Konten dari Pengguna

Mengurai Benang Kusut; Konflik Keagamaan Ahmadiyah di Desa Gereneng Lombok Timur

Adnan Halim Husni
Mahasantri Darus-Sunnah Internasional Institute for hadith science, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Bahasa dan Sastra Arab.
15 Juli 2024 14:31 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adnan Halim Husni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tentang keragaman agama dan budaya itu unik. Foto: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tentang keragaman agama dan budaya itu unik. Foto: Pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konflik Keagamaan merupakan sebuah masalah komunal yang dihadapi oleh masyarakat yang berlandaskan Pluralisme yang sangat kompleks seperti Indonesia. Datang dengan berbagai isu-isu yang membuat resah seperti identitas keagamaan yang di pemasalahkan dan intoleransi praktik beragama. Salah satu contoh kasusnya adalah yang terjadi Gereneng, Lombok Timur pada tahun 2018. Kasus yang besar yang terjadi adalah konflik yang melibatkan komunitas Ahmadiyah sebuah aliran Islam yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam utama, menurut sebagian kelompok komunitas lainnya.
ADVERTISEMENT

Konflik Gereneng, Lombok Timur; Sebuah Gambaran

Desa Gereneng adalah sebuah desa kecil yang terletak di Lombok Timur. Pada tahun 2018 peristiwa tersebut terjadi konflik antara komunitas Ahmadiyah dan sebagian besar komunitas masyarakat lokal yang lebih mayoritas menentang keberadaan mereka karena komunitas tersebut menggangap Ahmadiyah menyimpang dari ajaran awal islam. Peristiwa yang terjadi tidak lain adalah sasaran intoleransi, kekerasan verbal dan diskriminasi dari kelompok mayoritas besar. Ancaman tersebut mencakup insiden yang sangat fatal berupa perusakan tempat ibadah sebagai sebuah simbol tempat mengamalkan praktik ibadah.
Ketidakpahaman adalah dasar dari konflik yang berlaku di desa Gereneng yang mencakup berbagai interpretasi masyarakat luas di Indonesia. Para pengikut Ahmadiyah menganggap bahwa mereka merupakan bagian dari agama Islam yang penting walau mereka berbeda pemahaman dari sisi ajaran agama. Namun, sebagian masyarakat lokal menganggap praktik beragama dan ajaran Ahmadiyah sebagai ancaman terhadap kesucian agama Islam serta mengancam generasi selanjut kepada ajaran yang menyimpang, menurut mereka.
ADVERTISEMENT
Perlu diingat, Indonesia adalah negara mayoritas Muslim nomor satu di dunia, yang mana punya tantangan besar dalam mengelola keragaman budaya dan keagamaan yang sangat kompleks. Indonesia punya semboyan negara yaitu “Bhineka Tunggal Ika”. Dari semboyan tersebut mempunyai arti yang sangat mendalam “berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Semboyan tersebut menjadi landasan dalam menjaga kerukunan, keharmonisan, kedamaian antar berbagai kelompok agama, suku, budaya dan ras. Namun, realita yang terjadi tidaklah berjalan mulus seperti yang diharapkan. Implementasi semboyan tersebut sangat terkendala, terutama ditingkat lokal yang mencakup faktor-faktor yang sangat krusial seperti politik lokal, ekonomi, dan sosial memainkan peran penting dalam memperparah konflik, seperti konflik yang sedang dibahas.

Sejarah Singkat berdirinya Ahmadiyah di Indonesia

Ajaran teologis Ahmadiyah adalah sebuah gerakan dalam islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad pada akhir abad ke-19. Tepatnya pada tanggal 23 maret 1889 yang secara resmi menyatakan dirinya kepada para pengikutnya, tepatnya di India. Ajaran Ahmadiyah mengajarkan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. Keyakinan mereka sangat bertentangan dari ajaran Islam utama. Ajaran Islam utama percaya bahwa tidak ada Nabi setalah wafatnya Nabi Muhammad Saw. Keyakinan Ahmadiyah menyebabkan kontroversi yang krusial dan terjadi berbagai penolakan dari banyak kelompok ajaran Islam lainnya yang mencakup dari berbagai negara, termasuk negara Indonesia yang sangat kompleks terhadap ajaran agama dan budaya.
ADVERTISEMENT
Ajaran Ahmadiyah mulai masuk ke tanah indonesia pada awal abad ke-20. Ajaran mereka terus berkembang ke berbagai daerah dan memiliki cukup banyak pengikut meskipun mereka minoritas. Komunitas Ahmadiyah pula sudah cukup lama berada di desa Gereneng, Lombok Timur selama beberapa dekade. Namun, selama mereka disana keadaan mereka sering kali memicu ketegangan dengan dengan komunitas Islam yang mayoritas disana, disebabkan komunitas tersebut merasa tidak nyaman dan mengganggap ajaran agama dari Ahmadiyah menyimpang dari ajaran awal Islam.

Mengapa bisa Terjadi Konflik?

Banyak faktor yang yang bisa menjadi penyebab konflik ini. Diantaranya: Pertama, perbedaan keyakinan/teologis yang sangat kuat antara Ahmadiyah dan mayoritas komunitas Islam yaitu Sunni. Mayoritas Komunitas Islam percaya bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir, tidak ada lagi nabi setelah kenabian Nabi Muhammad saw. Pernyataan ini sesuai dengan sabda Nabi muhammad yang sangat mashur sekali dikalangan ulama akidah/tauhid. Sementara ajaran Ahmadiyah menggangap bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi setelah Nabi Muhammad dengan dalih bukan nabi yang membimbing dalam syariat tetapi yang membimbing mereka kepada kehidupan bermasyarakat seperti politik, ekonomi dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Kedua, kurangnya pemahaman, sosialisasi dan toleransi antarumat beragama. Kebanyakan masyarakat awam tedak pernah memahami ajaran Ahmadiyah secara mendalam, mereka hanya tahu kulitnya saja, bagaimana tidak yang mereka anut saja meraka terkadang tidak mereka kerjakan/amalkan. Dan mereka lebih memilih untuk cepat memberikan tanggapan miring dan selalu mengikuti stigma negatif yang beredar di masyarakat.
Ketiga, peran politik dan media massa yang masif, realitas yang ada banyak dari oknum-oknum politik yang meyebarkan isu-isu keagamaan untuk mendapatkan lebih banyak suara dalam pemilihan umum, sengaja untuk mencari hal sensasional yang sangat sensitif di masyarakat. Media massa juga sangat memengaruhi jalannya opini publik dan sering sekali berita atau peristiwa yang mengabarkan tentang Ahmadiyah disajikan dalam bentuk yang sangat sensasional dan penuh kritik tanpa memberikan penjelasan berarti terkait konteks dan kejadian sebenarnya.
ADVERTISEMENT

Dampak Sosial dari Konflik Ahmadiyah

Pada bidang kehidupan di desa Gereneng sendiri dampak tersebut sangat signifikan terjadi, contohnya: biasanya pasar tradisional sangat ramai dengan hiruk pikuk orang melakukan jual-beli dan banyak pengunjung luar daerah yang berkunjung, sekarang pasar tersebut menjadi sepi dari aktivitas tersebut. Banyaknya kelompok pemuda yang saling beradu argumen yang tajam mengenai pendapat mereka soal konflik yang terjadi, dimana ada yang mendukung Ahmadiyah dan ada yang menentangnya sehingga menyebabkan warung kopi dan tepi pantai yang ramai, jadi sepi. Inilah kesenjangan yang terjadi dan mencerminkan perpecahan yang meruncing di dalam kehidupan bermasyarakat.
Namun, bukan hanya tentang konflik seperti contoh diskriminasi diatas yang menjadi sorotan di desa Gereneng. Esensi toleransi menjadi hal yang sangat penting dalam kasus ini sehingga memunculkan refleksi yang sangat dalam mengenainya. Dan juga bingkai beragama indonesia yang pluralitas juga menjadi perdebatan. Diantaranya: bagaimana kelompok komunal masyarakat yang awalnya hidup dalam bingkai kedamaian bersama harus menghadapi perbedaan keyakinan yang muncul diantara mereka?. Bagaimana pemerintah memberikan solusi dan keseimbangan antara perlindungan hak-hak kelompok minoritas dan memelihara terjalinnya kemunikasi sosial yang baik?.
ADVERTISEMENT
Proses panjang memenuhi lika-liku kehidupan bermasyarakat ini. Dimana masyarakat Gereneng masih terus mencari jalan usaha yang terbaik mengenai pedebatan ini. Mereka menjadi gambaran sebuah proses masyarakat yang begitu kompleks dalam ajaran maupun berbudaya. Kegiatan seperi dialog terbuka antar tokoh masyarakat, kegiatan gotong royong lintas agama menjadi wadah pembelajaran dari mereka dan masyarakat muslim Indonesia untuk menyikapi perbedaan dan kesamaan diantara kelompok-kelompok tersebut. Sikap semangat gotong-royong dan sikap menghargai setiap yang ada terus dikembangkan agar memperkuat pondasi sikap kehidupan bermasyarakat yang toleran dan harmonis.

