news-card-video
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Pengaturan Presidential Etic?

Aditya Andela Pratama
Mahasiswa Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro/Mahasiswa Hukum Kenegaraan UNDIP
11 Maret 2025 10:33 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aditya Andela Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar Ilustrasi suasan sejuk Ibu Kota Negara, Sumber dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Gambar Ilustrasi suasan sejuk Ibu Kota Negara, Sumber dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia
ADVERTISEMENT
Pada Tahun 2001 Draf Rancangan Undang-Undang Tentang Lembaga Kepresidenan telah ada dan ramai menjadi perbincangan publik, akan tetapi mulai dari kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jokowi ,hingga Presiden Prabowo belum adanya kemauan politik (political will) untuk membahas pembentukan rancangan undang-undang lembaga kepresidenan, lebih kurang 23 tahun undang-undang tersebut belum pernah masuk dalam daftar rancang udang-undang yang akan dibahas kembali di parlemen
ADVERTISEMENT
Pada Pemerintahan Abdurahman Wahid (Gusdur) patut diapresiasi dimana adanya gagasan untuk melakukan pembentukan undang-undang lembaga kepresidenan, walaupun dengan dinamika politik yang ada pada saat itu, serta kemauan politik anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang masih membawa kepentingannya masing-masing, sehingga rancangan undang-undang lembaga kepresidenan hanya sebatas draft yang mati tanpa adanya pembahasan apapun.
Ramlan Surbakti sudah menyusun draf awal dan dibahas dalam tim tujuh akan tetapi rancangan udang-undang lembaga kepresidenan tersebut tidak pernah diambil menjadi prakarsa pemerintah (kurangnya political will) sehingga rancangan tersebut berhenti di tim tujuh saja (tim draf ruu lembaga kepresidenan) dikarenakan semua orang sedang euforia menikmati demokrasi dengan terselenggaranya pemilu 1999 akan tetapi celakanya setelah terbentuk pemerintahan baru maka tim pembentukan draf rancangan undang-undang lembaga kepresidenan tersebut dibubarkan.
ADVERTISEMENT
Dalam rancangan undang-undang lembaga kepresidenan tersebut belum ada materi muatan yang berkaitan dengan etika Presiden dalam menjalankan tugas-tugas kenegaraan, padahal jika kita lihat dalam rezim reformasi konstitusi era ini banyak sekali hal-hal yang tak terduga yang dilakukan oleh Presiden, yang terkadang membuat masyarakat bingung bagaimana seharusnya menyikapi tindakan-tindakan tersebut.
Dinamika ketatanegaraan saat ini dengan penuh akrobatik politik yang suram dan tidak jelas, maka salah satu gagasan yang menarik untuk dilakukan pembahasan di meja parlemen yaitu berkaitan dengan pengaturan etika Presiden (Presidential Etic), gagasan ini merupakan pesan luhur dari konstitusi dan penerjemahan dari sumpah Presiden dan Wakil Presiden.
Earln Warren, Ketua Mahkamah Agung America Serikat (1953 – 1956) pernah berkata, “law floats in a sea of ethich” artinya hukum mengapung diatas samudera etika, hukum tidak dapat tegak, jika air samudera etika itu tidak mengalir.
ADVERTISEMENT
Jika kehidupan sosial, politik, hukum, jauh dari nilai etika mana mungkin kita menegakkan hukum yang berkeadilan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga mengandung nilai-nilai etik (constitutional ethics). Nuansa etika seorang Presiden dan Wakil Presiden tercermin dalam sumpahnya sebelum memangku jabatanya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sumpah Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam Pasal 9 ayat (1) yaitu:
“Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut: Sumpah Presiden (Wakil Presiden) “"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang- Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan bangsa”
ADVERTISEMENT
Bahasa sumpah pada pasal diatas, menjelaskan betapa ketatnya dimensi agama yang di dalamnya terdapat nilai-nilai etika dalam membatasi kekuasaan Presiden. Lebih jauh pemaknaan sumpah presiden tersebut menginginkan adanya aturan konkret yang menjelaskan secara rinci tentang etika-etika presiden dalam menyelenggarakan pemerintahannya. salah satu Negara yang memberikan pengaturan etika presiden dalam undang-undangnya yaitu Negara Taiwan, dalam Konstitusi Taiwan, kewenangan dari Lembaga Kepresidenan Taiwan, diatur dalam Undang-Undang (the Presidential Organization Act, 2010). Oleh karenanya penting pengaturan etika Presiden (Presidential Ethics).
Dalam rancangan undang-undang lembaga kepresidenan dengan tujuan presiden tidak melanggar etika kepresidenan dalam menjalankan tugasnya sebagai Presiden. Harapan diaturnya secara sistematis pengaturan etika Presiden dalam suatu undang-undang membuat kekuasaan sadar dan berhati-hari dalam menyelenggarakan kepentingan umum
ADVERTISEMENT
Terakhir pesan Begawan Hukum Progresif Satjipto Rahardjo juga memberikan ciri dan karakteristik kekuasaan yang baik, diantarannya kekuasaan berwatak mengabdi kepada kepentingan umum, kekuasaan yang mengasihi, kekuasaan melihat lapisan masyarakat yang susah serta memikirkan kepentingan publik dan jauh dari kekuasaan yang selalu memikirkan kepentingan subjektif. Spirit pengaturan etika dalam undang-undang lembaga kepresidenan akan memberikan mekanisme kontrol yang jelas dan kuat dalam menjalankan pemerintahan.