Konten dari Pengguna

Hati-hati Intoleransi

adrial akbar
Halo saya adrial akbar. Seorang penulis lepas.
3 Agustus 2020 11:39 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari adrial akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Tindakan Toleransi. Foto : https://unsplash.com/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tindakan Toleransi. Foto : https://unsplash.com/
Tindakan mendiskriminasi seseorang karena berbeda agama dapat dikategorikan sebagai tindakan yang intoleran. Sikap – sikap intoleran cukup berbahaya khususnya di Indonesia yang memiliki masyarakat yang cukup beragam. Dikarenakan tingkat berbahayanya, seharusnya semua pihak dapat bekerja sama untuk melawan paham ini agar tidak berkembang di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Salah satu pihak yang dapat terlibat dalam melawan paham ini adalah lembaga pendidikan yaitu sekolah. Karena di dunia pendidikan para siswa mendapatkan banyak pelajaran. Tetapi Pada kenyataanya cukup berbeda, karena telah ada beberapa riset yang menyatakan bahwa angka intoleransi di dunia pendidikan khususnya sekolah cukup tinggi, seperti riset yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) pada tahun 2017 terkait Keberagamaan di Sekolah dan Universitas di Indonesia, Bahwa 87.89% tenaga pendidik (guru, dan dosen), dan 86.55% Pelajar (siswa dan mahasiswa ) setuju jika ada larangan dari pemerintah terhadap keberadaan kelompok minoritas yang dianggap menyimpang dari ajaran agamanya. Hal tersebut menunjukan bahwa banyak pelajar maupun tenaga pendidik yang memiliki pemahaman intoleransi.
ADVERTISEMENT
Tingginya angka intoleransi pada pendidikan di Indonesia, terlebih lagi pada tenaga pendidik sungguh sangat disayangkan, dimana seharusnya guru berperan penting dalam memberikan pemahaman yang benar kepada para siswanya, karena mereka yang bertatap langsung dengan para siswanya untuk memberikan sebuah pembelajaran. Tetapi pada kenyataanya justru banyak tenaga pengajar yang memiliki pola pikir yang intoleran. Tentu yang ditakutkan adalah para pendidik tersebut mengajarkan pola pikir intoleran tersebut kepada para siswanya.
Pola pikir toleransi sebaiknya harus diajarkan kepada siswanya sejak berada di bangku sekolah, hal ini menjadi penting untuk diajarkan mengingat Indonesia memiliki masyarakat yang sangat beragam. Namun pada kenyataannya justru dunia pendidikan menjadi salah satu tempat menyebarnya pola pikir intoleransi. Di dalam buku (IN)TOLERANSI - Memahami Kebencian & Kekerasan Atas Nama Agama yang ditulis oleh Alamsyah M. Djafar ditemukannya fakta yang cukup mengejutkan dimana tingginya angka intoleransi pada dunia pendidikan di Indonesia bukan berasal dari sekolah yang berbasis agama, justru angka tertinggi berada pada sekolah umum dimana diisi oleh siswa yang cenderung lebih beragam.
ADVERTISEMENT
Bentuk intoleransi yang ditemui di sekolah – sekolah diantaranya adalah kesediaan untuk melakukan tindakan pengrusakan rumah ibadah, pengrusakan rumah atau fasilitas anggota keagamaan yang dianggap sesat, pengrusakan tempat liburan malam, dan pembelaan dengan senjata umat islam dari ancaman agama lain.

Penyebab tingginya angka intoleransi pada dunia pendidikan di Indonesia

Salah satu faktor penyebab menyebarnya paham intoleransi pada dunia pendidikan di Indonesia adalah berasal dari para tenaga pendidiknya yang juga memiliki pola pikir intoleran. Menurut hasil riset pada 2018 yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) dengan judul “ancaman radikalisme di sekolah" yang hasil surveinya berisi bahwa sebagian besar guru agama di Indonesia memiliki opini yang intoleran kepada kelompok agama lain yang dianggapnya berbeda, terlebih lagi kepada ahmadiyah dan syiah, yang berarti guru di Indonesia memiliki kecenderungan untuk intoleran.
ADVERTISEMENT
Ini sungguh disayangkan dikarenakan sosok guru yang diibaratkan orang tua di sekolah yang memiliki peran sangat besar untuk membentuk pola pikir para siswanya justru malah menjadi salah satu sumber tersebarnya pola pikir intoleransi. Dalam penelitian ini juga disebutkan sumber tindakan intoleransi di sekolah berasal dari kurang mampunya manajemen sekolah yang untuk membendung masuknya paham intoleransi kedalam sekolah dan juga karena kurikulum pembelajaran yang diberikan tidak terawasi dengan baik oleh pihak sekolah.
Faktor lain adalah karena adanya peraturan – peraturan yang cenderung mengekslusifkan agama – agama tertentu, salah satunya adalah adanya kebijakan penggunaan baju koko (muslim) pada hari tertentu.

Cara memutus mata rantai paham intoleransi di sekolah

Kembali melihat buku Alamsyah M. Djafar dijelaskan bahwa ada 4 cara untuk mengurangi menyebarnya paham intoleransi pada dunia pendidikan di Indonesia yaitu : pertama adalah nilai – nilai toleransi, keberagaman, dan cara menyelesaikan masalah tanpa kekerasan harus ditanamkan kepada siswa dan tenaga pengajar untuk mengubah cara pandang mereka terhadap keberagaman. Kedua adalah pembentukan organisasi dalam sekolah yang mewakili kelompok agama tertentu seperti rohis, harus siap menerima segala keterbukaan. Cara yang ketiga adalah kebijakan yang dikeluarkan haruslah mementingkan semua pihak, bukan hanya mementingkan kelompok tertentu saja. Keempat adalah media informasi di sekolah seperti majalah dinding (mading) harus lah diawasi agar tidak memuat konten yang intoleran.
ADVERTISEMENT
Pemerintah juga perlu mengambil peran dengan cara melakukan pengawasan yang ketat terhadap materi pembelajaran dan juga buku yang digunakan agar tidak berisi konten yang radikal dan intoleran, sekaligus juga memberikan pemahaman dan pelatihan kepada tenaga pengajar mengenai pola pikir yang intoleran agar mereka dapat menjadi contoh yang benar bagi para siswanya. Orang tua dari para siswa juga diharuskan terlibat dengan memberikan contoh dan pemahaman tentang sikap yang toleran kepada anak – anaknya. Bagaimana bisa anak – anaknya diharapkan bersikap toleran tapi orang – orang terdekatnya memberikan contoh yang tidak toleran ?. Sudah cukup guru di sekolah saja yang bersifat intoleran, orang tua di rumah jangan demikian.