidak peduli di mana pun kita berada, tentunya kita akan selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, baik dengan yang berbeda kelompok, ras, etnis, maupun berbeda kebudayaan dengan kita. Berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda kebudayaan ini lah yang merupakan sesuatu pengalaman baru yang akan selalu kita hadapi.
Ketika seseorang berpindah ke sebuah lingkungan yang baru dengan budaya yang asing baginya, tentunya dia akan melalui proses penyesuaian dengan lingkungan baru yang dia lalui itu. Pada konteks seperti ini, komunikasi antar budaya hanya dapat tercipta dengan efektif ketika terdapat rasa saling pengertian dan penerimaan. Oleh karena itu, untuk meraih komunikasi yang efektif, kita perlu menerapkan teori akomodasi komunikasi.
ADVERTISEMENT
Kita memerlukan tindakan akomodasi karena adanya perbedaan budaya itu sendiri, biasanya tindakan ini muncul karena disebabkan oleh alasan penerimaan sosial. Perasaan canggung dan kegagalan berkomunikasi di awal perjumpaan secara pribadi, sehingga akan memacu kita untuk melakukan akomodasi komunikasi dengan lingkungan baru kita. Jika hal ini diterapkan, maka akan terjadi proses komunikasi mindful, yang dimaksudkan untuk dapat dilakukan dengan menciptakan kategori-kategori baru daripada hanya sekadar mengklasifikasikan seseorang berdasarkan penilaian sederhana seperti jenis kelamin, usia, ekonomi, etnis, serta kebiasaan-kebiasaan mereka.
Saya ambil contoh, ketika para anggota dari kelompok A merantau ke daerah dengan mayoritas penduduknya berasal dari kelompok B, lalu anggota kelompok A ini hanya mau bergaul dengan sesama anggota kelompok A maka, bisa dikatakan bahwa sesungguhnya mereka belum membuka diri terhadap budaya atau kategori-kategori baru dalam pergaulan mereka. Dan jika proses pergaulan sesama kelompok ini terus berkelanjutan dalam waktu yang cukup lama maka, hal ini dapat mengakibatkan kesalahpahaman serta kegagalan dalam berkomunikasi dengan budaya asli. Oleh sebab itu, inisiatif atau keinginan untuk memulai pertemanan dengan proses mindful ini yang lantas diterapkan oleh para anggota kelompok A perantau ini guna dapat beradaptasi di lingkungan barunya.
ADVERTISEMENT
Menurut pandangan saya, perasaan tidak nyaman dan terasing ini lah yang menjadi faktor anggota kelompok A untuk melakukan modifikasi perilaku komunikasi mereka ketika berinteraksi dengan masyarakat kelompok B. Hal tersebut dilakukan guna mendapatkan penerimaan sosial. Tindakan akomodasi ini akan memperlancar proses adaptasi budaya yang berbeda tersebut. Dapat kita lihat pada terjadinya proses terbangunnya keakraban sosial. Sebab, anggota kelompok A ini berusaha untuk mulai menyesuaikan dan mengubah perilaku komunikasinya dalam berinteraksi dengan masyarakat kelompok B.
Proses membuka diri atau komunikasi yang mindfulness mulai diterapkan dengan membangun pertemanan. Keberanian, inisiatif atau kemauan kita untuk memulai komunikasi lah yang menjadi modal dasar bagi kita untuk mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru.