Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten dari Pengguna
Pesantren Al Zaytun: Penyimpangan terhadap Ajaran Islam
8 Juli 2023 18:49 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Adit Juliani Aryadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang secara khusus mengajarkan keagamaan secara mendalam namun ternyata hal itu tidak berlaku pada pesantren Al Zaytun. Al Zaytun yang terkenal dengan luas dan jumlah santrinya yang besar, telah menjadi pusat perhatian dalam beberapa hari terakhir. Namun, popularitasnya tidak hanya terkait dengan ukurannya yang mengesankan, tetapi juga dengan kontroversi yang melanda pesantren ini terkait dengan beberapa praktik yang dianggap menyimpang dari ajaran islam.
ADVERTISEMENT
Salah satu kontroversi utama yang mengelilingi pesantren Al Zaytun adalah penyimpangan dalam pelaksanaan shalat yang menggabungkan percampuran antara shaf laki-laki dan shaf perempuan. Dalam ajaran Islam, shaf shalat dilaksanakan secara terpisah antara laki-laki dan perempuan. Namun, di Pesantren Al Zaytun, terdapat penyimpangan terkait pencampuran antara shaf laki-laki dan shaf perempuan dalam shalat. Hal ini telah menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat dan para ulama, dengan menganggapnya sebagai penyimpangan dari tata cara ibadah.
Dilansir dari Liputan6 Ponpes Al-Zaytun Indramayu buka suara soal jemaah salat Idul Fitri bercampur antara wanita dan pria. Pihak ponpes melakukan itu karena ingin memuliakan wanita. Mereka menganggap bahwa dengan dilaksanakan solat seperti itu berarti itu sebuah tindakan yang memuliakan. Memuliakan wanita dalam Islam sebenarnya banyak caranya, tidak harus seperti itu. Seperti disyariatkannya memakai hijab, itu sudah merupakan bentuk memuliakan wanita (Musyafa, 2023).
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini Al Zaytun tidak seharusnya menggabungkan shaf shalat antara laki-laki dan perempuan sebab dalam ajaran islam melarang penggabungan shaf antara laki-laki dan perempuan. Dalam ajaran umat islam mengajarkan bahwa penggabungan shaf shalat antara laki-laki dan perempuan dianggap tidak sah, walaupun disini maksud dari pesantren Al Zaytun adalah untuk memuliakan perempuan hal itu tetap dianggap melanggar apa yang telah disyariatkan oleh ajaran agama islam.
Selain kontroversi pada penggabungan shaf shalat pesantren ini juga terlibat dalam kontroversi karena memungkinkan khutbah Jumat dipimpin oleh perempuan. Dalam ajaran islam, khutbah Jumat dianggap sebagai tugas khusus yang dilakukan oleh seorang laki-laki yang memenuhi syarat tertentu. Namun, di Pesantren Al Zaytun, terdapat kebijakan yang memungkinkan perempuan untuk memimpin khutbah Jumat. Keputusan ini juga telah menimbulkan kontroversi dengan para ulama sebab dianggap menyimpang.
ADVERTISEMENT
Dilakukan oleh seorang laki-laki, tidak sah khutbah dilakukan oleh seorang wanita ( Multazim, 2019). Dalam hal ini Al Zaytun tidak seharusnya membolehkan seorang perempuan untuk melakukan khutbah sebab dalam islam hal tersebut dianggap tidak sah. Maka dalam hal ini jelas Al Zaytun telah melakukan penyimpangan terkait praktik keagamaan dalam islam walaupun tujuannya memuliakan perempuan.
