Konten dari Pengguna

Pygmalion Effect: Pentingnya Ekspektasi dalam Membangun Motivasi

Adistha Maharani
Mahasiswi Psikologi Universitas Brawijaya
23 November 2021 11:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adistha Maharani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi komunikasi terjaga dengan rekan kerja. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi komunikasi terjaga dengan rekan kerja. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang manusia, kita senantiasa hidup dengan ekspektasi. Ekspektasi dalam bekerja, misalnya, atau secara akademis, atau bahkan dalam menjadi diri sendiri. Tak jarang pula ekspektasi yang kita terima bermakna negatif atau positif. Namun, tahukah Anda bahwa ekspektasi ternyata sangat penting dalam membangun motivasi? Relasi antara ekspektasi positif dan motivasi ini dijelaskan dalam sebuah fenomena yang diberi nama “Pygmalion Effect”.
ADVERTISEMENT
Pygmalion effect didefinisikan sebagai fenomena psikologis yang menjelaskan bahwa semakin baik ekspektasi yang diberikan atau diterima, semakin baik pula performa orang tersebut. Dengan kata lain, ekspektasi positif yang kita berikan kepada orang lain berpengaruh pada motivasinya untuk menjadi sama dengan ekspektasi yang kita punya. Fenomena ini merupakan bentuk self-fulfilling prophecy, yaitu keadaan di mana harapan seorang individu mengarah pada usahanya dalam mewujudkan harapan tersebut.
Istilah Pygmalion effect sebenarnya berasal dari mitologi Yunani, yaitu kisah tentang Pygmalion, seorang pemahat yang jatuh cinta pada salah satu pahatan yang ia buat. Pygmalion terus berharap bahwa ada seorang perempuan yang benar-benar hidup di dalam pahatan tersebut.
Suatu hari, harapannya terwujud. Kisah inilah yang menjadi pelopor adanya istilah Pygmalion effect, dilihat dari harapan dan ekspektasi yang dimiliki oleh Pygmalion.
ADVERTISEMENT
Secara rinci, Pygmalion effect diibaratkan sebagai sebuah siklus. Siklus ini menjelaskan bahwa tingginya ekspektasi yang kita punya terhadap orang lain akan mempengaruhi perilaku kita terhadap orang tersebut. Nah, perilaku yang kita tunjukkan kemudian berdampak pada kepercayaan diri orang yang kita beri ekspektasi. Kepercayaan diri yang hadir pun menyebabkan perubahan pada performa orang tersebut ketika melakukan suatu hal. Performa yang terlihat kembali meyakinkan kita terhadap ekspektasi yang kita punya terhadap orang yang bersangkutan.
Sebuah eksperimen yang dilakukan oleh Robert Rosenthal dan Lenore Jacobson pada tahun 1968 menjadi bukti pertama dari adanya fenomena Pygmalion effect. Eksperimen ini melibatkan 20% siswa dari sebuah kelas secara acak, lalu guru dari siswa-siswa tersebut diberitahu bahwa 20% siswa yang dilibatkan merupakan siswa terpintar di kelas. Sang guru kemudian memiliki kesan yang tinggi terhadap siswa-siswa yang “pintar” ini dan memberikan dukungan serta bimbingan penuh selama pembelajaran. Setelah delapan bulan, ternyata perilaku guru tersebut berpengaruh pada performa siswa, yakni nilai yang meningkat dan keinginan untuk belajar yang semakin tinggi.
ADVERTISEMENT
McNatt (2000) menyimpulkan bahwa berdasarkan analisisnya terhadap tujuh belas kasus Pygmalion effect, adanya ekspektasi negatif terhadap seseorang, atau yang disebut juga Golem effect, memiliki dampak yang lebih besar terhadap motivasi seseorang. Fenomena ini berkaitan erat dengan Pygmalion effect sebab Golem effect menjelaskan bahwa rendahnya ekspektasi yang diberikan kepada seseorang menyebabkan rendah pula motivasi yang dimilikinya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yurong Wang dan Li Lin (2014), dapat disimpulkan bahwa komunikasi menjadi aspek penting dalam mendukung fenomena Pygmalion effect. Komunikasi ini dapat berupa verbal maupun nonverbal selama mampu dikomunikasikan dengan tepat. Maksud dari pernyataan ini adalah setiap orang yang memiliki ekspektasi atau harapan kepada orang lain harus memilih kata-kata yang tepat ketika memberi motivasi kepada orang tersebut. Dalam konteks nonverbal, gestur kita terhadap individu sangat berpengaruh. Senyuman, kontak mata, bahkan antusiasme mampu membangkitkan semangat seseorang. Selain itu, rasa hormat atau respect penting untuk dibangun.
ADVERTISEMENT
Respect yang dimaksud adalah menghargai kepribadian seseorang. Ketika merasa dihormati, seseorang cenderung lebih baik dan lebih giat dalam mengembangkan potensi dirinya.
Sayangnya, banyak dari kita yang seringkali menyalah artikan ekspektasi yang orang lain berikan sebagai suatu “beban”. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya kekeliruan dalam menyampaikan ekspektasi atau harapan kepada individu. Selain itu, tidak menutup kemungkinan bahwa individu itu sendiri yang memiliki persepsi berbeda dalam menghadapi ekspektasi orang lain. Meskipun demikian, bukan berarti ekspektasi yang kita punya tidak dapat menjadi motivasi bagi orang lain untuk menjadi lebih baik.
Pada akhirnya, fenomena Pygmalion effect menjadi indikasi bahwa kita, manusia, pada dasarnya hidup berdasarkan apa yang orang lain harapkan dari kita. Manusia akan lebih giat dan sungguh-sungguh dalam melakukan suatu hal apabila diperlakukan seolah mampu untuk meraih keberhasilan dalam hal itu. Pygmalion effect kembali mengingatkan kita bahwa manusia butuh validasi terhadap dirinya sendiri dan tidak akan pernah lepas dari kebutuhannya akan orang lain.
ADVERTISEMENT
Referensi
Gündüzalp, S., & Özan, M. B. (2019). The Power of Expectations in School Management: Pygmalion Effect. Journal of Education and Future, (15), 47-62. https://doi.org/10.30786/jef.412841
Niari, M., Manousou, E., & Lionarakis, A. (2016). The Pygmalion effect in distance learning: A case study at the Hellenic Open University. European Journal of Open, Distance and E-learning, 19(1), 36-53. http://dx.doi.org/10.1515/eurodl-2016-0003
Qi, W., Dong, X., & Xue, X. (2021). The Pygmalion Effect to Piano Teaching From the Perspective of Educational Psychology. Frontiers in Psychology, 3157. http://dx.doi.org/10.3389/fpsyg.2021.690677
Wang, Y., & Lin, L. (2014). Pygmalion effect on junior english teaching. Advances in Language and Literary Studies, 5(6), 18-23. http://dx.doi.org/10.7575/aiac.alls.v.5n.6p.18