Konten dari Pengguna

Mengurai Benang Kusut: Konflik Keagamaan Ahmadiyah di Desa Gereneng Lombok Timur

Adnan Halim Husni
Mahasantri Darus-Sunnah Internasional Institute for hadith science, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Bahasa dan Sastra Arab.
8 Juli 2024 11:01 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adnan Halim Husni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambaran Protes dari Berbagai Aspek Masyarakat. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Gambaran Protes dari Berbagai Aspek Masyarakat. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konflik keagamaan sering kali menjadi puncak dari ketegangan yang kompleks antara pluralisme dan identitas keagamaan. Di Indonesia, negara dengan masyarakat yang kaya akan keragaman budaya dan keagamaan, kasus-kasus seperti yang terjadi di Gereneng, Lombok Timur pada tahun 2018 terjadi tidak jarang. Salah satu kasus yang menonjol adalah konflik yang melibatkan komunitas Ahmadiyah, sebuah aliran Islam yang sering kali menghadapi tantangan dari kelompok-kelompok yang menganggap mereka menyimpang dari ajaran utama Islam.
ADVERTISEMENT

Konflik di Gereneng, Lombok Timur: Sebuah Gambaran

Pada tahun 2018, Gereneng, sebuah desa kecil di Lombok Timur, menjadi saksi dari terjadinya konflik antara komunitas Ahmadiyah dan sebagian masyarakat lokal yang menentang keberadaan mereka di daerah tersebut. Ahmadiyah, yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam oleh sebagian kelompok konservatif, sering kali menjadi sasaran intoleransi dan kekerasan. Konflik di Gereneng mencakup serangkaian insiden dari ancaman verbal hingga penyerangan fisik terhadap pengikut Ahmadiyah dan tempat ibadah mereka.
Pada dasarnya, konflik ini muncul dari ketidakpahaman antara berbagai interpretasi Islam di Indonesia. Di satu sisi, para pengikut Ahmadiyah meyakini bahwa mereka adalah bagian dari umat Islam yang berbeda dalam pemahaman ajaran-ajaran agama. Namun, di sisi lain, sebagian masyarakat yang lebih konservatif melihat keberadaan Ahmadiyah sebagai ancaman terhadap kesucian ajaran Islam yang mereka anut.
ADVERTISEMENT
Perlu dicatat bahwa Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, dihadapkan pada tantangan besar dalam mengelola keragaman budaya dan keagamaan. Prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang menggambarkan semboyan "berbeda-beda tetapi tetap satu jua" menjadi landasan dalam menjaga harmoni antara berbagai kelompok agama dan budaya. Namun, realitasnya, implementasi prinsip ini tidak selalu berjalan mulus, terutama di tingkat lokal di mana faktor-faktor seperti politik lokal, ekonomi, dan sosial memainkan peran penting dalam mempertajam konflik.

Sejarah Singkat Ahmadiyah di Indonesia

Ahmadiyah adalah sebuah gerakan dalam Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India pada akhir abad ke-19. Ahmadiyah percaya bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang nabi setelah Nabi Muhammad, keyakinan yang bertentangan dengan ajaran utama Islam yang menyatakan bahwa Muhammad adalah Nabi terakhir. Kepercayaan ini menimbulkan kontroversi dan penolakan dari banyak kelompok Muslim di berbagai negara, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ahmadiyah mulai masuk ke Indonesia pada awal abad ke-20 dan sejak itu berkembang dengan memiliki pengikut yang tersebar di berbagai daerah. Di Lombok Timur, komunitas Ahmadiyah telah ada selama beberapa dekade. Namun, keberadaan mereka sering kali memicu ketegangan dengan komunitas Muslim lainnya yang menganggap ajaran Ahmadiyah menyimpang.

Konflik: Mengapa Bisa Terjadi?

Ada beberapa faktor yang memicu konflik ini. Pertama, perbedaan teologis yang tajam antara Ahmadiyah dan mayoritas Muslim. Mayoritas Muslim percaya bahwa Muhammad Saw adalah Nabi terakhir, sementara Ahmadiyah menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Muhammad. Kedua, kurangnya pemahaman dan toleransi antarumat beragama. Banyak orang yang tidak memahami ajaran Ahmadiyah secara mendalam dan lebih memilih untuk mengikuti stigma negatif yang ada di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ketiga, peran politik dan media. Kadang-kadang, isu-isu keagamaan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meraih dukungan politik. Media juga berperan dalam membentuk opini publik, dan sering kali berita tentang Ahmadiyah disajikan secara sensasional tanpa memberikan konteks yang cukup.

