Konten dari Pengguna

Peredaran Narkoba oleh Remaja di Bawah Umur: Dapatkah Dipidana?

Adrian Azhar
Mahasiswa Kesejahteraan Sosial UIN Jakarta
12 November 2024 11:30 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adrian Azhar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Remaja yang Sedang Murung. (www.pixabay.com/teenager)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Remaja yang Sedang Murung. (www.pixabay.com/teenager)
ADVERTISEMENT
Dapatkah remaja di bawah 17 tahun yang terlibat dalam peredaran narkoba dipidana? Pertanyaan ini penting untuk dijawab mengingat kompleksitas peredaran narkotika dan kerentanan remaja. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengedar didefinisikan sebagai orang yang membawa atau menyampaikan sesuatu dari satu orang ke orang lain. Sedangkan peredaran narkotika, menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, mencakup segala bentuk kegiatan distribusi atau penyerahan narkotika, baik untuk tujuan komersial, non-komersial, maupun pengalihan kepemilikan, termasuk untuk keperluan pelayanan kesehatan. Dengan demikian, pengedar narkotika berperan sebagai perantara yang memfasilitasi penyebaran narkotika dari satu pihak ke pihak lain, yang pada akhirnya memperluas jangkauan peredaran narkotika di masyarakat dan berbagai lapisan sosial.
ADVERTISEMENT
Peredaran narkotika merupakan masalah kompleks yang menjangkau berbagai lapisan masyarakat. Mahasiswa, pekerja kantoran, ibu rumah tangga, bahkan remaja yang masih bersekolah dapat menjadi sasaran empuk dalam peredaran narkotika. Remaja, yang masih berada dalam fase mencari jati diri dan belum sepenuhnya memahami baik buruk suatu tindakan, sering kali dijadikan "pion" oleh jaringan pengedar karena mudah dipengaruhi dan rentan terhadap manipulasi. Selain itu, tekanan eksternal seperti tuntutan akademik, masalah keluarga, serta pengaruh pertemanan negatif juga menjadi faktor yang mendorong mereka terjerumus ke dalam lingkaran ini.
Berdasarkan data BNN (2021), prevalensi penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja usia 15-19 mencapai 3,2%, melebihi rata-rata nasional.
Hellosehat mengkategorikan masa remaja sebagai fase transisi menuju kedewasaan yang terbagi menjadi tiga tahap:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Remaja sering kali menjadi sasaran empuk dalam peredaran narkoba, dan salah satu faktor utamanya adalah perkembangan diri yang terlalu bebas tanpa pendampingan orang tua. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Namun, tanpa pendampingan, mereka tidak memiliki batasan yang jelas antara yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ketika seorang anak berkembang tanpa bimbingan orang tua, ia akan mencari informasi dari lingkungan sekitarnya, termasuk pergaulan yang berisiko. Kondisi ini membuat remaja mudah terpengaruh hal-hal negatif. Tanpa arahan yang jelas, remaja bisa menganggap narkoba sebagai hal yang "menarik" atau bahkan "normal" jika lingkungan pergaulannya terbiasa dengan narkoba.
Faktor ekonomi juga dapat menjadi salah satu penyebab pendorong remaja terjerumus ke dalam dunia narkoba. Remaja memiliki ego yang tinggi dan ingin dianggap "keren" di lingkungan pergaulannya. Ego yang tinggi dapat membuat seseorang melakukan apa saja untuk memenuhinya, termasuk menjadi pengedar narkoba. Godaan keuntungan finansial dari bisnis haram ini sangat menggiurkan bagi remaja yang kurang mampu secara ekonomi. Mereka mungkin terjebak dalam pemikiran instan untuk mendapatkan uang banyak dengan cepat tanpa memikirkan risiko dan konsekuensi hukum yang berat.
ADVERTISEMENT
Dalam data dari dataindonesia.id menunjukkan kisaran harga narkoba di pasar Indonesia cukup fantastis, mulai dari Rp1.500 per gram untuk ganja, hingga Rp350.000 per gram untuk ekstasi dan sabu-sabu. Nominal yang sangat menggiurkan bagi remaja yang ingin memenuhi gaya hidup dan kebutuhan finansialnya secara instan, sekaligus memperkuat ego mereka di lingkungan pergaulan. Sayangnya, jalan pintas ini justru menjerumuskan mereka ke dalam jurang kehancuran.

