Konten dari Pengguna

Dua Abad Kemerdekaan Brazil: Makna Bagi Hubungan Brazil-Indonesia

Aditya Pratama
Mahasiswa Magister Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada.
11 September 2022 20:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aditya Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bendera Brazil, Sumber gambar: https://unsplash.com/photos/Koo05y0j1Aw
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Brazil, Sumber gambar: https://unsplash.com/photos/Koo05y0j1Aw

Telah dua abad Brazil memperoleh kemerdekaannya, pelbagai capaian telah diukir. Apa makna kemerdekaan itu bagi hubungan Indonesia-Brazil sebagai sesama negara emerging economies?

ADVERTISEMENT
200 tahun yang lalu Bangsa Brazil mendeklarasikan kemerdekaannya. Tidak seperti kebanyakan negara-negara yang mengalami dekolonisasi, Brazil dengan uniknya menjadi sebuah imperium baru yang setara dengan bangsa-bangsa kolonial pada abad ke-19 seperti Inggris, Prancis, Portugis, dan Spanyol. Di periode itu, Brazil menikmati pembangunan ekonomi, bahkan mengekspansi wilayahnya ke beberapa area di Amerika Selatan, termasuk ke Paraguay. Tatkala masih menjadi sebuah imperium, Brazil bukanlah kekaisaran absolut sebagaimana imperium-imperium lain, melainkan sebuah monarki konstitusional yang memberikan hak-hak sipil dan menoleransi kebebasan berpendapat dan memilih, sungguh pun tidak berlaku untuk kaum wanita.
ADVERTISEMENT
Namun, Dom Pedro II, raja kedua dan terakhir kekaisaran Brazil, tidak berniat untuk melanjutkan imperium yang stabil tersebut, ia kehilangan antusiasme, ia tidak berniat untuk mewariskan ke penerusnya, Putri Isabel, oleh karena di era tersebut merupakan suatu anomali untuk memilih seorang pemimpin kekaisaran dari kelompok wanita. 40 tahun masa keemasan imperium brazil harus terhenti ketika di tahun 1899, sebuah klik militer melancarkan kudeta. Peristiwa itu menandakan dan mengakhiri imperium Brazil yang telah berdiri selama 69 tahun sejak tanggal kemerdekaaan. Klik militer ini banyak dipengaruhi oleh positivisme, sebuah pemikiran yang diprakarsai oleh Auguste Comte. Dalam praktiknya pemikiran ini secara implisit mendorong para teknokrat dan kaum terpelajar untuk berperan dalam pembangunan. Sehingga mereka berharap dengan kudeta itu, dapat mentransformasi Brazil dari sebuah negara agrikultural menjadi negara industrialis.
ADVERTISEMENT
Untuk sementara Brazil berada di bawah pemimpin militeristik, tetapi, hanya dua tahun setelah kudeta, Brazil memilih presiden dari kalangan sipil untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka. Hingga kudeta pada 1930 yang kembali dilancarkan oleh anggota militer. Getulio Vargas—seorang pensiunan sersan di Angkatan Darat yang kemudian menjadi pengacara dan politisi lokal—menjadi salah satu konspirator dalam Revolusi 1930. Dalam pemerintahannya, ia dalam beberapa tahun pertama bereksperimen dengan demokrasi, namun kemudian, pada 2 Desember 1937, Vargas memilih membubarkan seluruh partai politik yang menjadi tanda bagi kembalinya kediktatoran di Brazil dengan slogan Estado Novo atau Negara Baru, sebuah ungkapan yang lebih dahulu digunakan di Pemerintahan Salazar, Portugal sebagai dalih untuk mengamankan kekusaan.
Vargas memimpin Brazil sampai dengan tahun 1945, akan tetapi, ia kembali menjadi presiden Brazil terpilih melalui pemilihan umum pada 1950 hingga pada akhirnya ia melakukan tindakan bunuh diri sebagai akibat dari konflik dengan militer.
ADVERTISEMENT
Pascapemerintahan Vargas, Brazil mengalami silih berganti karakteristik pemerintahan mulai dari demokrasi-sipil hingga kediktatoran. Negeri ini terakhir berada di bawah pemerintahan militeristik di tahun 1985 ketika seorang sipil Jose Sarney terpilih sebagai presiden. Hingga di masa kontemporer ini, Brazil tetap di bawah pemerintahan sipil meskipun sendi-sendi demokrasi relatif dibatasi.

