Konten dari Pengguna

Pasal Kontroversial di RUU Penyiaran: Kebebasan Pers Indonesia di Ujung Tanduk!

Siti Adliyah A T
Mahasiswa S1 Psikologi Universitas Negeri Jakarta
30 Mei 2024 7:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Adliyah A T tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: freepik premium license (https://www.freepik.com/premium-photo/microphones-table-front-city-background-media-concept-generative-ai_51139886.htm#fromView=search&page=1&position=7&uuid=8e15f3b6-3017-4b66-b15a-ad139dc8e354)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: freepik premium license (https://www.freepik.com/premium-photo/microphones-table-front-city-background-media-concept-generative-ai_51139886.htm#fromView=search&page=1&position=7&uuid=8e15f3b6-3017-4b66-b15a-ad139dc8e354)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Baru-baru ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran kembali menuai kontroversi, terutama pada Pasal 50B ayat 2 huruf c dan k. Pasal-pasal ini dianggap mengkriminalisasi aktivitas jurnalisme investigatif, yang dapat menghambat kebebasan pers dan kebebasan berpendapat di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pasal 50B ayat 2 huruf c dan huruf k berbunyi
- c: penayangan eksklusif jurnalistik investigasi;
- k: penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme.
Kontroversi Pasal-Pasal dalam RUU Penyiaran
Sumber: freepik free license (https://www.freepik.com/premium-photo/microphones-table-front-city-background-media-concept-generative-ai_51139886.htm#fromView=search&page=1&position=7&uuid=8e15f3b6-3017-4b66-b15a-ad139dc8e354)
Kritik utama terhadap kedua pasal ini karena memberikan ruang interpretasi yang luas, sehingga berpotensi dalam penggunaan untuk mengekang kebebasan pers. Pasal ini jelas bertentangan dengan Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Definisi yang tidak jelas dan luas pada istilah seperti "memfitnah" dan "menyesatkan" bisa menjadi alat untuk membungkam dan mengkriminalisasi jurnalis yang melakukan investigasi, khususnya terhadap kasus-kasus korupsi dan pelanggaran hukum yang melibatkan pejabat publik. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan efek gentar bagi jurnalis yang ingin mengungkap kebenaran.
ADVERTISEMENT
Komnas Perempuan juga mengkritik RUU Penyiaran ini karena berpotensi mengandung muatan diskriminatif terhadap perempuan, disabilitas, dan kelompok minoritas lainnya. RUU Penyiaran juga menghalangi kebebasan berekspresi dan mengandung makna yang ambigu serta rentan mengkriminalisasi pendapat dan ekspresi perempuan dan Perempuan Pembela HAM. Menurut mereka, diperlukan revisi mendalam untuk memastikan bahwa RUU ini tidak mengandung diskriminasi dan tetap menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagaimana mandat Konstitusi RI.
Banyak kalangan jurnalis dan organisasi pers menolak RUU Penyiaran ini karena dianggap merugikan kebebasan pers. Kebebasan pers adalah salah satu pilar utama demokrasi, yang berfungsi sebagai alat kontrol sosial terhadap pemerintah dan kebijakan publik. Tanpa kebebasan ini, fungsi pers sebagai pengawas yang independen akan terancam, mengurangi transparansi dan akuntabilitas pemerintah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, content creator juga merasa terancam dengan adanya pasal-pasal dalam RUU Penyiaran ini. Di era digital, banyak content creator yang membantu mengungkap dan mempublikasikan berbagai kasus yang tidak terjangkau oleh media mainstream. Pembatasan terhadap konten yang bisa menimbulkan keresahan bisa digunakan untuk membungkam mereka, padahal peran mereka sering kali sangat penting dalam menyebarkan informasi dan menggerakkan opini publik.
Menurut berbagai laporan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai terburu-buru dalam proses pengesahan RUU ini tanpa konsultasi yang memadai dengan pemangku kepentingan, termasuk jurnalis dan organisasi pers. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa RUU ini dapat disalahgunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah dan menghalangi investigasi jurnalistik yang sah.
Menanggapi berbagai kritik, diperlukan revisi terhadap pasal-pasal dalam RUU Penyiaran agar tidak mengandung muatan diskriminatif dan tetap menjamin kebebasan berpendapat serta berekspresi. Proses revisi ini harus melibatkan konsultasi yang komprehensif dengan berbagai pihak, termasuk organisasi jurnalis, masyarakat sipil, dan akademisi untuk memastikan bahwa regulasi ini tidak melanggar hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi.
ADVERTISEMENT
RUU Penyiaran memang penting untuk memastikan regulasi yang baik dalam industri penyiaran, namun harus diingat bahwa kebebasan pers dan kebebasan berekspresi adalah fondasi dari demokrasi yang sehat. Revisi terhadap pasal-pasal kontroversial ini sangat diperlukan untuk menghindari penyalahgunaan dan menjaga hak-hak dasar warga negara Indonesia.
Dengan demikian, RUU Penyiaran perlu dirombak secara hati-hati agar dapat berfungsi untuk melindungi kepentingan publik tanpa mengorbankan kebebasan pers dan hak untuk berekspresi.