Konten dari Pengguna

Jangan Menghakimi Penjual dan Pembeli Seks

6 Februari 2020 17:17 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Tulisan dari Adjie Santosoputro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penghakiman Distorsi Kenyataan Foto: dok: Adjie Santosoputro
zoom-in-whitePerbesar
Penghakiman Distorsi Kenyataan Foto: dok: Adjie Santosoputro
ADVERTISEMENT
Semalam saya melihat sebuah berita tentang penggerebekan PSK di salah satu kamar hotel di Sumatera Barat. Dan sang PSK langsung dijerat dengan UU ITE. Karena hal tersebut, tiba tiba saya teringat, pernah membantu pemulihan batin seorang penjual dan pembeli seks di kesempatan yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Dan iya. Semakin ngejudge menghakimi, semakin terkurung asumsi yang beda dari yang sebenarnya terjadi.
Ketika saya udah menghakimi, begitu kuat terjerat dengan asumsi soal penjual/pembeli seks, maka saya semacam membatasi diri untuk mendengarkan kenyataan dari mereka.
Sama sekali tidak menghakimi dan bebas dari jeratan asumsi itu bisa dikatakan tidak mungkin.
Yang bisa kita lakukan, setidaknya menyadari bahwa kita sedang menghakimi, sedang berasumsi. Sehingga penghakiman dan jeratan asumsi mengendur. Penghakiman bukan menggambarkan kenyataan. Penghakiman lebih menggambarkan nilai atau belief system yang kita punya.
Nilai atau belief system yang sifatnya bukanlah kebenaran mutlak.
Contoh yang lain, misal saya melihat si A, gaya hidupnya lebih mewah dari saya, waktu dia bersama keluarga lebih banyak... Lalu saya judge dia sebagai pecundang, bukan orang sukses.
ADVERTISEMENT
Apakah berarti dia benar-benar seorang pecundang?
Ya belum tentu.
Penghakiman “pecundang” itu lebih menggambarkan nilai-belief system yang saya pegang, yaitu kalau orang bukan pecundang, orang sukses dan pemenang itu gaya hidupnya lebih mewah daripada saya. Waktunya lebih banyak buat bekerja, bukan buat keluarga.
Coba kita bereksperimen...
Orang yang sama, si A. Tapi nilai-belief system saya ubah jadi: orang sukses dan pemenang itu enggak ditentukan gaya hidupnya lebih mewah dari saya atau tidak. Orang sukses dan pemenang itu waktunya lebih banyak buat keluarga.
Maka penghakiman saya pun berubah. Si A saya hakimi sebagai orang sukses dan pemenang.
Eksperimen sederhana itu menggambarkan bahwa: Penghakiman bukan menggambarkan kenyataan. Penghakiman lebih menggambarkan nilai atau belief system yang kita punya.
ADVERTISEMENT
Nilai atau belief system yang sifatnya bukanlah kebenaran mutlak.
Begitu pula ketika kita ngejudge penjual atau pembeli seks. Penghakiman itu lebih menggambarkan nilai dan belief system yang kita pegang.
Bukan sepenuhnya menggambarkan keadaan sebenarnya dari penjual dan pembeli seks.
Oleh karenanya, semakin kita ngejudge, semakin kita mendistorsi kenyataan. Disarankan untuk mengurangi penghakiman, mengurangi distorsi kenyataan, yaitu dengan mengajak diri untuk mendengarkan sepenuh hati.