Manajemen Lanskap Hutan untuk Perlindungan Keanekaragaman Hayati

Adlina Izzati Thufailah
Mahasiswa S-1 Fakultas Eknomi Bisnis jurusan Manajemen Universitas Islam Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
30 Juni 2024 12:18 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adlina Izzati Thufailah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: Canva, foto: Adlina Izzati Thufailah
zoom-in-whitePerbesar
sumber: Canva, foto: Adlina Izzati Thufailah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hutan Kalimantan, salah satu paru-paru dunia yang tersisa, kini menghadapi ancaman serius akibat deforestasi dan degradasi lingkungan. Sebagai rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna, sebagian di antaranya endemik, pelestarian keanekaragaman hayati di wilayah ini menjadi krusial. Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, pendekatan manajemen lanskap hutan hadir sebagai solusi yang menjanjikan.
ADVERTISEMENT
Manajemen lanskap hutan merupakan strategi pengelolaan yang memandang hutan sebagai satu kesatuan ekosistem yang tak terpisahkan dari lingkungan sekitarnya. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada area hutan inti, tetapi juga mempertimbangkan zona penyangga dan koridor ekologis yang menghubungkan berbagai fragmen hutan.
Dr. Suratman, pakar ekologi dari Universitas Mulawarman, menjelaskan, "Manajemen lanskap hutan mengintegrasikan berbagai aspek, mulai dari konservasi biodiversitas, perlindungan daerah aliran sungai, hingga pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Tujuannya adalah menciptakan keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian alam."
Salah satu komponen penting dalam manajemen lanskap hutan adalah pemetaan dan zonasi. Dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG), para peneliti dan pengelola hutan dapat mengidentifikasi area-area kritis yang memerlukan perlindungan khusus, seperti habitat spesies langka atau daerah dengan tingkat endemisme tinggi.
ADVERTISEMENT
"Pemetaan yang akurat memungkinkan kita untuk merancang strategi konservasi yang lebih efektif," ujar Ir. Haryanti, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur. "Misalnya, kami dapat menentukan lokasi yang tepat untuk pembangunan koridor satwa liar, sehingga populasi yang terisolasi dapat terhubung kembali."
Koridor satwa liar merupakan salah satu inovasi dalam manajemen lanskap hutan yang telah menunjukkan hasil positif. Di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur, pembangunan koridor hutan selebar 500 meter yang menghubungkan dua fragmen hutan telah berhasil meningkatkan pergerakan orangutan dan beruang madu. Hal ini tidak hanya memperluas habitat mereka tetapi juga meningkatkan variasi genetik populasi.
Selain itu, manajemen lanskap hutan juga memperhatikan aspek sosial-ekonomi masyarakat sekitar. Program-program pemberdayaan masyarakat yang selaras dengan tujuan konservasi mulai banyak dikembangkan. Salah satunya adalah inisiatif agroforestri yang memungkinkan masyarakat untuk memanfaatkan lahan di zona penyangga hutan secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
"Kami mendorong masyarakat untuk menanam pohon buah-buahan dan tanaman bernilai ekonomi tinggi di antara pepohonan hutan," jelas Asep Sukmana, koordinator program pemberdayaan masyarakat di LSM Pelestari Alam Kalimantan. "Hasilnya, masyarakat memiliki sumber penghasilan tambahan sambil tetap menjaga tutupan hutan."
Pendekatan manajemen lanskap hutan juga memperhatikan kearifan lokal masyarakat adat dalam mengelola hutan. Di Kalimantan Barat, misalnya, praktik "tembawang" atau kebun hutan masyarakat Dayak telah terbukti efektif dalam menjaga keanekaragaman hayati sekaligus menyediakan sumber daya bagi masyarakat.
