Kumpulan Fakta Menarik 7 Exoplanet Mirip Bumi

24 Februari 2017 15:49 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Konsep sistem tata surya di Trappist-1. (Foto: NASA / JPL-Caltech)
zoom-in-whitePerbesar
Konsep sistem tata surya di Trappist-1. (Foto: NASA / JPL-Caltech)
Planet yang berada di luar sistem tata surya kita atau exoplanet telah lama menjadi target penelitian bagi sekelompok ilmuwan astronom dunia. Banyak badan antariksa negara, termasuk NASA dari Amerika Serikat, yang melakukan penelitian serta pengamatan pada exoplanet beserta sistem tata suryanya. Pencarian exoplanet tidak hanya semata untuk menambah pengetahuan keilmuan terkait astronom saja, tetapi juga dicari kemungkinannya untuk dijadikan tempat tinggal baru bagi umat manusia, jika sewaktu-waktu Bumi sudah tak layak huni. Dan benar saja, penelitian bertahun-tahun ini akhirnya membuahkan hasil. NASA bersama para peneliti dunia secara resmi mengumumkan penemuan baru terkait exoplanet yang dimaksud pada Rabu (22/) waktu setempat. Tidak tanggung-tanggung, ada 7 exoplanet sekaligus yang mereka ungkap dalam sistem tata surya bernama Trappist-1. Ukurannya disebut mirip Bumi dan 3 di antaranya disebut layak huni. Maka dari itu, mari kita coba telaah fakta dan informasi baru yang sejauh ini disampaikan NASA di tentang 7 exoplanet baru ini, Trappist-1, dan 3 planet yang layak huni itu. NASA meneliti exoplanet dengan teleskop antariksa dan darat Dalam misinya mencari exoplanet, NASA memanfaatkan kecanggihan teknologi teleskop inframerah di angkasa, Spitzer Space Telescope, yang dioperasikan dari Jet Propulsion Laboratory (JPL) NASA di Pasadena, California, AS. Pengamatan 7 exoplanet baru tidak hanya dilakukan dengan satu teleskop saja. NASA dibantu dengan dukungan teleskop darat lainnya yang tersebar di berbagai belahan dunia, termasuk The Transiting Planets and Planetesimals Small Telescope (TRAPPIST) di Chile. Berada di sistem tata surya 40 tahun cahaya dari Bumi Karena sebutannya exoplanet, maka sudah dipastikan planet baru temuan NASA ini tidak berlokasi di galaksi Bima Sakti yang kita huni ini. Tujuh exoplanet itu berada dalam sistem tata surya yang diberi nama Trappist-1. Kendati demikian, posisi Trappist-1 tidaklah terpaut jauh seperti yang diperkirakan. Menghinggap di konstelasi Aquarius, Trappist-1 "hanya" berjarak 39 hingga 40 tahun cahaya dari planet Bumi. Nama Trappist-1 merupakan singkatan dari The Transiting Planets and Planetesimals Small Telescope (TRAPPIST), yang pertama kali diberikan di Chile pada Mei 2016. Penamaan planet dengan alfabet Untuk sementara ini para peneliti memberi nama bintang induk dan nama planet dalam sistem Trappist-1, dengan urutan alfabet. Bintang induk diberi nama "a" dan planet yang paling akhir adalah "h." Tiga exoplanet yang diprediksi oleh NASA layak huni adalah planet e, f, dan g.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi sistem planet di Trappist-1. (Foto: NASA / JPL-Caltech)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sistem planet di Trappist-1. (Foto: NASA / JPL-Caltech)
3 exoplanet di antaranya disebut layak huni Dari 7 exoplanet ini, rupanya ada 3 di antaranya memiliki air cair di permukaannya dalam bentuk danau atau lautan. Itu bisa menjadi kunci kehidupan dengan kemungkinan kuat bisa disinggahi oleh manusia. Kemungkinan dukungan kehidupan ada karena posisi ketiga planet ini berada di zona Goldilocks, sebuah kondisi iklim yang tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin bagi kehidupan untuk berkembang di sana. Karena masuk dalam zona Goldilocks, maka suhu permukaan di sana hanya berkisar antara nol hingga 100 derajat Celcius sehingga air tidak akan langsung mendidih menguap atau membeku begitu saja.
Ilustrasi air di planet dalam Trappist-1. (Foto: NASA / JPL-Caltech)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi air di planet dalam Trappist-1. (Foto: NASA / JPL-Caltech)
Sistem pasang-surut terkunci NASA mengatakan sistem pasang surut pada planet-planet di Trappis-1 semuanya terkunci, itu berarti sisi yang sama dari planet akan selalu menghadap ke bintang induk. Sisi gelap permukaan planet juga tak akan pernah bertemu dengan sinar dari bintang induk. Itu berarti cuaca di sana sama sekali tak seperti Bumi. Tidak ada angin kencang yang berubah-ubah dari siang ke malam hari atau perubahan suhu ekstrem. Siang hari dan malam hari, juga abadi di sana.
Ilustrasi sistem galaksi Trappist-1. (Foto: NASA / JPL-Caltech)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sistem galaksi Trappist-1. (Foto: NASA / JPL-Caltech)
ADVERTISEMENT
Berukuran mirip Bumi dengan periode orbit sebentar NASA menyebutkan ketujuh exoplanet baru ini memiliki ukuran yang hampir serupa dengan planet yang kita huni saat ini, Bumi. Kendati demikian, ketujuh exoplanet ini memiliki periode waktu orbit yang lebih sebentar dari Bumi. 365 hari adalah periode orbit yang dibutuhkan oleh Bumi. Sementara 7 exoplanet baru ini mengorbit mengelilingi bintang induknya dengan durasi periode orbit yang lebih singkat, bahkan tidak sampai satu bulan atau 30 hari. Yang tercepat, dengan periode orbit hanya 1,51 hari adalah planet 'b' yang letaknya paling dekat dengan bintang induk Trappist-1, sementara yang paling lambat adalah planet 'h' dengan periode orbitnya berkisar 20 hari. Permukaan exoplanet cenderung berbatu Walau ada 3 exoplanet baru yang disebut layak unik karena ada permukaan airnya, namun NASA meyakini rata-rata dari mereka semua ini memiliki kecenderungan permukaan yang berbatuan. Untuk memberikan gambaran kepada publik, NASA memberikan ilustrasi permukaan dari planet d di Trappist-1 memanfaatkan teknologi virtual reality di bawah ini:
ADVERTISEMENT
NASA lanjutkan penelitian dengan "tenaga" tambahan Untuk penelitian lebih lanjut, NASA akan mengerahkan sumber daya alat hingga tim peneliti astronom lain dalam Kepler, Jet Propulsion Laboratory (JPL), dan James Webb Space Telescope pada 2018. Webb dirancang agar turut mengamati kandungan kimia pada air, metana, oksigen, ozon, dan komponen lain pada atmosfer planet di Trappist-1. Webb juga akan menganalisis suhu dan tekanan permukaan. Teleskop NASA Hubble Space Telescope juga akan dimanfaatkan untuk mengetahui kandungan hidrogen di atmoster dan kandungan gas lain yang ada di sana.