Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Mengungkap Fakta di Balik Penjara: Penyimpangan Seksual Narapidana
19 April 2023 14:25 WIB
·
waktu baca 5 menitDiperbarui 12 Mei 2023 10:25 WIB
Tulisan dari Aditya Rafif Widyardi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam sistem Pemasyarakatan telah ditentukan bahwa Negara dalam rangka pembinaan terhadap narapidana diperbolehkan merampas hak kemerdekaan narapidana, namun tetap harus memberikan kesempatan kepada Narapidana untuk pemenuhan Hak-hak umum lainnya seperti hak kebutuhan seksual, sebab hak tersebut merupakan aspek kehidupan yang menjadi kebutuhan biologis manusia. Pemenuhan kebutuhan seksual adalah hal yang penting dalam kehidupan manusia, baik dari segi kebutuhan fisiologis maupun biologis. Terdapat banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengatur mekanisme pemenuhan hak atas kebutuhan seksual warga binaan pemasyarakatan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana negara menerapkan prinsip proporsionalitas dalam rangka pemenuhan hak kebutuhan seksual terhadap warga binaan pemasyarakatan.
ADVERTISEMENT
Pidana penjara tidak hanya mengakibatkan perampasan kemerdekaan, tetapi dapat menimbulkan akibat negatif terhadap hal-hal yang berkaitan dengan dirampasnya kemerdekaan itu sendiri. Pola perilaku penyimpangan seksualitas narapidana di Lapas dikarenakan pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan dasar dalam dirinya yang terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
Kebutuhan fisiologis
Salah satu kebutuhan dasar yang perlukan narapidana adalah pergaulan dengan lawan jenisnya, khususnya bagi narapidana dewasa bahkan sudah berkeluarga. Kebutuhan akan kasih sayang dan sekual merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan dalam mencapai keseimbangan mental. Dalam UU No. 22 Tahun 2022 tentang Sistem Pemasyarakatan disebutkan beberapa hak narapidana, salah satunya adalah menerima atau menolak kunjungan dari keluarga, advokat, pendamping, dan masyarakat. Pada point tersebut merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan pemenuhan kebutuhan seksual narapidana di Lapas, tepatnya dalam mendapatkan kunjungan keluarga, narapidana dapat memenuhi sedikit kebutuhan seksualnya. Pada kenyataanya, hak narapidana dalam memenuhi kebutuhan seksual masih sulit terealisasi, salah satunya seperti rekomendasi bagi Narapidana sesuai Pasal 10 UU No. 22 Tahun 2022 yakni Hak cuti mengunjungi atau dikunjungi keluarga. Temuan terkait penyimpangan aktivitas pemenuhan kebutuhan seksual narapidana di Lembaga Pemasyarakatan merupakan fenomena yang tidak dapat diabaikan, hal ini dikarenakan seks tergolong dalam kebutuhan primer yang dilakukan setiap manusia sepanjang hidup. Kondisi nyata di dalam Lapas terdapat berbagai aktivitas seksual dilakukan, mulai dari masturbasi, homoseksual, kekerasan seksual, hingga bisnis seks di dalam Lapas. Kebutuhan seks yang tidak tersalurkan tentu dapat berdampak kepada perlakuan penyimpangan yang dilakukan oleh narapidana. Keadaan tersebut sudah tidak dapat lagi dipandang sebelah mata, petugas atau pimpinan Lapas bahkan pemerintah yang berwenang harus memperhatikan fenomena ini.
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan di dunia Lembaga Pemasyarakatan, Rumah Tahanan, pemerintah harus bisa memenuhi tuntutan perlindungan HAM khususnya pemenuhan kebutuhan seksual terhadap warga binaan pemasyarakatan. Pemerintah harus mulai mengatur strategi untuk memenuhi kebutuhan seksual narapidana di Lapas, misalnya seperti diadakannya kegiatan sosialisasi atau penyuluhan atau edukasi perihal seksual secara rutin, hal tersebut sebagai upaya mengubah mindset narapidana agar dapat lebih menahan diri dan tidak selalu mengikuti hawa nafsunya, kemudian penyediaan sarana dan prasarana seperti ruang berhubungan intim antara narapidana dengan pasangan sahnya sebab hal itu merupakan hak yang sepatutnya dipenuhi. Sebab, di beberapa Lapas sering ditemukan aktifitas seks Ketika jam besuk, seperti berciuman ataupun aktifitas lainnya dengan memanfaatkan keadaan ditempat yang sekiranya tidak terlihat oleh orang lain, seperti di pojokan, ataupun kamar mandi, kemudian aktifitas ini juga dilakukan dengan menggunakan alat seperti sarung ataupun kain untuk menutupi aktifitas tersebut, hal ini tidak sepatutnya terjadi diruang besuk, dan akan mengganggu pembesuk lainnya. Kemudian tersedianya bilik atau ruangan khusus untuk menyalurkan Hasrat seksualnya, karena sejauh ini ketidaktersedianya akses untuk memenuhi kebutuhan seksual narapidana akan berpotensi memiliki dampak negatif terhadap kondisi psikis narapidana. Hal ini berkaitan dengan Conjugal Visit, yakni upaya yang dilakukan Lapas maupun Rutan dalam memenuhi kebutuhan seksual narpidana melalui kunjungan yang dilakukan secara pribadi di dalam ruangan tertentu. Conjugal visit ini merupakan aspek penting dalam mencegah dan mengurangi penyimpangan seksual yang terjadi pada narapidana, serta dapat meningkatkan juga moral para narapidana.
Berdasarkan fenomena diatas, selain dari pada tersedianya fasilitas di Lapas, terdapat dua hal yang melatarbelakangi pelecehan seksual di dalam Lapas, yaitu ketiadaan kesempatan untuk berhubungan seksual secara konsensus, dan kekerasan seksual yang demikian merupakan cara yang mudah dan murah untuk mencapai kepuasan seksual. Dengan demikian, maka diperlukannya suatu analisis guna mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari pada fenomena penyimpangan seksual yang terjadi. Dengan diketahuinya hal-hal tersebut, maka akan dapat menentukan strategi yang tepat untuk menangani fenomena kurang baik yang terjadi. Untuk mengetahui strategi tersebut maka dilakukan analisis dengan menggunakan Teknik analisis SWOT. Berikut analisis SWOT yang dilakukan:
ADVERTISEMENT
a. Strength (Kekuatan)
b. Weaknessb.
c. Opportunityc.
d. Threat (Ancaman)
ADVERTISEMENT
Disimpulkan bahwa dalam kehidupan narapidana di dalam Lapas maupun Rutan fenomena penyimpangan seksual sudah tidak lagi dipandang sebelah mata, pimpinan lapas bahkan pemerintah sudah harus menentukan strategi untuk meminimalisir kegiatan seperti ini terjadi. Perilaku penyimpangan seksual yang terjadi ini disebabkan atas dasar tidak dapat tersalurkannya Hasrat kepuasan seksual narapidana karena terbatasnya fasilitas dan juga sulitnya regulasi mengenai hak yang seharusnya didapatkan para narapidana. Dengan demikian, untuk mencegah bahkan meminimalisir berbagai perilaku penyimpangan seksual narapidana diperlukan suatu regulasi yang dapat mengoptimalkan pelaksanaan program cuti mengunjugi atau dikunjungi keluarga, kemudian penerapan cojungan visit dengan diadakannya conjungal room, serta melakukan penyuluhan kepribadian dalam rangka mengubah mindset para narapidana agar lebih mengontrol diri dari hawa nafsunya.
ADVERTISEMENT