Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Memaksimalkan Manfaat Pendanaan Transisi Energi Indonesia
21 Desember 2022 20:11 WIB
Tulisan dari Yayasan Indonesia Cerah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) mencatat bahwa Indonesia mempunyai lima skema pendanaan transisi energi. Pertama, Climate Investment Fund senilai US$ 500 juta untuk percepatan transisi batu bara; kedua, Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia US$ 20 miliar; ketiga, Energy Transition Mechanism Country Platform (ETMCP) Indonesia yang dikelola PT Sarana Multi Infrastruktur; keempat, proposal transisi energi PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero); serta kelima, skema transisi energi yang dipimpin Indonesian Investment Authority (INA).
ADVERTISEMENT
Dalam laporan terbarunya, IEEFA menyatakan, ada sejumlah langkah lanjutan yang perlu dilakukan pemerintah agar dapat memaksimalkan manfaat pendanaan transisi energi tersebut.
Pertama, menyiapkan kerangka kebijakan yang tepat. Pemerintah perlu memperbaiki sektor terbarukan dari aspek teknis, finansial, dan sumber daya manusia. Misalnya, melakukan pembukaan data dan analisis secara besar-besaran ke publik untuk membangun kepercayaan pihak terkait. Indonesia juga harus menghentikan pengoperasian PLTU batu bara yang sudah tidak ekonomis.
“Menilik masa tunggu yang lama bagi setiap proyek transisi, tantangan terbesarnya yakni memastikan transparansi, akuntabilitas, dan komitmen politik dalam jangka panjang, yang seluruhnya sama pentingnya. Semua ini demi memberikan nilai terbaik bagi investor, negara, dan planet kita,” kata Energy Finance Analyst IEEFA Elrika Hamdi.
ADVERTISEMENT
Kedua, optimasi sistem kelistrikan PT PLN (Persero), yang dilakukan dengan meningkatkan ketahanan sistem untuk mengurangi risiko pembayaran dan mendukung jaringan yang paling hemat biaya. Jika sistemnya tangguh, fasilitas penyimpanan daya dapat diintegrasi, sekaligus merespons kebutuhan listrik.
Sistem itu juga bisa mengurangi risiko pemangkasan produksi listrik untuk menjaga keseimbangan jaringan karena sifat intermitensi energi terbarukan. Menurut Elrika, ini mengindikasikan risiko pembayaran yang lebih rendah bagi pemberi pinjaman, sehingga berpotensi menurunkan biaya utang.
Ketiga, uji coba untuk membuka pendanaan hijau melalui teknologi baru dan efisien. Misalnya, jaringan pintar (smart grid), fasilitas penyimpanan daya, serta e-mobility. Jaringan Jawa-Bali PLN yang kelebihan pasokan menjadi peluang besar bagi uji coba pembangkit energi terbarukan hingga pengelolaan permintaan.
ADVERTISEMENT
Keempat, penyelarasan. Indonesia perlu mencocokkan ekspektasi dan rencana yang disusun dengan permintaan investor, demi membangun kepercayaan pasar. Hal ini akan membuka peluang bagi investor untuk mengurangi risiko investasi.
Laporan IEEFA ini juga memuat beberapa poin yang perlu dipantau pemerintah. Di antaranya, struktur tata kelola yang baik untuk mengantisipasi risiko politik dan implementasi di luar prediksi, proses seleksi pensiun dini PLTU dan pengadaan energi terbarukan yang inklusif dan transparan, detail soal struktur pinjaman dan modalitas, serta pelaksanaan kredit emisi.