Konten dari Pengguna

Tradisi Hatsu Tanjou, Perayaan Ulang Tahun Pertama Pada Anak di Negara Jepang

Adisha Satya
Mahasiswi Studi Kejepangan Universitas Airlangga
4 April 2023 7:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adisha Satya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ulang tahun pertama bayi. Sumber : pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ulang tahun pertama bayi. Sumber : pixabay
ADVERTISEMENT
Manusia tentunya tidak dapat lepas dari kehidupan sosial dan saling membutuhkan satu sama lain sehingga terciptalah suatu hubungan sosial. Dari sinilah dapat terbentuk sebuah kelompok atau sebuah komunitas yang akan menciptakan suatu budaya dan kebudayaan yang akan diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan adanya berbagai macam budaya tradisional yang telah tercipta, pastinya budaya-budaya itu akan diwariskan secara turun-temurun. Salah satunya adalah negara Jepang yang terkenal akan berbagai macam budaya tradisionalnya. Negara Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki budaya tradisional yang unik. Meskipun zaman sudah berkembang menjadi era modern, budaya tradisional yang telah dibentuk ratusan tahun lalu tetap dilestarikan secara turun temurun dari generasi ke generasi dan berkembang di era modern. Contoh dari budaya tradisional Jepang adalah Hatsu Tanjou (初誕生) atau yang disebut sebagai perayaan ulang tahun pertama.
Ilustrasi keluarga kecil. Sumber : pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi keluarga kecil. Sumber : pixabay
Bagaimana Sejarah Hatsu Tanjou terbentuk?
ADVERTISEMENT
Sejarah Hatsu Tanjou ini dimulai sejak tragedi perang dunia kedua. Pada masa tersebut, diketahui bahwa kematian bayi terbilang sangat tinggi. Adapun salah satu alasan mengapa mereka meninggal sebelum mencapai usia satu tahun ialah akibat perawatan medis dan vaksinasi yang kurang berkembang. Perayaan ini dilakukan sebagai bentuk syukur kepada para dewa. Perayaan ini juga merupakan sebuah upacara untuk meramalkan masa depan bayi. Dalam perayaan Hatsu Tanjou ini, terdapat dua tahap tradisi utama yang dilakukan, yaitu Isshou Mochi dan Erabitori.
1. Apa yang disebut dengan Isshou Mochi?
Kita pastinya sudah tidak asing lagi dengan kue beras Jepang yang namanya Mochi. Mochi merupakan kue khas Jepang yang terbuat dari beras ketan. Cara pembuatannya ialah ditumbuk sehingga lembut dan menjadi lengket, kemudian dibentuk bulat. Di Negeri Sakura, tentunya kue ini sering dibuat dan dimakan pada saat perayaan tahun baru Jepang atau yang biasa disebut dengan perayaan tradisional Mochitsuki. Ishhou Mochi (一升餅を背負う) merupakan sebuah ritual tradisional untuk membungkus kue beras yang beratnya sekitar 2 kg. Kue beras ini umumnya diletakkan di dalam kain pembungkus furoshiki dan diletakkan di punggung bayi untuk mendoakan pertumbuhan di masa depan. Tentunya dalam usia 1 tahun, bayi mungkin akan terjatuh dan menangis saat membawa kue tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan seorang penjaga untuk menopang tubuh mereka di dekatnya. Jika belum bisa berjalan, maka cara merangkak diperbolehkan. Setiap daerah di Jepang memiliki metode pelaksanaan yang berbeda, seperti :
ADVERTISEMENT
1. Hokkaido
Di wilayah Hokkaido, tradisi ini dilakukan dengan cara anak tersebut membawa mochi dengan furoshiki di punggungnya lalu berjalan. Beberapa orang tua juga membuat anak mereka jatuh. Hal tersebut dapat diyakini bahwa jika mereka jatuh, mereka akan meninggalkan rumah nanti ketika mereka sudah cukup dewasa.
2. Tohoku
Sama seperti wilayah Hokkaido, anak tersebut akan berdiri dan berjalan sambil membawa kue beras di punggungnya. Namun, perayaan ini sudah dapat dilakukan saat anak belum genap berusia satu tahun.