Dampak Sosial dari Konflik Ahmadiyah

Dampak konflik ini meluas ke segala bidang kehidupan di Gereneng. Di pasar tradisional yang biasanya ramai dengan pedagang dan pengunjung, kini ada ketegangan yang menggelayuti suasana. Kelompok-kelompok pemuda, terbagi antara pendukung dan penentang Ahmadiyah, sering kali saling beradu argumen di warung kopi atau di tepi pantai yang tenang, mencerminkan perpecahan yang meruncing di dalam masyarakat mereka.
Namun, bukan hanya tentang konflik semata yang membebani Gereneng. Kasus ini juga memunculkan refleksi mendalam tentang esensi toleransi dan pluralitas dalam bingkai kehidupan beragama di Indonesia. Bagaimana sebuah masyarakat yang sebelumnya hidup berdampingan dalam damai harus merespon perbedaan keyakinan yang muncul di antara mereka? Bagaimana pemerintah daerah dapat menyeimbangkan antara perlindungan hak-hak minoritas dan memelihara komunikasi sosial?
ADVERTISEMENT
Sekalipun masyarakat Gereneng masih terus menemukan titik temu dalam perdebatan ini, mereka juga mengalami proses pembelajaran bersama. Dialog terbuka, pertemuan lintasmasyrakat, dan kegiatan lintasagama menjadi wadah bagi pemahaman yang lebih dalam tentang kesamaan dan perbedaan di antara mereka. Dalam proses yang panjang dan penuh tantangan ini, semangat gotong-royong dan rasa saling menghargai terus diupayakan untuk memperkuat fondasi masyarakat yang beragam dan inklusif.

Mengurai Benang Kusut: Cara Mengatasi Konflik

Konflik keagamaan di Gereneng mencerminkan tantangan yang lebih besar dalam konteks keragaman budaya Indonesia. Di satu sisi, Indonesia dikenal dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, namun di sisi lain, kebebasan beragama sering kali terbentur dengan kekhawatiran akan stabilitas sosial dan ketahanan nasional. Kasus Ahmadiyah di Gereneng menjadi cerminan dari ketegangan antara kebebasan beragama individu dan aspirasi untuk mempertahankan identitas keagamaan mayoritas.
ADVERTISEMENT
Solusi untuk mengatasi konflik ini tidaklah mudah. Diperlukan pendekatan yang komprehensif yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, tokoh agama, masyarakat sipil, dan akademisi. Beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan antara lain:

Pendekatan Hukum

Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi masalah ini. Salah satu pendekatan yang diambil adalah melalui penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan dan diskriminasi. Namun, implementasi hukum sering kali tidak konsisten dan terkadang dipengaruhi oleh tekanan kelompok mayoritas.

Dialog Antaragama

Dialog antaragama juga merupakan salah satu upaya penting dalam meredakan ketegangan. Program-program yang mempromosikan pemahaman dan penghormatan terhadap perbedaan keyakinan dapat membantu mengurangi prasangka dan memupuk kerukunan. Beberapa organisasi masyarakat sipil di Indonesia aktif dalam memfasilitasi dialog dan kegiatan lintas agama.

Peran Pendidikan

Pendidikan memainkan peran kunci dalam membangun masyarakat yang toleran. Kurikulum yang mencakup pendidikan agama yang lebih inklusif dan menekankan pentingnya toleransi dapat membantu generasi muda untuk memahami dan menghormati perbedaan. Selain itu, pendidikan kewarganegaraan yang menekankan hak asasi manusia dan pluralisme juga penting.
ADVERTISEMENT

Peran Media yang Bertanggung Jawab

Media harus berperan sebagai penyampai informasi yang akurat dan tidak memprovokasi. Peliputan yang berimbang dan edukatif tentang isu-isu keagamaan dapat membantu membangun pemahaman yang lebih baik di kalangan masyarakat.

Inisiatif dari Tokoh Agama dan Masyarakat

Tokoh agama dan pemimpin masyarakat memiliki peran penting dalam meredakan ketegangan dan mempromosikan perdamaian. Mereka harus menjadi teladan dalam menunjukkan sikap toleransi dan mengajak masyarakat untuk hidup harmonis dalam keberagaman.

Refleksi: Membangun Masa Depan yang Harmonis

Mengatasi konflik keagamaan seperti yang dialami oleh komunitas Ahmadiyah di Indonesia memang tidak mudah. Namun, dengan komitmen bersama untuk saling memahami dan menghormati, kita bisa mengurai benang kusut ini. Penting bagi setiap individu, komunitas, dan pemerintah untuk berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang damai.
Di akhir hari, kita harus ingat bahwa keberagaman adalah kekayaan yang harus dijaga, bukan alasan untuk berseteru. Dengan menjadikan toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan sebagai dasar dalam interaksi sosial, kita bisa membangun masa depan yang lebih harmonis bagi semua.
ADVERTISEMENT
Konflik keagamaan yang melibatkan Ahmadiyah adalah cerminan dari tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menjaga harmoni di tengah keragaman. Dengan pendidikan yang tepat, penegakan hukum yang adil, peran aktif pemimpin agama, media yang bertanggung jawab, kita bisa mengatasi konflik ini. Semoga upaya ini bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia dan membantu kita mengurai benang kusut konflik keagamaan di negeri ini.