Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Pengaruh Deepfake terhadap Dunia Jurnalistik: Tantangan dan Peluang
11 Januari 2025 14:05 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Adinna Islah Perwita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun terakhir, teknologi bernama deepfake menjadi sorotan publik diberbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Pasalnya, teknologi ini mampu membuat video atau audio palsu dengan tingkat realisme yang sangat tinggi. Deepfake berasal dari kata “deep learning” dan “fake”. Teknologi ini merupakan hasil dari kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
ADVERTISEMENT
Deepfake bekerja dengan menggantikan wajah atau suara seseorang dengan yang lain, sehingga menghasilkan konten yang dapat memanipulasi mata manusia atau pendengar. Teknologi ini juga dapat meniru gerakan tubuh atau ekspresi wajah seseorang sehingga sulit diketahui bahwa video tersebut merupakan hasil editan. Contohnya, ketika video Mark Zuckerberg pada tahun 2019 yang berisi pengakuan bahwa ia memiliki akses untuk mengontrol semua data yang ada di Facebook adalah video palsu. Video tersebut diedit sedemikian rupa sehingga mengubah informasi aslinya. Tidak hanya itu, baru-baru ini beredar video terorisme di Indonesia yang dikonfirmasi oleh peneliti AS bahwa video tersebut merupakan hasil dari deepfake.
Indonesia sendiri, tercatat oleh PT Indonesia Digital Identity (VIDA), mengalami kenaikan jumlah kasus deepfake sebesar 1.550 persen pada tahun 2022-2023. Berkaca dari maraknya kasus tersebut, kehadiran teknologi ini membawa dampak tersendiri di bidang jurnalistik. Deepfake tidak hanya sebatas menghasilkan konten, namun juga membawa tantangan besar terkait kredibilitas informasi, etika dan kepercayaan publik terhadap media.
ADVERTISEMENT
Video atau audio yang menggunakan teknologi ini dapat dengan mudah diproduksi melalui aplikasi yang diunduh secara gratis, serta disebarluaskan melalui platform digital seperti media sosial. Tak jarang, penggunaan teknologi ini digunakan untuk merusak reputasi atau memanipulasi opini publik. Dalam konteks politik misalnya, deepfake digunakan untuk menghasilkan konten tokoh politik yang melakukan suatu hal yang sebenarnya tidak ia lakukan guna menggiring opini-opini tertentu. Seperti video viral Presiden RI ke-7, Joko Widodo, yang tengah berpidato menggunakan bahasa Mandarin. Kementerian Komunikasi dan Informasi saat itu mengkonfirmasi bahwa video tersebut merupakan hasil editan deepfake. Sebelum diketahui hasil dari deepfake, video tersebut mampu menggiring opini publik bahwa pemerintahan Presiden Jokowi dikendalikan oleh China.
Deepfake juga berpotensi digunakan sebagai alat untuk kampanye hitam. Seseorang dapat dengan mudahnya membuat video atau audio palsu untuk mendiskreditkan lawan mereka. Hal ini dapat merusak integritas proses demokrasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Beredarnya informasi-informasi yang salah ini berdampak pada kepercayaan publik terhadap media jurnalistik. Masyarakat menjadi ragu terhadap keaslian konten yang ia lihat atau dengar sekalipun berasal dari sumber yang sah. Keraguan ini lama kelamaan akan mengkikis kepercayaan masyarakat terhadap media dan jurnalis.
Namun selain tantangan, berkembangnya teknologi deepfake juga menghasilkan peluang khususnya dalam bidang kreativitas. Jurnalis dapat memanfaatkan teknologi ini untuk memproduksi konten yang lebih menarik. Misalnya, ketika memproduksi konten dokumenter sejarah. Jurnalis dapat menggabungkan visualisasi ulang kejadian-kejadian pada masa lampau. Dengan pemanfaatan yang tepat, deepfake dapat menjadi teknologi yang memperkaya pengalaman informasi tanpa menyesatkan khalayak.
Untuk memerangi penyebaran deepfake yang mengandung disinformasi, jurnalis dapat berperan aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bagaimana cara mendeteksi konten deepfake. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian, jurnalis juga dapat melakukan upaya dalam menghadapi tantangan ini dengan mensosialisasikan peningkatan literasi media masyarakat agar lebih cermat dalam mengkonsumsi keaslian informasi. Jurnalis juga dapat menunjukkan transparansi dalam proses liputan, memberikan sumber informasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan, serta membangun reputasi media jurnalistik sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya.
ADVERTISEMENT