Kurban sebagai Manifestasi Kasih Sayang dan Kepedulian Sosial

Adisti Violeta
Halo! Perkenalkan, namaku Adisti Violeta yang sedang menempuh pendidikan pada jenjang Strata Satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Konten dari Pengguna
1 Juli 2023 14:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adisti Violeta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
IIlustrasi Hewan Kurban (sumber: shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
IIlustrasi Hewan Kurban (sumber: shutterstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kata kurban yang berasal dari bahasa Arab (قربان) yang berarti dekat. Memiliki makna mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mengerjakan perintah-Nya salah satunya dengan berkurban. Di dalam ajaran Islam, kurban disebut juga dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan, seperti unta, sapi atau kerbau, dan kambing yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah. Menurut KBBI, kurban adalah persembahan kepada Allah (seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada Lebaran Haji) sebagai bentuk ketaatan muslim kepada Tuhannya.
ADVERTISEMENT
Kurban memiliki makna dan filosofi yang dalam pada konteks keagamaan dan spiritual. Aktivitas kurban melibatkan pengorbanan hewan sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan dan sebagai manifestasi dari nilai-nilai seperti pengorbanan, kepatuhan, dan keikhlasan. Melalui kurban, individu atau umat berupaya mendekatkan diri kepada Tuhan, mengasah ketakwaan, dan memperkuat hubungan spiritual dengan-Nya. Kurban juga menjadi simbol solidaritas dan rasa empati terhadap sesama, mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan.
Hingga hari ini, ibadah kurban masih tetap dilaksanakan di berbagai negara muslim di dunia modern. Berbagai kemajuan zaman di segala lini kehidupan masyarakat muslim modern berimplikasi pula kepada praktik ibadah kurban ini (Hariyanto, 2019).
Ibrahim diselamatkan oleh Allah dari tipu daya kaumnya yang enggan meninggalkan persembahan pada berhala-berhala dan tetap menolak serta mengingkari kenabian Ibrahim meskipun telah melihat dengan mata kepala mukjizatnya. Ia pun meninggalkan kaum dan keluarganya seraya berdoa kepada Allah SWT mengharapkan hidayah dan pengganti dari keluarga yang ia tinggalkan, sebagaimana disebutkan dalam QS al-Ṣaffāt/37: 100-101 (Burga dkk, 2019).
ADVERTISEMENT
Dalam cerita tersebut, Allah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim dalam mimpi agar mengorbankan putranya. Nabi Ibrahim, yang merupakan contoh kesetiaan kepada Allah, mengabulkan perintah tersebut. Ketika Nabi Ibrahim menyampaikan hal ini kepada Ismail, Ismail dengan tulus menerima takdir tersebut dan siap untuk dikorbankan.
Mereka berdua pergi ke sebuah tempat yang diyakini menjadi tempat penyembahan di Mina, dekat Mekah. Di tengah perjalanan, setan berusaha untuk menggoda Nabi Ibrahim agar tidak melaksanakan perintah Allah. Namun, Nabi Ibrahim melemparkan tujuh batu ke arah setan untuk menjauhkannya.
Ketika Nabi Ibrahim bersiap untuk mengorbankan Ismail, Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba jantan yang diturunkan-Nya sebagai pengganti. Allah SWT menguji kesetiaan Nabi Ibrahim dan menyatakan bahwa tindakan pengorbanan ini merupakan tanda kepatuhan yang besar dari Nabi Ibrahim dan keluarganya.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, kurban dijadikan sebagai salah satu ibadah penting dalam agama Islam, yang dilakukan pada hari raya Idul Adha setiap tahunnya. Kurban menjadi simbol pengorbanan dan ketaatan kepada Allah SWT serta mengajarkan umat Muslim untuk mengorbankan sebagian dari harta yang mereka miliki demi kemaslahatan sosial dan spiritual.
Kurban sebagai Bentuk Kepedulian Sosial
Ilustrasi Berkurban (sumber: shutterstock)
Berikut ini adalah penjelasan mengenai bagaimana kurban menjadi wujud kepedulian sosial:
1. Berbagi dengan Sesama: Kurban melibatkan pengorbanan hewan, dan daging hewan tersebut biasanya dibagi-bagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Ini menciptakan kesempatan bagi mereka yang kurang mampu untuk mendapatkan makanan yang cukup, terutama pada momen perayaan kurban. Dalam hal ini, kurban menjadi wujud nyata dari solidaritas sosial, di mana umat berbagi rezeki mereka dengan orang lain dan memperkuat ikatan kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
2. Menumbuhkan Kesadaran Sosial: Praktik kurban dapat meningkatkan kesadaran sosial di masyarakat. Ketika seseorang melakukan kurban, mereka menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan mungkin merasa terpanggil untuk membantu mereka yang kurang beruntung. Hal ini dapat merangsang tindakan amal lainnya dan membangun solidaritas yang lebih luas dalam masyarakat.
3. Memperkuat Persaudaraan: Kurban tidak hanya berkaitan dengan membantu mereka yang membutuhkan secara materi, tetapi juga membantu memperkuat ikatan persaudaraan di antara umat. Ketika umat berkurban bersama, mereka berpartisipasi dalam ritual yang sama, saling memberi dukungan, dan merayakan momen penting bersama. Ini dapat menciptakan rasa persatuan, persaudaraan, dan kebersamaan yang kuat di antara mereka.
