Riset Oxford: Percepat Transisi ke Energi Terbarukan Hemat Biaya US$ 12 Triliun

Yayasan Indonesia Cerah
Akun resmi Yayasan Indonesia Cerah, organisasi nonprofit yang fokus mendorong transisi dari energi fosil ke energi bersih dan terbarukan.
Konten dari Pengguna
20 September 2022 12:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yayasan Indonesia Cerah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Taman kincir angin di sebuah lapangan rumput. Foto: Getty Images | Jezperklauzen.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Taman kincir angin di sebuah lapangan rumput. Foto: Getty Images | Jezperklauzen.
ADVERTISEMENT
Transisi cepat ke sistem energi netral karbon pada 2050 dapat menghemat biaya sekitar US$ 12 triliun, daripada melanjutkan penggunaan bahan bakar fosil. Hal ini terungkap dalam skenario “Fast Transition” pada penelitian kolaborasi Oxford University yang terbit di jurnal Joule, Selasa (13/09).
ADVERTISEMENT
Ilmuwan post-doktoral di Smith School of Enterprise and the Environment sekaligus penulis utama laporan ini, Dr Rupert Way menyatakan, “Penelitian terbaru kami menunjukkan, peningkatan teknologi hijau akan terus menurunkan biaya, dan semakin cepat melakukannya, semakin hemat. Mempercepat transisi ke energi terbarukan sekarang merupakan pilihan terbaik bukan cuma untuk planet ini, tetapi juga untuk biaya energi.”
Analisis ini menemukan, biaya riil energi surya turun dua kali lebih cepat, dari proyeksi ambisius pada ribuan model energi utama yang dibandingkan. Selain itu, selama 20 tahun terakhir, model-model sebelumnya sangat melebih-lebihkan biaya teknologi energi terbarukan di masa depan.
Ketua tim penelitian di Institute for New Economic Thinking di Oxford Martin School Profesor Doyne Farmer mengatakan, “Ada kesalahpahaman yang meluas bahwa beralih ke energi bersih dan hijau akan menyakitkan, mahal, dan penuh pengorbanan bagi kita semua—tapi itu salah.”
ADVERTISEMENT
Profesor Farmer menjelaskan, selama beberapa dekade, biaya energi terbarukan sudah turun, bahkan lebih murah daripada bahan bakar fosil dalam banyak situasi. Dalam penelitiannya, energi terbarukan akan menjadi lebih murah dibanding bahan bakar fosil di hampir semua penerapannya pada tahun mendatang.
“Jika mempercepat transisi, energi terbarukan secara cepat akan menjadi lebih murah. Mengganti bahan bakar fosil sepenuhnya dengan energi bersih pada 2050 akan menghemat triliunan,” katanya.
Penelitian ini menegaskan, respons terhadap krisis harus mencakup akselerasi transisi ke energi terbarukan dengan biaya terjangkau sesegera mungkin. Caranya, meningkatkan kapasitas tenaga surya, angin, baterai, kendaraan listrik, dan bahan bakar ramah lingkungan seperti hidrogen hijau (dari listrik energi terbarukan). Alhasil, akan tersedia layanan energi global 55% lebih banyak dibanding sekarang, di samping manfaat ekonomi dan lingkungan bagi bumi.
ADVERTISEMENT
"Dunia sedang menghadapi krisis inflasi simultan, krisis keamanan nasional, dan krisis iklim, semua disebabkan oleh ketergantungan kita pada bahan bakar berbiaya tinggi, tidak aman, menghasilkan polusi, dengan harga fluktuatif. Studi ini menunjukkan, kebijakan ambisius untuk secara dramatis bertransisi secepat mungkin, bukan cuma sangat dibutuhkan demi alasan iklim, tetapi juga karena menghemat triliunan dolar secara global dalam biaya energi. Memberi kita energi yang lebih bersih, lebih murah, lebih aman pada masa depan,” Profesor Farmer menuturkan.