Komersialisasi Pendidikan

Muhammad Adityo Permana
Mahasiswa Institut Teknologi Bandung, berfokus pada dunia teknologi dan pendidikan. Bagi penulis, menulis opini dan kritik kepada pemerintah adalah jalur pengabdian kepada masyarakat demi tersampaikannya keluh kesah masyarakat bawah dan menengah.
Konten dari Pengguna
5 Mei 2024 12:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Adityo Permana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penulis menyampaikan literasi tentang komersialisasi pendidikan dan bekal yang harus dipersiapkan menghadapi persaingan untuk mendapatkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) pada kegiatan Sharing Alumni di SMPN 153 Jakarta.
zoom-in-whitePerbesar
Penulis menyampaikan literasi tentang komersialisasi pendidikan dan bekal yang harus dipersiapkan menghadapi persaingan untuk mendapatkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) pada kegiatan Sharing Alumni di SMPN 153 Jakarta.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pendidikan diatur dalam BAB XIII Pasal 31 UUD 1945. Disebutkan bahwasanya : “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” (ayat 1) dan “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” (ayat 2). Selengkapnya dapat dilihat di website berikut: https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5895945/isi-pasal-31-ayat-1-5-uud-1945-dan-hak-warga-negara-indonesia
ADVERTISEMENT
Pada kenyataannya, yang terjadi pada saat ini adalah pendidikan layaknya sebagai ladang untuk berbisnis, bukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana Pembukaan UUD 1945. Banyaknya sekolah-sekolah swasta di Jakarta terutama bukan hanya menjadikan suatu tempat untuk menimba ilmu, akan tetapi sebagai “cadangan” bagi peserta didik yang tidak bisa bersekolah di negeri. Pendidikan sebagai ladang untuk berbisnis bukan hanya terjadi di pendidikan dasar sampai menengah atas, tetapi juga terjadi di pendidikan lanjutan (kuliah) terutama di Perguruan Tinggi Negeri berstatus PTN Berbadan Hukum (PTN-BH).
Pada awalnya, tujuan PTN-BH adalah mewujudkan kemandirian PTN dalam pengelolaan dirinya sendiri. Dalam hal ini, segala bentuk atas kebijakan internal PTN tersebut bisa dibentuk sendiri tanpa perlu adanya intervensi pemerintah lewat Kemendikbudristek. Bisa dikatakan, PTN-BH adalah hak otonomi PTN. Pada kenyataannya, justru PTN-BH menjadikan suatu hal yang “mengerikan” bagi setiap mahasiswanya. Kita lihat yang terjadi di Universitas Jenderal Sudirman (UNSOED), mahasiswa baru dari Jalur Prestasi/Undangan (SNBP 2024) mendapatkan kejutan dari Rektor berupa kenaikan UKT.
ADVERTISEMENT
Apabila kita melihat fenomena tersebut, mungkinkah di masa mendatang pendidikan diperuntukkan hanya untuk keluarga yang mampu secara finansial? mungkinkah kita akan kembali pada masa Hindia Belanda yang menerapkan politik etis sehingga pendidikan diperuntukkan untuk kaum pribumi bangsawan?
Kami mengharapkan kebijakan tersebut, kiranya sekolah swasta dikelola oleh Kemendikbudristek secara finansial sehingga tidak ada lagi pembayaran yang mahal misalnya, Uang Gedung dan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP). Kemudian untuk pendidikan lanjutan, kami mengharapkan kebijakan PTN-BH “dikaji kembali”, agar tidak memberatkan orangtua secara finansial.
Dapat disimpulkan bahwa :
ADVERTISEMENT
Pesan yang senantiasa perlu diingat :
Sumber/Referensi: