Cadar di MTQ dan Pendapat Tarjih Soal Cadar

Adis Setiawan
Mahasiswa S2 Magister Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam An Nur Lampung. Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Bekasi Raya / Penulis Lepas
Konten dari Pengguna
18 September 2020 23:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adis Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Kumparan.com
ADVERTISEMENT
Ada video seorang peserta MTQ perempuan memakai cadar akan di diskualifikasi apabila tidak melepas cadarnya saat membaca al Qur'an, walaupun pada akhirnya peserta tersebut lebih memilih mengundurkan diri. Menurut peraturan MTQ di video tersebut bahwa perempuan yang memakai cadar saat baca al Quran harus di lepas dulu. Dalam video itu alasanya agar suara kedengaran jelas dan juga bagian dari peraturan Nasional MTQ di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Beberapa teman saya yang liberal *eh moderat maksutnya, ketika saling tukar fikiran dengan saya tentang ada apa tidak dasar pada al-Qur'an dan Hadist dalam menggunakan cadar. Selalu memakai argumen bahwa " sesuai historis-sosiologis di negara Arab Saudi kenapa pakai cadar, karena disana banyak debu pasir, makanya digunakan untuk menutup dari debu, dan cadar itu bukan syariat Islam itu budaya Arab", waduh. Saya tidak langsung percaya mencoba mencari sumber lain, sebagai simpatisan Muhammadiyah saya langsung merujuk pendapat Majelis Tarjih dan Tadjid Muhammadiyah.
Rumus opini seperti itu juga biasa dipakai dalam masalah khilafiyah dalam sholat. Misalnya, habis salam Tahiyat akhir ada gerakan tangan diusapkan kemuka, karena zaman dulu orang Arab ketika habis sholat ada pasir yang nempel di wajah --di Negara Arab banyak pasirnya, makanya diusap pakai telapak tangan. Karena ada pendapat paham lain bahwa habis sholat tidak boleh mengusap muka, perbedaan masalah khilafiyah saja itu.
ADVERTISEMENT
Niqab (cadar) Menurut Majelis Tarjih
Cadar sendiri menurut pendapat Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, tidak ada perintah didalam al-Qur'an dan Sunnah menggunakan cadar, bahwa tidak ada dalil hukumnya didalam Quran maupun hadist tentang harus bercadar. Adanya dalil perintah berjilbab dan dalil batas aurat pendapat ini ada pada Buku Tanya Jawab Agama jilid 4 halaman 238 Bab Sekitar Masalah Perempuan, terbitan Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
Dalam al-Qur'an surat An Nur 24 ayat 31 yang Artinya "Katakanlah kepada wanita yang beriman "hendaklah mereka menahan pandanganya, dan kemaluannya, dan jangalah mereka menampakan perhiasanya, KECUALI YANG (biasa) NAMPAK DARI PADANYA, dan hendaklah mereka menutup kain kudung ke dadanya "
Kata "kecuali yang ( biasa) nampak dari padanya" ayat ini menurut penafsiran jumhur ulama yang boleh nampak dari perempuan adalah kedua telapak tanganya dan wajahnya, sebagaimana dalam Tafsir Ibnu Katsir Vol.6:51, serta pendapat Ibnu Abbas ra dan Ibnu Umar ra. Juga di pertegas oleh Hadist riwayat HR Abu Dawud yang diriwayatkan Aisyah ra " wahai Asma', sesungguhnya seorang wanita jika telah mendapatkan haidh, tidak pantas terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini, beliau menunjuk wajah dan telapak tanganya. Walaupun hadist tersebut di dhoifkan oleh ulama kritikus Hadist, ternyata juga di pertegas dengan hadist yang lain.
ADVERTISEMENT
Yang dinilai oleh para ulama kritikus hadits bahwa tidak pernah bertemu dengan Aisyah ra dan Said bin Basyir yang dinilai dhaif (lemah) oleh para ulama kritikus Hadits. Namun ia mempunyai dalil lain penguat yang ternilai mursal shahih dari jalur-jalur lainnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud sendiri dalam al-Marasil (no. 460, cet. Dar al-Jinan, Beirut) dari Qatadah di mana dalam jalur sanadnya tidak terdapat Khalid bin Duraik dan Said bin Basyir.
Selain itu juga ada riwayat sahabat tentang tidak pakai cadar, seperti kisah sahabat bilal yang melihat perempuan bertanya kepada Nabi SAW, perempuan itu yang pipinya merah kehitam-hitaman, berarti wajah perempuan tersebut tidak tertutup karena bilal saja bisa melihat seorang perempuan yang sedang bertanya kepada nabi SAW.
ADVERTISEMENT
Tentang berpakaian riwayat dari Aisyah ra menjelaskan bahwa para perempuan ketika sholat dizaman Nabi SAW memakai kain yang menyelimuti sekujur tubuhnya, Imam Asy Syaukani memahami hadist tersebut bahwa perempuan pada saat selesai sholat subuh termasuk Aisyah ra, tidak dapat dikenali satu sama lainya, karena keadaan waktu itu masih gelap habis sholat subuh. Bukan karena pakai cadar, dan memang pada waktu itu perempuan tidak memakai cadar dan biasa terbuka wajahnya.
Bertasamuh dan Toleran
Ada sebuah Hadist riwayat Muslim “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Muslim]. Maka, bisa dipahami bahwa sesuatu perbuatan yang di anggap baik oleh kita padahal itu tidak dilakukan oleh Nabi SAW, seolah-olah Nabi SAW menyembunyikan risalah Islam.
ADVERTISEMENT
Tidak memaki cadar bukan berarti mengingkari sunnah ya. Ya sudah, mau dibaca silahkan tidak juga silahkan, pendapat diatas saya pernah membaca lewat website Tarjih. Hemat saya apabila tradisi baik boleh dipakai, apabila tidak sesuai syariat Islam ya jangan digunakan.
Sikap tokoh Muhammadiyah lewat pernyataan mengatakan, meskipun cadar tidak dianjurkan, kita harus selalu bertasamuh, toleran terhadap apapun pilihan orang menutup aurat, termasuk terhadap yang bercadar. Tindakan saling menyalah-nyalahkan justru kontraproduktif untuk kemajuan umat.
Dilihat dari aspek historis-sosiologis cadar atau niqab lebih sebagai bagian dari tradisi menutup hidung untuk menahan debu ketika angin gurun di negara-negara Timur Tengah. Supaya tidak pasang cabut, maka dipasang dalam bentuk permanen
WaAllahu Alam Bishowab