Brazil sebagai Emerging Country

Sejak awal kemerdekaanya Brazil telah melakoni pembangunan ekonomi yang relatif stabil. Di era imperial, stabilitas dirasakan, sungguh pun itu tidak menghentikan keinginan klik militer untuk melancarkan kudeta.
Di era pemerintahan junta, Brazil mencoba untuk memulai transformasi dari sebuah negara agraris menjadi bangsa industrialis. Upaya demikian relatif berhasil, ekonomi negeri ini hingga pada 2021 didominasi oleh sektor jasa yang berkontribusi sebesar 59,38% dari total Produk Domestik Bruto (PDB), industri 18,86%, dan sektor pertanian 6,89 dari seluruh nilai PDB.
ADVERTISEMENT
Sektor industri tumbuh dengan pesat pada 1970-an dengan terpusat pada area industri otomotif, pesawat terbang, dan petrokimia. Brazil adalah pasar otomotif terbesar keenam di dunia meskipun Brazil saat ini belum mempunyai merek lokal.
Namun, Brazil sebagai negara berkembang berhasil menjadi salah satu negara terdepan dalam industri pesawat terbang. Di Brazil terdapat sebuah badan usaha milik negara, Embraer, yang memproduksi pelbagai jenis pesawat terbang dari pesawat militer, komersial dan eksekutif. Perusahaan ini merupakan produsen pesawat terbang terbesar ketiga di dunia setelah Boeing dan Airbus.
Untuk sektor agraris sebagaimana kita ketahui bahwa Brazil merupakan penghasil kopi terbesar di dunia. Selama ratusan tahun Brazil tidak terkalahkan dalam hal ekspor kopi. Lahan yang luas dan subur mendukung produksi kopi dalam skala yang besar. Dalam konteks ini, kopi arabika mendominasi dengan total 70% dari seluruh total produksi.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara dengan volume PDB terbesar ke-12 di dunia, militer dengan personiel aktif dan persenjataan terbesar di Amerika Selatan, Brazil diklasifikasikan sebagai sebuah negara emerging market. Sejak 2006 Brazil menjadi salah satu pendiri dan anggota BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa), sebuah asosiasi negara-negara emerging yang telah dikenal sejak 2001, melalui laporan Ketua Goldman Shacs Jimm O’Neill, namun, baru secara resmi dibentuk pada 2006. BRICS digaungkan sebagai alternatif bagi Group of 7 (G7), sebuah kelompok negara maju di mana sebelumnya sampai dengan 2014 Rusia pernah menjadi anggota perkumpulan tersebut. Walaupun dari segi paradigma, tidak ada alternatif ekonomi yang ditawarkan oleh BRICS, selain daripada status mereka sebagai negara berkembang, serta masih adanya perselisihan di antara sesama anggota, sebut saja sengketa perbatasan Tiongkok-India.
ADVERTISEMENT
Di Amerika Selatan Brazil telah menjadi pemimpin natural kawasansejak dibentuknya Mercado Común del Sur (MERCOSUR) melalui Traktat Asuncion di tahun 1991, integrasi di kawasan ini kian meningkat ditandai dengan membaiknya hubungan Brazil dengan Argentina. Melalui organisasi tersebut, selain didasarkan atas kepentingan ekonomi, Brazil berupaya untuk menjadi pemimpin kawasan dengan menyubordinasikan Argentina.

Kemerdekaan Brazil dan Makna bagi Hubungan Indonesia-Brazil

Indonesia dan Brazil merupakan negara emerging economies dengan masing-masing PDB di peringkat 16 dan 12. Dengan iklim yang serupa (tropis), sistem dan kondisi ekonomi yang tidak berbeda jauh, produk pertanian yang nyaris sama, serta penduduk yang multikultural. Kedua negara adalah dua dari kelompok demokrasi terbesar di dunia dengan integrasi nasional yang masih menjadi tantangan. Oleh sebab itu kedua negara bagaikan saudara kembar yang dipisahkan oleh geografi.
ADVERTISEMENT
Indonesia dan Brazil membangun hubungan diplomatik sejak 1954 sejak itu kedua negara mempunyai hubungan yang stabil dan terus berkembang. Kedua negara merupakan anggota Gerakan NonBlok (GNB), Group of 20 (G20), The Forum for East Asia-Latin America (FEALAC) dan Group of 77 (G77). Serta Brazil dan Indonesia telah memufakati kemitraan strategis sejak 2009 yang menjadi kerangka bagi perundingan Indonesia-MERCOSUR dan Forum Bisnis Indonesia – Amerika Latin dan Karibia (INA-LAC).
Brazil adalah mitra dagang terbesar Indonesia di kawasan Amerika Latin, nilai ekspor Indonesia ke Brazil pada 2021 adalah $1,5 miliar dan impor sebesar $2,6 miliar, dengan neraca perdagangan negatif senilai -$1,1 miliar. Meskipun demikian, nilai ekspor Indonesia selalu meningkat, dan defisit neraca perdagangan ke negara itu konsisten menurun.
ADVERTISEMENT
Kondisi geografis, iklim, demografi, ekonomi, dan militer Brazil yang hampir serupa, kian mendorong Indonesia untuk banyak belajar dari Brazil. Keberhasilan Brazil dalam membangun industri dirgantara dapat menjadi salah satu inspirasi bagi Indonesia, di mana masih berupaya membangun industri itu setelah beberapa tahun vakum pascakrisis finansial 1998. Beruntungnya Indonesia-Brazil berupaya menjajaki kolaborasi industri pertahanan, meskipun, jalan masih panjang untuk mengaktualisasikan kerja sama di sektor dirgantara itu.
Brazil juga adalah pengembang energi terbarukan, khususnya bioethanol, suatu energi alternatif yang diproduksi dari tumbuh-tumbuhan. Secara global, Brazil masih menjadi pemimpin dalam produksi tipe energi alternatif ini, ini terutama didorong oleh realitas bahwa Brazil juga adalah penghasil tebu, tumbuhan ini menjadi bahan utama produksi etanol. Sebagai negara yang masih sangat bergantung dengan energi nonterbarukan, khususnya premium, bioetanol dapat menjadi alternatif bagi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan banyak ranah yang dapat dieksplorasi bagi Indonesia-Brazil, tinggal bagaimana kedua negara dapat mengaktualisasikan potensi-potensi ke arah yang lebih konkret.