Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Harapan di Ambang Kepunahan: Mengamati Badak Putih Utara Terakhir di Kenya
10 Maret 2025 18:24 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Aditya Aji Nugraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sebagai seorang diplomat Indonesia yang pernah bertugas di Kenya (2019-2022), saya berkesempatan untuk menjelajahi keunikan negara di Afrika bagian timur itu. Kenya, dengan industri pariwisatanya yang sedang berkembang pesat, menawarkan banyak sekali pilihan. Budaya yang khas, gunung dan Pantai yang indah, hingga taman nasionalnya yang kaya akan keanekaragaman hayati menjadikan Kenya salah satu destinasi wisata yang populer di mata para pelancong dunia. Dari sekian banyak opsi pariwisata, salah satu sektor pariwisata yang mencuatkan nama Kenya di mata dunia adalah wisata wildlife atau kehidupan liar.
ADVERTISEMENT
Dalam 3 tahun penugasan di Kenya, saya beruntung dapat bersafari ke banyak sekali taman nasional untuk menikmati kehidupan liarnya. Mulai dari Nairobi National Park – taman nasional terdekat dengan kota metropolitan Nairobi, hingga Maasai Mara National Reserve – taman nasional terpopuler di Kenya yang terkenal dengan the Great Migration-nya.
Dari sekian banyak kesempatan bersafari, kunjungan ke Ol Pejeta
Conservancy di Nanyuki, Kenya bagian tengah, meninggalkan kesan yang tak akan terlupakan. Di sana, saya melihat dan berinteraksi langsung dengan Najin dan Fatu, dua northern white rhino (badak putih utara) betina terakhir di dunia – ibu dan anak yang merupakan ujung tombak sebuah perjuangan melawan kepunahan. Badak putih utara merupakan salah satu dari dua subspesies badak putih yang banyak ditemukan di Afrika. Satu subspesies lainnya adalah badak putih selatan.
ADVERTISEMENT
Berada di taman nasional yang juga dijaga oleh banyak petugas pelindung satwa liar, Najin dan Fatu sangat nyaman berada dekat dengan manusia. Biasanya, di taman nasional yang lain, akan sulit mendekati seekor badak dengan ukuran hampir sebesar mobil SUV tanpa menyebabkannya menjadi agresif atau takut dan akhirnya menjauh. Saya meyakini kesempatan untuk melihat dan berinteraksi langsung dalam jarak dekat dengan badak ramah yang hampir punah merupakan pengalaman langka yang tidak semua orang dapat merasakannya.
Pengalaman berinteraksi dengan Najin dan Fatu, bagi saya, bukan hanya sekedar safari. Pengalaman ini adalah pengingat yang menyayat hati tentang kerentanan kehidupan liar. Badak putih utara telah dinyatakan functionally extinct atau punah secara fungsional. Perburuan liar dan rusaknya habitat badak pada tahun 1960an telah menyebabkan penurunan populasinya secara drastis. Pada tahun 1980 populasi badak putih utara menurun drastis ke angka kurang dari 100 ekor dan situasi yang semakin memburuk pada tahun 1990 terus menurunkan jumlah populasinya ke kurang dari 30 ekor.
ADVERTISEMENT
Dengan matinya dua jantan terakhir, Suni dan Sudan, di tahun 2014 dan 2018, kelangsungan hidup subspesies ini bergantung pada satu harapan terakhir, sebuah proyek ambisius penyelamatan badak putih utara: BioRescue.
Didanai oleh pemerintah Jerman dan bermitra dengan berbagai badan peneliti kehidupan liar serta perusahaan teknologi reproduksi modern dari berbagai negara, BioRescue menggunakan teknologi in-vitro fertilization (IVF) dan stem cell atau sel punca untuk mengembangkan embrio badak putih utara. Embrio yang dikembangkan dari sperma yang diambil dari jantan terakhir sebelum mati dan sel telur yang diambil dari Najin dan Fatu akan kemudian ditanamkan ke rahim badak betina.
Selain isu terkait pengembangan embrio, proses penempelannya ke rahim betina juga merupakan isu tersendiri. Najin dan Fatu, yang merupakan betina terakhir, memiliki kondisi yang menyulitkan keduanya untuk bisa hamil. Najin, sang ibu, telah memasuki usia tua. Sedangkan Fatu, sang anak, memiliki peradangan di area rahimnya. Oleh karena itu, upaya-upaya penyelamatan BioRescue akan menggunakan badak putih Selatan yang bertindak sebagai surrogate mother atau ibu pengganti.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2024, proyek BioRescue berhasil menanamkan satu embrio di rahim seekor badak putih selatan betina. Namun sayangnya, 70 hari setelah penanaman embrio di rahimnya, ibu pengganti tersebut mengalami peradangan rahim yang mengakibatkan keguguran. Walaupun menghadapi tantangan, para ilmuwan di belakang BioRescue tetap gigih mempersiapkan percobaan penanaman berikutnya. Setiap kemajuan, sekecil apapun, merupakan secercah harapan bagi spesies yang berada di ambang kepunahan.
Dengan melihat dan berinteraksi dengan Najin dan Fatu secara langsung, saya turut merasakan beban yang seharusnya menjadi tanggung jawab kita bersama. Keberhasilan proyek BioRescue bukan hanya tentang menyelamatkan sebuah spesies dari kepunahan, tetapi juga mengajarkan kita tentang bagaimana kita seharusnya menjaga keanekaragaman hayati untuk generasi mendatang.
Sebagai tuan rumah dari beberapa spesies badak yang juga dalam kerentanan, masyarakat Indonesia dapat belajar dari upaya konservasi badak putih utara di Kenya untuk menjaga keanekaragaman hayati di negara kita sendiri. Mari tanamkan kesadaran menjaga lingkungan dan makhluk hidup di rumah dan sekitar kita untuk mencegah tragedi kepunahan ini terjadi kembali.
ADVERTISEMENT