Kembalinya Nokia dan BlackBerry ke Indonesia Tidak akan Mudah

10 Maret 2017 16:45 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Nokia 3310 dan Nokia 6. (Foto: REUTERS/Eddie Keogh)
Tahun 2017 ini menandai kembalinya dua merek ponsel yang dahulu sempat jaya lalu terpuruk. Nokia dan BlackBerry, keduanya kembali dengan mengadopsi sistem operasi Android dan tentu akan masuk ke Indonesia sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara. Kembalinya dua merek itu diprediksi tidak akan mudah di Indonesia, menurut lembaga riset IDC Indonesia. Ketatnya kompetisi dalam berbagai bentuk disebut IDC akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan pangsa pasar Nokia dan Blackberry, terutama pada pasar smartphone. Bagi BlackBerry, aplikasi BlackBerry Messenger (BBM) bukan lagi nilai jual lebih karena pesan instan tersebut telah tersedia di platform lain. Persaingan juga akan tertuju pada spesifikasi, harga, dan fitur. Kedua merek punya kompetitor serius dari vendor China yang lebih berani memberikan spesifikasi lebih tinggi. Begitu juga dengan harga, vendor China berani untuk menawarkan harga lebih terjangkau. “Nokia dan Blackberry memang memiliki spesifikasi yang mumpuni, namun mereka ditempatkan pada rentang harga yang sudah dipenuhi oleh vendor-vendor asal China. Vendor-vendor tersebut telah sukses bukan hanya dalam penentuan harganya tapi juga dengan fitur populer seperti kamera selfie yang di atas rata-rata," ujar Risky Febrian, Associate Market Analyst Mobile Phone, IDC Indonesia. Risky pun memrediksi kehadiran (terutama) Nokia akan terganjal oleh regulasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ponsel 4G yang kandungan lokalnya harus mencapai 30 persen dari setiap unit ponsel di tahun 2017 ini. Regulasi ini tak menjadi tantangan besar bagi BlackBerry Aurora yang sudah memenuhi TKDN sebesar 23,5 persen pada tahun 2016 lalu.
ADVERTISEMENT
Risky berkata regulasi ini akan tetap berpengaruh terhadap ponsel pintar Nokia lainnya, di mana proses pemenuhan persyaratan tersebut dapat berlangsung lama. Mengenai bagaimana Nokia akan memenuhi persyaratan regulasi ini masih belum dapat dipastikan hingga saat ini. "Bagaimanapun juga, Nokia dan Blackberry harus memusatkan fokus pada strategi pemasaran di Indonesia, yaitu dengan melalukan kegiatan promosi yang gencar seperti memanfaatkan aktivitas kampanye below the line dan above the line yang sudah terbukti dapat mendorong penjualan di Indonesia," kata Risky. Merek Nokia tertolong popularitasnya sekarang ini berkat strategi menghadirkan kembali Nokia 3310. IDC menilai produk itu sukses mengalihkan perhatian pasar Indonesia terhadap merek Nokia, tetapi perusahaan jangan terjebak pada esensi nostalgia semata dan cuma mengincar kelompok konsumen yang sempat merasakan masa-masa emas Nokia. "Tampaknya Nokia bergantung hanya pada esensi nostalgia yang ditargetkan kepada kelompok konsumen yang pernah merasakan masa-masa emas model tersebut, tanpa adanya inovasi fitur apapun. Di luar dari kelompok konsumen tersebut, pangsa pasar lainnya dinilai tidak akan merespon dengan baik dikarenakan harganya yang mencapai Rp 700,000, lebih dari dua kali lipat harga rata-rata fitur phone di pasaran," Ungkap Risky.
ADVERTISEMENT
Nokia 3310 dalam warna merah, kuning, biru (Foto: REUTERS/Paul Hanna)
IDC mencatat di tahun 2016 Nokia memimpin pasar ponsel fitur di Indonesia dengan pangsa sebesar 24,9 persen. Sementara di 2017 ini, diperkirakan bakal ada 49 juta unit mobile phone yang masuk ke Indonesia dengan komposisi 32 juta unit ponsel pintar, dan diikuti oleh 17 juta unit ponsel fitur. Dari sisi sistem operasi, Android diprediksi menang telak dengan raihan pangsa pasar 99 persen di Indonesia.