Selain dua kontroversi yang telah disebutkan juga terdapat kontroversi lain yang dimiliki oleh Al Zaytun yakni bermazhab Soekarno, diduga terinspirasi oleh salah satu karya dari Soekarno berjudul “Dibawah bendera revolusi jilid 1”. Pakar fiqih Kontemporer, KH Muhammad Shiddiq al-Jawi menjelaskan bahwa mengacu dari definisi mazhab yang sudah ada, bahwa hanya tak bisa dikatakan mazhab, namun lebih ke tidak mungkinnya untuk diterapkan karena sosok Soekarno tak mempunyai produk intelektual seperti hukum-hukum fiqih. Beliau adalah politikus yang ulung dan beliau sama sekali tidak pernah membuat pemikiran dalam hal keagamaan walaupun diketahui dari beberapa sumber bahwa beliau adalah penganut Islam yang taat (Musyafa, 2023). Dengan kata lain bahwa tak ditemukannya sampai dengan sekarang mengenai fiqih tentang shalat karangan dari Soekarno.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui sebagai umat muslim juga harus lebih memahami dahulu apa itu arti mazhab yang sebenar-benarnya. Karena arti mazhab itu adalah sebuah metode atau manhaj yang dibentuk melalui pemikiran dan penelitian, kemudian mazhab dijadikan sebagai pedoman yang jelas mengenai batasan yang dibangun di atas prinsip dan kaidah agama. Maka dengan ini mazhab Soekarno seperti yang telah disebutkan itu tidak benar adanya sebab Soekarno bukan merupakan pakar fikih.
Selanjutnya kontroversi lain dalam Al Zaytun yaitu menyanyikan lagu yahudi. Dalam islam tentu melarang seorang muslim menirukan apa yang orang kafir lakukan khususnya seperti menyanyikan lagu yahudi yang mana ini merupakan bagian dari ritual mereka. Kontroversi mengenai menyanyikan lagu Yahudi di Al Zaytun mengacu pada perdebatan tentang apakah seorang Muslim boleh menirukan atau menyanyikan lagu-lagu yang berasal dari budaya atau agama lain, terutama lagu-lagu yang memiliki makna keagamaan bagi kelompok lain.
ADVERTISEMENT
Dalam Islam, terdapat prinsip-prinsip dan panduan tentang bagaimana seorang Muslim seharusnya berinteraksi dengan budaya dan agama lain. Tidak terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai isu ini. Para ulama bersepakat bahwa menirukan atau menyanyikan lagu-lagu keagamaan yang berasal dari agama lain tidak diperbolehkan karena dapat dianggap sebagai bentuk peniruan atau pengakuan terhadap keyakinan yang bertentangan dengan Islam.
Ajaran kontroversi berikutnya yang dilakukan oleh petinggi pesantren Al Zaytun adalah menganggap tanah suci sebenarnya bukanlah Makkah tetapi Indonesia. “Banyak orang Indonesia yang hari ini salah memahami mengenai makna tanah suci, Indonesia ini tanah suci, hidup dan matimu harus di tanah suci Indonesia” ujar Panji Gumilang. Dia juga menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia tidak perlu mengeluarkan dana untuk pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah Haji, orang-orang cukup datang ke Indramayu pada tanggal 1 Muharram untuk melaksanakan Haji (Musyafa, 2023).
ADVERTISEMENT
Sudah jelas disebutkan dalam rukun iman ke lima bahwa umroh dan haji harus dilaksanakan di tanah suci, yakni Makkah dan Madinah. Ulama manapun tidak ada yang membantah hal itu karena sudah mutlak dan tidak ada indikasi untuk membantahnya. Jika ada sekelompok orang yang mengatakan jika haji tidak harus di Makkah dan Madinah dan bisa dilakukan ditempat lain maka kelompok ini sudah menyalahi kaidah ushul fiqh karena berlawanan dengan hukum ushul yang sudah disepakati oleh para ulama.
Daftar Pustaka:
Multazim. (2019). Status Hukum Tertib Dalam Rukun Dua Khutbah Jum’At (Telaah Kritis Fiqih Klasik). Ar-Risalah: Media Keislaman, Pendidikan Dan Hukum Islam, 4(1), 60–73. https://doi.org/10.29062/arrisalah.v17i2.277
Musyafa, M. I. (2023). Penyimpangan Ajaran Ma ’ had Al-Zaytun Terhadap Hukum Islam. 2(1), 209–217. https://doi.org/https://doi.org/10.55606/jurrafi.v2i1.1309
ADVERTISEMENT