Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Gaya Hidup Minimalis: Solusi Melawan Konsumtif
5 Agustus 2024 9:52 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Adinna Islah Perwita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gaya hidup minimalis bukan tentang hitam dan putih semata, melainkan tentang hidup cukup dan sederhana. Gaya hidup ini populer di Jepang, salah satu pelopornya adalah Fumio Sasaki melalui bukunya berjudul Goodbye Things! On Minimalist Living.
ADVERTISEMENT
Dalam bukunya, ia menceritakan awal mula menjadi seorang minimalis. Ia melihat begitu banyak tumpukan barang yang tak terpakai di rumahnya, lalu terus membandingkan kebahagiaan dirinya dengan barang-barang tersebut. Ketika menyingkirkannya, justru ia mendapatkan kebahagiaan yang selama ini tidak dirasakan.
“Semakin sedikit barang, semakin sedikit beban, artinya semakin bahagia.” menurutnya.
Kok bisa? Tentu bisa! Kunci hidup minimalis adalah less is more. Dengan sedikit itulah yang akan memberikan kebahagiaan. Nah, berikut 4 tips yang dapat kamu mulai lebih dulu untuk menggali kebahagiaan tersebut:
Lingkungan berperan penting dalam pembentukkan gaya hidup. Kebiasaan orang di sekitar yang gemar berbelanja secara tidak sadar membuat kita terbawa arus tersebut. Bahkan konsumtif membentuk standar hidup “layak” orang masa kini. Jika tidak berbelanja, nanti didikira tidak punya. Inilah yang harus dihilangkan bahwa berbelanja bukan untuk pemenuhan standarisasi, namun untuk pemenuhan kebutuhan esensial manusia. Tanamkan pemahaman pada diri sendiri bahwa tidak masalah ketika dianggap tidak mampu, padahal sebenarnya mampu, karena wujud mampu hakikatnya tidak disimbolkan dengan material.
ADVERTISEMENT
Orang konsumtif cenderung tidak memikirkan mana barang yang penting dan mana yang tidak ketika akan membeli sesuatu. Bahkan cenderung FOMO alias ikut-ikutan karena takut ketinggalan. Maka, menjadi orang minimalis harus paham betul mana barang yang menjadi prioritas. Membeli barang sesuai kebutuhan, bukan sekedar keinginan. Ketika kita dapat membiasakan cara ini, maka kita akan terbiasa hidup sederhana tanpa memiliki banyak barang. Kalau kata Fumio Sasaki, "Jangan sampai barang yang mengontrol hidupmu, melainkan kamu yang harus mengontrol barangmu."
Kegiatan konsumsi barang tidak hanya berhenti pada proses pembelian, namun hingga proses penggunaan dan perawatan. Jangan terkecoh dengan euforia saat kita berhasil membelinya, lalu setelah sekian lama kita menganggapnya biasa saja. Ketika kita sadar dalam penggunaan dan perawatan barang, maka kita akan mudah merasa bahagia dengan apa yang kita miliki, karena itu bagian dari wujud syukur. Jika benda mati yang kita miliki dapat berbicara, pasti mereka akan berteriak “Bersihkan aku!” “Jangan diamkan aku!” dan sebagainya, karena mereka tau kitalah yang mengadopsi mereka. Lantas mengapa kita menjadi tuan yang jahat untuk mereka?
ADVERTISEMENT
Jika kita memiliki barang yang benar-benar sudah tidak terpakai lagi, baiknya kita ngapain? Give away aja! Alias berikan kepada yang membutuhkan. Bisa juga dijual kembali sebagai barang preloved karena masih banyak teman kita di luar sana yang sebenarnya butuh, lho! Dengan give away akan memperpanjang manfaat barang sehingga barang tidak menumpuk dan usang dalam lemarimu.
Dengan menerapkan gaya hidup tersebut, secara tidak langsung, kita membiasakan hidup berjalan tidak fokus pada “barang”. Namun akan teralihkan pada hal-hal yang lebih penting dan bermanfaat. Sehingga tingkat konsumsi kita akan berangsur-angsur menurun.
Untuk menjadi minimalis, tanamkan pada mindset kita bahwa sedikit barang, sedikit stres. Dengan sedikit barang, kita akan menjadi lebih tenang. Hidup kita tidak banyak dihabiskan untuk memikirkan bagaimana cara mendapatkannya, menggunakannya hingga merawatnya.
ADVERTISEMENT