4. Mengatasi Perbedaan dan Ketimpangan: Kurban juga memiliki potensi untuk mengatasi perbedaan sosial dan ketimpangan dalam masyarakat. Saat umat berkurban, tidak ada perbedaan antara orang kaya dan miskin dalam hak mereka untuk berpartisipasi. Hal ini dapat mengurangi kesenjangan sosial dan menciptakan iklim di mana setiap individu merasa dihargai dan diperhatikan.
ADVERTISEMENT
5. Memperkuat Tali Silaturahmi kepada Sesama: Praktik kurban sering kali melibatkan partisipasi masyarakat secara luas. Proses pengorbanan, pemotongan, dan pembagian daging kurban sering dilakukan secara bersama-sama, melibatkan banyak orang. Ini memperkuat ikatan silaturahmi, memperkuat hubungan antara anggota masyarakat, dan menciptakan rasa kebersamaan yang kuat.
SSeperti yang diketahui secara keseluruhan, kurban menjadi wujud kepedulian sosial melalui berbagi dengan sesama, peningkatan kesadaran sosial, memperkuat persaudaraan, dan mengatasi perbedaan sosial.
Teknik dan Pendistribusian dalam Praktik Kurban
Hewan yang diperbolehkan dimakan dagingnya tidak halal untuk dimakan, kecuali dengan penyembelihan secara syara atau dengan suatu cara yang semakna dengannya. Hal ini berlaku bagi setiap hewan selain belalang dan ikan. Penyembelihan hewan secara syara' harus dilakukan demi memperoleh daging yang halal untuk dikonsumsi (Dahlan, 2006).
ADVERTISEMENT
Teknik handling dalam berkurban meliputi dua metode yaitu metode restraint dan metode casting. Restraint merupakan suatu metode dalam penanganan hewan yang bertujuan untuk membatasi atau membuat hewan tidak bisa bergerak dalam keadaan hewan tersebut sadar. Casting merupakan suatu metode untuk menjatuhkan atau merobohkan hewan dengan teknik tertentu tanpa menyakiti hewan.
Saat penyembelihan hewan kurban, juru sembelih disyaratkan berniat dan menyebut nama Allah supaya hewan kurban halal untuk dikonsumsi. Juru sembelih yang diutamakan adalah laki-laki, karena dianggap lebih kuat, meskipun begitu daging kurban dari juru sembelih wanita juga halal untuk dikonsumsi.
Hewan harus disembelih dengan tepat pada tempat yang ditentukan, seperti leher atau tenggorokan, dengan cepat dan tajam untuk memastikan kematian yang instan. Hal ini bertujuan agar hewan dapat mati dengan cepat dan tidak menderita terlalu sakit. Imam Syafi’i menyebutkan, “Penyembelihan yang sempurna mencakup empat perkara, yaitu memotong tenggorokan atau saluran pernafasan, memotong tenggorokan atau saluran makan, dan memotong dua urat leher” (Hariyanto, 2019).
ADVERTISEMENT
Setelah hewan disembelih, langkah selanjutnya adalah pencucian. Dianjurkan untuk dicuci dalam keadaan air yang mengalir untuk membersihkan kotoran-kotoran dan darah yang menempel pada hewan, serta menjaga kesucian hewan kurban.
Imam Syafi’i berpendapat, yang paling utama hewan kurban didistribusikan kepada orang miskin dan orang yang butuh. Bagi orang yang berkurban sebaiknya mengambil yang lebih sedikit. Kedua, menurut Mazhab Syafi'i, menjual bagian dari hewan kurban adalah haram. Ketiga, pendistribusian daging kurban diperuntukkan bagi orang yang fakir dan sebagiannya untuk orang yang berkurban.
Meskipun masyarakat muslim di Indonesia mayoritasnya menganut mazhab Syafi’iyah, namun dalam pelaksanaan penyembelihan dan distribusi daging kurban bergantung perkembangan zaman yang pada gilirannya berkonsekuensi terhadap dinamika syariat.
Sumber Bacaan:
ADVERTISEMENT
Abdullah, M. (2016). Qurban: Wujud Kedekatan Seorang Hamba dengan Tuhannya. Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim, 14(1), 109–116. https://ejournal.upi.edu/index.php/taklim/article/view/50296
Awaludin, A. (2017). Teknik Handling dan Penyembelihan Hewan Qurban. Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan, 2(2), 84–97. https://doi.org/10.35726/jpmp.v2i2.209
Burga, M A., Marjuni, A., & Rosdiana. (2019). Nilai-Nilai Tarbiyah Ibadah Kurban dan Relevansinya dengan Pembelajaran Pendidikan Formal. PALAPA, 7(2), 202–233. https://doi.org/https://doi.org/10.36088/palapa.v7i2.344
Dahlan, A. A. (1996). Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar van Hoeve.
Hariyanto, B. (2019). Dinamika Ibadah Kurban Dalam Perkembangan Hukum Islam Modern. Jurnal Ilmiah Mizani: Wacana Hukum, Ekonomi Dan Keagamaan, 5(2), 151–158. https://doi.org/10.29300/mzn.v5i2.1443
Rudiantara, F., Lazulfa, H. L., & Darmalaksana, W. (2022). Syariat Penyembelihan dan Pendistribusian Daging Kurban dalam Tafsir Fiqih Imam Syafi’i: Studi Kasus di Indonesia. Gunung Djati Conference Series, 9, 13–23. https://conferences.uinsgd.ac.id/index.php/gdcs/article/view/674
ADVERTISEMENT