3. Koshinetsu
Tak hanya berdiri dan berjalan sambil membawa kue beras, sang anak juga akan disuruh menginjak atau duduk di atas kipas penampi bambu atau yang disebut mi atau mino (箕) sambil membawa kue beras tersebut. Kemudian. kipas akan digoyangkan seperti gerakan mengayak beras. Gerakan tersebut memiliki sebuah arti, yaitu untuk menggambarkan sifat-sifat baik anak yang tinggal di keranjang (beras) dan sifat-sifat buruk yang keluar
ADVERTISEMENT
4. Okinawa
Sedangkan di wilayah Okinawa, perayaan Isshou Mochi tidak dilakukan dan hanya melakukan Erabitori
Setelah sang anak melakukan Isshou Mochi, kue beras tersebut harus dipotong-potong lalu dimakan bersama. Bagian yang tidak dimakan harus didinginkan dan dikonsumsi dalam beberapa hari atau disimpan di dalam freezer. Salah satu cara memakan kue tersebut adalah dengan menggorengnya lalu memakannya dengan sedikit gula, kecap, dan nori. Hal ini biasa disebut dengan isobeyaki (磯辺焼き)
Mochi, makanan khas Jepang. Sumber : pixabay
Masyarakat di Jepang memiliki sebuah keyakinan terhadap kue beras. Mereka meyakini bahwa kue beras tersebut adalah kue suci yang didedikasikan kepada para dewa sejak zaman kuno karena kue beras tersebut dapat memberikan kekuatan. Namun, pada zaman modern saat ini, proses pembuatan kue beras tersebut sudah jarang dibuat sendiri karena sudah tersedia di beberapa toko dan toko online yang menyediakan segala kebutuhan untuk melaksanakan upacara Hatsu Tanjou.
ADVERTISEMENT
2. Apa yang disebut dengan Erabitori?
Erabitori (選び取りをする) dapat diartikan sebagai memilih dan mengambil. Sesuai dengan namanya, tradisi ini dilakukan dengan cara orangtua dari bayi tersebut meletakkan beberapa barang seperti sebuah pensil, lembaran uang, alat masak dan alat makan (seperti panci, spatula, sendok, dan lain-lain), buku, peralatan olahraga atau instrumen musik, dan lain-lain. Setelah semua barang tersebut diletakkan, bayi akan dibiarkan merangkak atau berjalan menuju ke barang-barang tersebut, dan barang pertama yang dipilih merupakan barang yang menentukan masa depannya. Tentunya setiap barang memiliki makna, seperti :
1. Pensil : melambangkan seorang pelukis, atau anak tersebut akan memiliki bakat menggambar
2. Lembaran uang : menggambarkan bahwa bayi tersebut tidak akan khawatir tentang masalah keuangan di masa depannya
ADVERTISEMENT
3. Alat masak atau alat makan : melambangkan seorang koki atau pemakan rakus,
4. Buku melambangkan kepintaran dan anak tersebut akan tumbuh dengan rasa haus akan ilmu
5. Peralatan olahraga : melambangkan seorang atlet, dan bakat berolahraga
6. Instrumen musik : menggambarkan bahwa bayi tersebut akan berbakat bermain musik.
Bayi memilih makanan. Sumber : pixabay
Dalam prosesi Erabitori ini, disarankan untuk orangtua maupun keluarga yang sedang menyaksikan prosesi sekali dalam seumur hidup ini untuk merekam atau mengabadikan momen tersebut, supaya di kemudian hari prosesi ini bisa dikenang kembali, bukan hanya sekedar sebuah cerita.
Pada zaman dahulu ketika melaksanakan perayaan ini, banyak sekali orang yang akan diundang untuk menyaksikan. Namun, pada zaman modern sekarang ini, tradisi Hatsu Tanjou hanya dilakukan dan dihadiri oleh anggota keluarga inti saja. Akan tetapi, nilai sosial dari perayaan Hatsu Tanjou ini akan berkurang karena sang bayi tidak akan mengenal anggota keluarganya yang lain. Secara tidak langsung juga, sifat individualis akan terbentuk juga dalam anak tersebut.
ADVERTISEMENT
Setiap masing-masing individu tentunya akan mengalami fase pertumbuhan pada waktu tertentu dalam hidupnya. Pastinya fase-fase tersebut akan membuahkan perubahan, seperti kehidupan sosialnya. Dari tradisi Hatsu Tanjou ini dapat disimpulkan bahwa tradisi tersebut memiliki arti yang baik, seperti harapan orangtua atau keluarga kepada anak mereka mengenai masa depannya. Tradisi ini juga memberikan makna bahwa orangtua menyiapkan anak mereka untuk siap menjalani kehidupan dan anak juga menentukan apa yang menjadi bakatnya dan masa depannya. Tradisi Hatsu Tanjou ini juga sudah berjalan sejak dulu, dan tetap dilakukan secara turun-temurun.