Konten dari Pengguna

Cerita Kini dan Dulu Berbeda

14 November 2017 23:49 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aditya Niagara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cerita Kini dan Dulu Berbeda
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat masih remaja dulu, tentu kita mengenal berbagai cerita dalam bentuk dongeng, cerpen, legenda, atau pun cerita orang tua sebelum tidur.
ADVERTISEMENT
Kita masih ingat jelas berbagai cerita yang sampai saat ini dapat dengan mudah kita ceritakan kembali kepada anak kecil, seperti cerita bawang merah bawang putih, si kancil pencuri mentimun, lupus, serta cerita lainnya.
Tidak jarang sebuah cerita bisa diangkat menjadi sebuah drama atau film karena memiliki nilai. Contohnya cerita jaelangkung yang diangkat menjadi film, atau pun cerita lain yang beredar di masyarakat dijadikan sebuah alur drama sebuah film.
Fajar Nugros mengungkapkan pengalamannya menjadi seorang film maker, dirinya mengaku awalnya suka dengan cerita. Pada saat kuliah, ia membuat koran kampus berisikan cerpen kemudian ia sebarkan di berbagai lingkungan fakultas yang ada di Universitas Islam Indonesia (UII).
“Ternyata ada medium yang lebih seru, intinya kita harus punya cerita yang kuat untuk dibuat film,” ungkap Fajar saat menjadi pembicara pada acara Kumparan On Boarding di Kuningan City Mall, Jakarta pada Selasa (14/11).
ADVERTISEMENT
Dirinya juga menambahkan, dari usia dini kita selalu didengarkan pada cerita-cerita yang unik. Tidak jarang cerita yang membangkitkan rasa ingin tahu kita.
“Dari kecil kita sudah terbiasa ditutur, didongengi oleh orang tua kita, ditakuti juga,”
Saat ini, sebuah cerita dituntut memiliki nilai, ide cerita yang bisa menginspirasi serta memiliki dampak yang tidak biasa. Sebuah ide cerita kini dapat dikembangkan menjadi materi yang memiliki nilai dan bisa diperjualbelikan.