Konten dari Pengguna

Meninjau Polemik Kebijakan Tapera: Ingin Sejahtera Malah Menderita

Adinda Sakina Putri
Mahasiswa Magister Kebijakan Publik - Universitas Airlangga
3 Juni 2024 15:36 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adinda Sakina Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi BP Tapera. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi BP Tapera. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 mendapat banyak tanggapan dari berbagai pihak. Tapera merupakan penyimpanan yang dilakukan oleh Peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.
ADVERTISEMENT
Program ini mewajibkan pekerja untuk ikut serta dalam Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Akibatnya, pekerja yang berpenghasilan di atas UMR harus menyetor iuran sebesar 3% dari gaji mereka.

Masalah Utama Kebijakan Tapera

Salah satu masalah utama dari kebijakan ini adalah tambahan beban finansial yang harus ditanggung oleh pekerja. Dengan pemotongan gaji sebesar 3% untuk iuran Tapera, banyak pekerja merasa penghasilan mereka yang sudah terbatas semakin berkurang. Dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil saat ini, tambahan potongan ini dianggap memberatkan, mengurangi daya beli, dan pada akhirnya menurunkan kualitas hidup mereka.
Isu lain yang menjadi perhatian adalah efektivitas dan transparansi dalam pengelolaan dana Tapera. Sejarah menunjukkan bahwa program-program serupa sering kali menghadapi masalah administrasi, birokrasi yang rumit, dan bahkan korupsi.
ADVERTISEMENT
Bahkan, pada 2021 lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sebanyak 124.960 pensiunan Tapera belum menerima pengembalian dana Tapera yang secara keseluruhan berjumlah Rp 567,5 miliar dan masih tercatat sebagai peserta aktif. Tanpa adanya mekanisme pengawasan yang ketat dan transparan, kekhawatiran bahwa dana yang terkumpul tidak akan digunakan secara optimal dan tepat sasaran menjadi sangat beralasan.
Selain itu, kebijakan ini dirasa tidak adil bagi pekerja muda. Bagi mereka yang baru memulai karier dengan gaji yang relatif kecil, potongan iuran ini merupakan beban tambahan yang cukup signifikan. Dengan mobilitas kerja yang tinggi di kalangan generasi muda, manfaat dari Tapera yang baru bisa dirasakan setelah jangka waktu tertentu menjadi kurang relevan. Banyak dari mereka yang mungkin berpindah pekerjaan atau bahkan menetap di luar negeri sebelum sempat merasakan manfaat dari Tapera.
ADVERTISEMENT
Penerapan iuran Tapera juga berpotensi memiliki dampak negatif terhadap perekonomian. Dengan daya beli pekerja yang menurun akibat potongan ini, konsumsi domestik bisa mengalami penurunan, yang pada gilirannya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, peningkatan beban perusahaan yang harus mengurus administrasi Tapera bisa mengurangi efisiensi dan produktivitas.

Kebijakan TAPERA: Tantangan Utama

Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh kebijakan Tapera adalah kenaikan harga rumah dari waktu ke waktu. Seiring dengan perkembangan ekonomi dan urbanisasi, harga properti cenderung meningkat, yang bisa membuat tabungan yang terkumpul melalui Tapera menjadi kurang memadai untuk membeli rumah di masa depan.
Kenaikan harga rumah dipengaruhi oleh beberapa faktor kunci yang memainkan peran penting dalam dinamika pasar properti. Inflasi, pertumbuhan ekonomi yang pesat, urbanisasi yang meningkat, dan keterbatasan lahan merupakan beberapa faktor utama yang berkontribusi pada kenaikan harga rumah.
ADVERTISEMENT
Inflasi, yang merupakan kenaikan umum dalam harga barang dan jasa secara keseluruhan, memiliki dampak langsung pada harga properti. Seiring dengan meningkatnya inflasi dari tahun ke tahun, harga rumah cenderung naik karena biaya pembangunan dan pemeliharaan properti juga meningkat.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat juga menjadi faktor yang signifikan dalam kenaikan harga rumah. Pertumbuhan ekonomi yang kuat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan daya beli masyarakat, dan mendorong permintaan properti. Permintaan yang tinggi namun pasokan yang terbatas akan menyebabkan harga properti naik.
Urbanisasi yang terus meningkat merupakan faktor lain yang memengaruhi kenaikan harga rumah. Dengan banyaknya penduduk yang bermigrasi ke kota-kota besar untuk mencari pekerjaan dan peluang hidup yang lebih baik, permintaan akan perumahan di daerah perkotaan terus meningkat. Tingginya permintaan tersebut akan mendorong harga rumah di kota-kota besar naik.
ADVERTISEMENT
Keterbatasan lahan untuk pembangunan perumahan di daerah perkotaan juga berkontribusi pada kenaikan harga rumah. Ketersediaan lahan yang terbatas menyebabkan permintaan yang tinggi untuk lahan yang tersedia, yang pada gilirannya akan mendorong harga tanah dan harga rumah menjadi lebih tinggi.
Untuk mencapai tujuan tanpa menimbulkan banyak polemik, pemerintah bisa mempertimbangkan beberapa alternatif solusi. Misalnya, meningkatkan subsidi perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, mengembangkan kemitraan dengan sektor swasta untuk menyediakan perumahan yang lebih terjangkau, atau bahkan reformasi regulasi untuk mempermudah akses terhadap kredit perumahan. Solusi-solusi ini bisa lebih efektif dan tidak menambah beban finansial bagi pekerja.
Kebijakan iuran Tapera, meskipun bertujuan baik, menimbulkan lebih banyak masalah daripada solusi yang ditawarkannya. Beban tambahan bagi pekerja, ketidakpastian efektivitas dan transparansi, serta ketidakadilan bagi pekerja muda menjadi isu-isu utama yang perlu segera diatasi.
ADVERTISEMENT
Pemerintah harus mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi alternatif yang lebih adil dan efektif bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan mempertimbangkan berbagai aspek negatif dari kebijakan iuran Tapera, sudah saatnya pemerintah mendengarkan suara rakyat dan mengambil langkah-langkah yang lebih bijaksana demi kesejahteraan bersama.