Konten dari Pengguna

EMBER: Energi Matahari dan Angin di Indonesia Terendah, Perlu Dimaksimalkan

Yayasan Indonesia Cerah
Akun resmi Yayasan Indonesia Cerah, organisasi nonprofit yang fokus mendorong transisi dari energi fosil ke energi bersih dan terbarukan.
13 Juli 2022 13:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yayasan Indonesia Cerah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Pemandangan energi terbarukan panel surya dan kincir angin. Sumber: Getty Images.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Pemandangan energi terbarukan panel surya dan kincir angin. Sumber: Getty Images.
ADVERTISEMENT
Proporsi energi matahari dan angin Indonesia hanya 0,2% dari total pembangkit listrik tahun 2021. Sementara, Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang diklaim sebagai RUPTL “Hijau” hanya akan meningkatkan pangsa energi matahari dan angin Indonesia hingga 2% pada 2030. Fakta ini menjadikan Indonesia di urutan terakhir di antara ASEAN 5 (Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam).
ADVERTISEMENT
“Pemerintah harus memaksimalkan energi matahari dan angin, seperti yang dilakukan oleh China, India, dan sebagian besar negara-negara di dunia. Karena harga bahan bakar fosil melambung tinggi, harga energi matahari dan angin tetap rendah, dan menyediakan energi lokal yang terjangkau,” ungkap Analis Kelistrikan Asia EMBER Achmed Edianto dalam keterangan resminya, 7 Juli 2022.
Achmed menambahkan, “Energi surya dan angin mulai berkembang di seluruh Asia Tenggara, tetapi target yang lebih agresif dan eksekusi yang tepat waktu diperlukan untuk memanfaatkan potensi yang besar. Pemerintah perlu meninjau ulang rencana energi 2030.”
Infografis. Pangsa energi matahari dan angin ASEAN 5 pada tahun 2030. Sumber: laporan EMBER “Unleashing Solar and Wind in ASEAN”, 6 Juli 2022. Diolah Yayasan Indonesia Cerah.
Mengacu laporan EMBER yang bertajuk “Unleashing Solar and Wind in ASEAN”, ASEAN 5 menyumbang total 89% pembangkitan listrik di antara 10 negara ASEAN. Sehingga, kontribusinya sangat penting dalam mewujudkan transisi energi terbarukan di ASEAN. Tak hanya itu, bahan bakar fosil akan memegang kemudi apabila energi terbarukan tidak mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat.
ADVERTISEMENT
Laporan tersebut juga menyebutkan, ASEAN membutuhkan pertumbuhan yang lebih cepat menuju listrik bersih. Tujuannya, agar dapat mengurangi emisi CO2 dan memenuhi peningkatan permintaan sektor listrik. Upaya yang dapat dilakukan yaitu memaksimalkan energi matahari dan angin.
Energi matahari dan angin harus berkembang pesat di ASEAN, sebab keduanya merupakan teknologi yang paling cepat dan ekonomis untuk menggantikan batu bara. Terlebih, Indonesia memiliki potensi dan kesempatan besar pada energi matahari dan angin, sehingga dapat memimpin ASEAN dalam upaya transisi energi dan mengurangi emisi.
“Di bawah kebijakan saat ini, energi surya dan angin diproyeksikan hanya memasok sepersepuluh dari total pembangkit listrik pada tahun 2030. Ini tidak cukup untuk memenuhi permintaan yang bertambah pesat. Peningkatan penggunaan energi surya dan angin, serta modernisasi jaringan (grid) secara cepat akan menjadi bagian penting dari teka-teki untuk memecahkan krisis iklim di ASEAN,” tutur Uni Lee, Analis Data Kelistrikan Asia EMBER.
ADVERTISEMENT