Mengurai Benang Kusut; Cara Mengatasi Konflik

Konflik Ahmadiyah di desa Gereneng adalah cerminan konflik yang sangat besar dalam konteks keragaman agama dan budaya Indonesia. Indonesia yang punya semboyan eksklusif, bangga akan “Bhineka Tunggak Ika” dan punya sisi lain yang sangat unik yaitu kebebasan beragama yang sangat efisien untuk masyarakatnya, walau begitu masih sering terjadi kekhawatiran terhadap stabilitas dan ketahanan nasional.
ADVERTISEMENT
Membuat sebuah solusi bukanlah mudah untuk dibuat. Memerlukan pendekatan dan pendapat yang komprehensif dan punya legalitas yang tinggi. Dan melibatkan berbagai banyak pihak dan tokoh penting yaitu pemerintah, tokoh agama, masyarakat sipil, tokoh adat dan berbagai kalangan akademisi. Beberapa solusi yang penulis tawarkan yang bisa dipertimbangkan adalah:

1. Pendekatan Hukum

Hukum adalah peraturan yang mencakup semua aturan hidup dan bemasyarakat. Dimana pemerintah Indonesia sudah mencoba beberapa solusi yaitu: penegakan hukum terhadap kelompok yang melakukan tindak kekerasan, penghancuran tempat ibadah, diskriminasi dan lainnya. Namun nyatanya hukum di Indonesia sering dinilai oleh masyarakatnya sendiri sebagai sesuatu yang tidak konsisten dan sering terpengaruh oleh hal-hal yang berbau tekanan dan kecaman dari kelompok-kelompok mayoritas dan kaya harta.
ADVERTISEMENT

2. Dialog antaragama

Upaya penting yang selalu tak terpisahkan dalam kehidupan adalah dialog diantara kelompok yang berbeda. Itu merupakan upaya untuk meredakan gejala ketegangan sosial. Biasanya dialog ini sudah sangat banyak sekali terjadi seperti acara-acara podcast keagamaan. Contohnya acara podcast Habib Ja’far yang terkenal yaitu “Log In.” Dimana program tersebut mempromosikan pemahaman beragama serta penghormatan praktik agama lain dan juga keyakinan mereka, agar dapat memberikan pandangan positif mengenai perbedaan dan mengurangi prasangka yang buruk terhadap agama lain agar tercipta kerukunan beragama. Sesuai dengan Jargon Habib Ja’far “perbedaan itu indah”.

3. Peran Pendidikan

Untuk membangun masyarakat yang terdidik dan toleran terhadap sesama, pendidikan adalah solusi utama agar dapat memberikan pemahaman yang lebih terhadap gejala sosial yang begitu besar. Implementasinya adalah membantu generasi mudah agar tidak mudah jatuh kepada intoleransi dan kerusuhan sosial. Selain itu pendidikan tentang kewarganegaraan yang fokus pada hak asasi dan saling hormat sesama adalah hal yang sangat penting.
ADVERTISEMENT

4. Peran Media Massa

Biasanya masyarakat mendapat informasi dari berbagai platform yaitu channel televisi, web berita di smartphone dan juga surat kabar yang masih tersebar. Mereka berperan agar memberikan informasi yang akurat dalam peliputan, tidak memprovokasi, harus edukatif terhadap isu keagamaan dan memberikan dorongan pemahaman yang lebih baik untuk masyarakat agar paham terhadap isu-isu tersebut.

5. Pendekatan Tokoh Agama dan Adat

Sebagai tokoh yang sangat bisa memengaruhi masyarakat dalam keseharian mereka. Tokoh agama dan adat berperan dalam meredakan ketegangan konflik dan lebih mengutamakan kepada penyebaran kedamaian. Tokoh agama dan adat adalah teladan bagi masyarakat sekitarnya yang seharusnya menunjukkan sikap toleransi dan mengajak kepada kehidupan bermasyarakat yang harmonis dan damai.

Sebuah Refleksi; Membangun Kehidupan yang Harmonis

Konflik keagamaan Ahmadiyah di desa Gereneng merupakan sebuah contoh aktual memahami begitu beragamnya kehidupan beragama dan bermasyrakat di Indonesia, menyikapinya saja bukan hal mudah untuk mencari solusi yang bisa mengatasinya. Namun, dengan komitmen untuk saling toleran, saling menghomati dan menghargai. Bisa menjadi obat untuk mengurai benang kusut ini.
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, kita harus mengetahui bahwa keberagaman adalah sebuah anugerah yang harus dijaga karena ini merupakan hal istimewa yang tidak ada bandingannya. Dengan menjadikan toleransi, saling menghormati, dan saling komitmen adalah dasar pondasi sosial yang kita jalani sekarang.
Konflik Ahmadiyah adalah bentuk tantangan yang dihadapi ditengah harmoni keberagaman yang ada di Indonesia. Dengan penegakan hukum yang adil, pendidikan yang tepat, peran aktif pemerintah, tokok agama dan adat serta media massa yang mengedukasi dan bertanggung jawab, kita bisa mengatasi konflik ini. Semoga upaya ini bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia dan menbantu mengurai benang kusut konflik keagamaan di negeri ini.