Konten dari Pengguna

Van Deventer dan Sekolah Pendidikan Perempuan di Jawa

Evrilia Aditha Sausan
Mahasiswi Sejarah Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 November 2022 12:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Evrilia Aditha Sausan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pendidikan bagi perempuan saat ini merupakan bukti nyata perjuangan perempuan dalam melahirkan generasi guru yang cerdas. Pendidikan perempuan mendapatkan perhatian serius ketika Kebijakan Politik Etis diterapkan di Hindia Belanda. Hal ini terlihat dengan ada nya bukti sekolah pendidikan perempuan yang dibangun oleh Van Deventer. Lalu, bagaimana upaya Van Deventer dalam mengembangkan pendidikan untuk perempuan?
ADVERTISEMENT

Latar Belakang Berdurinya Kebijakan Politik Etis

Van Deventer merupakan koloni dari Belanda yang mempelopori Kebijakan Politik Etis di Hindia Belanda. Ia merupakan seorang ahli hukum Belanda dan penulis artikel "Een Ereschuld" di majalah De Gids. Dalam artikel nya berisi kritikan kepada pemerintah Belanda bahwa Belanda memiliki hutang budi terhadap bumiputra karena kebijakan tanam paksa dinilai membuat masyarakat Hindia Belanda sengsara. Hal inilah yang mendasari lahirnya Politik Etis.

Pendidikan di Hindia Belanda

Pengaruh Politik Etis dalam bidang pendidikan sangat berperan penting terhadap kemajuan dan pengembangan bangsa bumiputra. Awalnya pendidikan bagi anak-anak pribumi hanyalah terbatas pada sekolah dasar. Berbeda dengan anak-anak yang lahir dari kaum bangsawan, mereka memiliki kesempatan yang lebih besar dalam pendidikan. Kebijakan Politik Etis dalam pendidikan memberi pencerahan bagi kaum pribumi untuk menempuh pendidikan yang lebih baik termasuk perempuan.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya, anak perempuan kurang mendapatkan pendidikan formal karena tidak meratanya sekolah di jawa bagi perempuan, biasanya sekolah didominasi oleh anak laki-laki sehingga orang tua lebih memutuskan untuk tidak menyekolahkan anak perempuannya. Menurut Oceani Enjang Mahistra (2015), tidak adanya sekolah khusus perempuan pada akhir abad ke-19 dan adanya berbagai rintangan anak-anak perempuan dalam mengikuti pendidikan formal, yaitu adat istiadat tradisional yang kurang menyetujui pendidikan untuk kaum perempuan.
Pandangan dari orang tua terhadap pendidikan juga menjadi salah satu faktor penghambat bagi anak perempuan untuk tidak bersekolah. Mereka menganggap pendidikan tidak penting bagi perempuan, karena perempuan memiliki peranan penng untuk urus rumah tangga.

Berdirinya Sekolah Perempuan

Seiring perkembangan dan pemikiran-pemikiran tentang pentingnya pendidikan untuk perempuan, akhirnya pemikiran orang tua mulai terbuka. Hal ini tidak terlepas dari sosok Dewi Sartika dan Kartini yang berkontribusi untuk meningkatkan derajat perempuan melalui pendidikan. Kontribusi Dewi Sartika untuk pendidikan perempuan, ialah mendirikan sebuah sekolah khusus perempuan yang dikenal dengan Sekolah Kautamaan Istri pada tahun 1904. Selain itu, sosok Kartini memiliki kontribusi yang besar melalui surat-suratnya mengenai kehidupan perempuan di Jawa.
ADVERTISEMENT
Dari surat-surat Kartini inilah yang menarik rasa simpati Van Deventer untuk memajukan pendidikan di Hindia Belanda. Sebagai wujud kepedulian akan pendidikan rakyat pribumi terutama pendidikan bagi perempuan. Ia akhirnya mendirikan sekolah pendidikan bagi anak-anak perempuan yang diberi nama Sekolah Kartini.
Hingga akhir hayat, begitu besar nya jasa-jasa Van Deeventer dalam memajukan pendidikan bagi rakyat pribumi membuat orang-orang terdekat nya mendirikan Van Deventer Vereniging pada tahun 1917. Untuk mengenang jasa-jasa Van Deventer, akhirnya Van Deventer Vereniging mendidirikan sekolah atas nama nya yang berada di Bandung, Semarang, Solo dan Malang. Sekolah ini mempunyai tujuan “de bevordering van het voortgezet onderwijs aan Inheemse meisjes” atau meningkatkan pendidikan lanjutan bagi gadis-gadis pribumi (Wiriaatmadja, 1980: 107)
ADVERTISEMENT

Nyonya Van Deventer

Dalam mengembangkan pendidikan di Hindia Belanda, Van Deventer juga dibantu oleh istri nya Elisabeth Maria. Nyonya Van Deventer yang memiliki peranan penting dalam mendirikan sekolah berasrama perempuan milik yayasan Van Deventer. Ia juga memantau perkembangan sekolah Van Deventer dari Belanda.
Di sebuah majalah Bintang Hindia dikatakan apabila Nyonya van Deventer bertemu dengan salah satu pelajar Indonesia yang baru datang ke Negeri Belanda maka ia akan bertanya sudahkan ada sekolah perempuan di negeri kamu ? Bila pelajar itu mengatakan ada, senanglah hatinya, bercahayalah mukanya sedangkan bila orang itu mengatakan belum ada, terlihat tanda berduka dalam wajahnya, lalu ia berkata itu harus diubah dan dengan segera ia mencatat dalam bukunya. (Bintang Hindia, 1925: 556).
Elisabeth Maria Van Deventer, istri Mr Conrad Theodor van Deventer yang menggantikan pekerjaan suami nya dan mengurus sekolah Van Deventer. Sumber : KITLV 44704
Bagi perempuan kehadiran Sekolah Van Deventer membuat mereka merasa sangat beruntung. Maka dari itu, setelah perempuan tamat dari sekolah, mereka biasanya langsung bekerja menjadi seorang guru. Dari awal inilah yang melahirkan guru-guru perempuan di Indonesia dan mereka memiliki peranan penting di wilayah Jawa. Oleh karena itu, guru perempuan dapat membentuk karakter yang mandiri dan pintar bagi perempuan pribumi.
ADVERTISEMENT