Koalisi Plus-Plus, Antara Kubu Pemerintah Dan Oposisi

Adis Setiawan
Mahasiswa S2 Magister Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam An Nur Lampung. Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Bekasi Raya / Penulis Lepas
Konten dari Pengguna
29 Juli 2019 23:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adis Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto dok. Pribadi penulis
Setelah adanya diplomasi Nasi Goreng, maka akan membuat kedua kubu, baik dari pendukung Koalisi penguasa maupun koalisi oposisi akan menimbulkan dinamika, bisa difikir saja dulu sebelum pemilu saling bersebrangan tapi setelah kompetisi berakhir, pemimpin dari kedua kubu partai melakukan diplomasi, bisa jadi benar akan bergabung dan menjadi satu koalisi plus-plus, anggapan setelah bergabung akan menjadi satu koalisi terus bisa melakukan bagi-bagi jabatan. Jadi untuk apa kompetisi pemilu ? kalau pada akhirnya kedua kubu kontestan pemilu akan menjadi satu kubu dalam pemerintahan, kalau hanya untuk guyup berdamai tidak masalah, apalagi untuk rekonsiliasi setelah pemilu selesai dan dan menghormati ditetapkan pemenang dan yang kalah.
ADVERTISEMENT
Bagi pendukung koalisi penguasa, apakah akan menerima tambahan koalisi baru yang tadinya jadi kompetitor dipemilu, sementara tokoh kedua kubu partai sudah melakukan diplomasi tingkat tinggi, Bahkan beberapa partai koalisi kubu penguasa banyak yang menolak dengan tambahan anggota koalisi, dengan dasar apakah sama visi dan misi antara kubu oposisi dengan visi misi kubu penguasa, Kalau tidak sama visi misinya otomatis menolak, Atau bisa saja penolakan itu hanya karena takut jatah jabatan di ambil oleh anggota koalisi yang baru bergabung, hanya mereka yang tahu. Tapi bagaimana visi misi meraka sama jelas tadinya menjadi kompetitor pemilu dengan visi misi yang berbeda, kalau sama sudah pasti dari dulu menjadi satu koalisi sebelum pemilu.
ADVERTISEMENT
Beberapa pendukung koalisi penguasa juga akan merasa terganggu dengan visi misinya, dengan adanya tambahan koalisi oposisi yang katanya didukung oleh ormas-ormas yang tidak pro karena sakit hati kepada kubu penguasa, apabila oposisi ingin bergabung dengan koalisi pemerintah, maka harus menunjukkan bukti dan niat baik mereka untuk membangun bangsa. Hal itu diungkapkannya agar oposisi tidak terkesan bergabung karena ingin kekuasaan saja.
Menurut saya, Seandainya mereka kubu penguasa itu ingin bagi-bagi jabatan apalagi sudah banyak anggota koalisi malah mau ditambah anggota koalisi yang baru bisa nanti rebutan jabatan iya to, Sebetulnya sih tak bagi-bagi jabatan juga, memang dari awal sudah ada perjanjian sebelum adanya pemilu, dengan satu visi misi perjanjian yang sama.
ADVERTISEMENT
Sedangkan dari kubu oposisi mungkin ada yang menerima dengan adanya diplomasi tersebut, bahwa ini untuk kepentingan negara, menjadi satu koalisi ingin menjadi bagian dalam pemerintah, dan tidak semua rakyat kemarin memilih Pak Jokowi, bahkan 45 persen rakyat memilih Pak Prabowo, mereka yang memilih Pak Prabowo juga ingin diwakilkan di pemerintahan, Tapi ada juga yang kecewa, karena masih saja menganggap bahwa kubu penguasa adalah pendukung penista agama, Kenapa harus bergabung menjadi satu koalisi dengan kubu pembela penista agama. Apalagi sudah sakit hati dengan kinerja kubu penguasa.
Pertemuan tersebut, sebetulnya juga dilakukan demi membangun semangat guyub setelah Pilpres 2019 yang lalu. Dari mengutip pernyataan Ibu Mega yang mengatakan boleh berbeda pilihan asal tidak menghilangkan semangat silaturahmi. Bukan soal bagi-bagi jabatan. Yang namanya politik apa pun bisa terjadi, yang tadinya bersebrangan dalam visi misi bisa jadi suatu saat menjadi koalisi yang sama, Sedangkan yang sekarang bersama bisa jadi suatu saat akan bersebrangan.
ADVERTISEMENT
Apakah dari pertemuan tersebut dari kedua kubu ada yang dirugikan dan diuntungkan, Sebetulnya keuntungan ada pada partai PDIP, bisa jadi suatu saat apabila koalisi yang sekarang ini terpecah pada pemilu 2024, sudah ada kesempatan menjajaki kerja sama dengan Partai Gerindra yang sekarang melakukan pertemuan, Sedangkan kerugian ada pada partai Gerindra, dari kubu oposisi yang mendukung itu adalah barisan yang tidak puas dengan Partai pemerintah, Sedangkan Pak Prabowo bertemu dengan Ibu Mega yang jelas tidak disukai kubu oposisi, maka akan membuat beberapa kubu oposisi angkat kaki tidak lagi mendukung Partai Gerindra.
Bahkan basis kelompok yang menunggangi Gerindra dan Pak Prabowo selama ini juga bakal cukup dirugikan dengan pertemuan ini. Rukunnya Ibu Mega dan Pak Prabowo seakan mengisyaratkan bahwa para kelompok penunggang Prabowo dan Gerindra bakal kehilangan tunggangannya.
ADVERTISEMENT
Tapi partai Gerindra tetap ada keuntunganya juga, dari hasil pertemuan ini yaitu menjaga kesempatan dalam pergantian kekuasaan pada tahun 2024 nanti, kita tahu partai PDIP dua kali mendapatkan suara terbanyak, Bisa jadi partai Gerindra akan lebih banyak dukungan dari suara Partai PDIP.
Saya berharap justru kubu oposisi tetap menjadi oposisi pemerintah, agar demokrasi Indonesia tetap seimbang, Kalau semua menjadi bagian dari pemerintah siapa yang akan mengkritisi kebijakan pemerintah misalkan ada kebijakan yang merugikan rakyat, Masa harus ormas islam yang turun, nanti bisa jadi di People Power, eh.
Saran dari saya kalau mau menjadi oposisi, jangan terlalu kuat-kuat nanti bisa jadi justru akan mendikte keputusan politik pemerintah dalam menjalankan roda-roda pemerintahan, Dan juga kalau bisa jangan terlalu lemah, nanti tidak bisa mengontrol jalanya pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Menurut hemat saya, Yang namanya politik apa pun bisa terjadi, yang tadinya bersebrangan dalam visi misi bisa jadi suatu saat menjadi koalisi yang sama, Sedangkan yang sekarang bersama bisa jadi suatu saat akan bersebrangan.
Adis Setiawan, Manajemen Pendidikan Islam STIT Nusantara Bekasi