"Tembawang adalah contoh nyata bagaimana pengetahuan tradisional dapat diintegrasikan dalam manajemen lanskap modern," ujar Dr. Edi Purwanto, antropolog dari Universitas Tanjungpura. "Sistem ini membuktikan bahwa konservasi dan pemanfaatan sumber daya dapat berjalan beriringan."
Namun, implementasi manajemen lanskap hutan bukanlah tanpa tantangan. Konflik kepentingan antara berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah, masyarakat lokal, dan sektor swasta, seringkali menjadi hambatan. Selain itu, keterbatasan dana dan sumber daya manusia juga menjadi kendala dalam pelaksanaan program-program konservasi skala besar.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi hal tersebut, kolaborasi multi-pihak menjadi kunci. "Kami berupaya membangun kemitraan yang kuat antara pemerintah, LSM, akademisi, dan sektor swasta," ungkap Ir. Bambang Hendroyono, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. "Melalui sinergi ini, kami dapat mengoptimalkan sumber daya dan keahlian masing-masing pihak."
Inovasi pendanaan juga mulai dikembangkan untuk mendukung manajemen lanskap hutan. Skema Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) dan REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) menjadi alternatif sumber dana yang menjanjikan. Melalui skema ini, masyarakat dan pengelola hutan dapat menerima insentif finansial atas upaya mereka dalam menjaga kelestarian hutan dan keanekaragaman hayati.
"PJL dan REDD+ bukan hanya tentang karbon, tetapi juga tentang menjaga fungsi ekosistem secara keseluruhan," jelas Dr. Rizaldi Boer, ahli perubahan iklim dari Institut Pertanian Bogor. "Ini membuka peluang bagi kita untuk menghargai jasa lingkungan yang selama ini sering terabaikan."
ADVERTISEMENT
Penggunaan teknologi terkini juga menjadi bagian integral dari manajemen lanskap hutan modern. Drone dan kamera jebak, misalnya, kini banyak digunakan untuk memantau pergerakan satwa liar dan mendeteksi aktivitas ilegal di dalam hutan. Sementara itu, aplikasi berbasis smartphone memungkinkan masyarakat lokal dan peneliti untuk melaporkan temuan mereka secara real-time, meningkatkan efektivitas pengelolaan hutan.
"Teknologi membuat pekerjaan kami lebih efisien dan akurat," ujar Rahmad, seorang ranger di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah. "Dengan drone, kami bisa memantau area yang luas dalam waktu singkat, sesuatu yang dulu membutuhkan berhari-hari jika dilakukan dengan patroli darat."
Meski demikian, para ahli menekankan bahwa teknologi hanyalah alat bantu. "Yang terpenting adalah komitmen dan keterlibatan aktif semua pihak dalam menjaga kelestarian hutan," tegas Prof. Dr. Yaya Rayadin, ahli primata dari Universitas Mulawarman.
ADVERTISEMENT
Ke depan, manajemen lanskap hutan diharapkan dapat menjadi model pengelolaan yang diadopsi secara luas di seluruh Kalimantan. Pendekatan ini tidak hanya menjanjikan perlindungan keanekaragaman hayati yang lebih baik, tetapi juga pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan keseimbangan alam dan kesejahteraan masyarakat.
"Kita harus ingat bahwa hutan bukan sekadar kumpulan pohon," kata Dr. Suratman menutup pembicaraan. "Hutan adalah sistem kehidupan yang kompleks, di mana setiap elemen saling terkait. Dengan manajemen lanskap, kita berupaya memahami dan menjaga keterkaitan tersebut, demi masa depan yang lebih baik bagi alam dan manusia."
Tantangan besar masih menanti dalam upaya pelestarian hutan Kalimantan dan keanekaragaman hayatinya. Namun, dengan pendekatan manajemen lanskap yang holistik dan kolaboratif, harapan untuk menjaga "zamrud khatulistiwa" ini tetap hidup. Kini, tanggung jawab ada di tangan kita semua untuk memastikan warisan alam yang tak ternilai ini dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
ADVERTISEMENT