Lalu bagaimana cara pencegahan agar remaja terhindar dari narkoba?

Adapun upaya pencegahan yaitu peran keluarga. Peran keluarga sangat krusial dalam membentuk karakter dan memberikan pendidikan moral yang kuat kepada remaja. Membangun jalur komunikasi yang terbuka, hangat, dan harmonis di lingkungan keluarga akan menciptakan rasa aman dan nyaman bagi anak untuk berbagi permasalahan yang dihadapi selama masa perkembangannya. Orang tua perlu aktif mendengarkan, memahami, dan memberikan dukungan kepada anak tanpa menghakimi, sehingga anak tidak mencari pelarian di luar rumah.
ADVERTISEMENT
Selain keluarga, sekolah juga berperan penting dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba. Pemberian edukasi mengenai bahaya narkoba dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, seperti penyuluhan, seminar, dan integrasi materi tentang narkoba ke dalam kurikulum pembelajaran. Lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan bebas dari perundungan juga akan membantu remaja mengembangkan diri secara optimal dan terhindar dari pengaruh negatif. Seiring dengan itu, penting bagi remaja untuk membangun dan memilih lingkungan pertemanan yang baik dan suportif. Pergaulan yang positif akan menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan remaja, di mana mereka dapat saling memotivasi untuk mencapai prestasi dan menghindari perilaku negatif, termasuk penyalahgunaan narkoba.

Jika anak terlanjur terjerat dalam lingkungan narkoba, apakah bisa dipidana karena masih dibawah umur?

Dalam landasan hukum yang mengatur peradilan anak di Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), yang menjelaskan bahwa:
ADVERTISEMENT
Selain itu, anak dibawah umur juga mendapatkan perlindungan khusus sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 67 yang berbunyi:
"Perlindungan khusus bagi Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf e dan Anak yang terlibat dalam produksi dan distribusinya dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi."
ADVERTISEMENT
Jadi, remaja yang berusia 12 sampai 17 tahun yang diduga melakukan tindak pindana, akan menggunakan konsep restorative justice, sebuah konsep untuk bersama-sama mencari solusi yang adil dengan fokus pada pemulihan, bukan pembalasan. Melalui diversi, anak penyalahguna narkotika mendapatkan perlindungan. Diversi menawarkan perlindungan bagi anak yang berkonflik dengan hukum, termasuk penyalahguna narkotika, dengan mengalihkan penyelesaian perkara mereka dari sistem peradilan formal.
Proses diversi ini bertujuan untuk menghindari dampak negatif dari proses peradilan pidana terhadap perkembangan anak. Bentuk diversi yang biasanya digunakan untuk anak remaja adalah rehabilitasi, yang mengutamakan pemulihan anak dari ketergantungannya terhadap narkoba, penyerahan kembali kepada orang tua atau wali, serta partisipasi dalam pendidikan, pelatihan, atau pelayanan masyarakat.
REFERENSI
Jurnal dan Peraturan Perundang-Undangan:
ADVERTISEMENT
Saputra, O., & Setyadi, Y. (2022). Tindak pidana narkotika terhadap anak dibawah umur. Journal of Law and Nation (JOLN), 1(2), 70–79.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
Web:
Atifa, A. (2022, 12 Desember). Perkembangan psikologi remaja usia 10–18 tahun. hellosehat.com. Diakses pada 11 November 2024, dari https://hellosehat.com/parenting/remaja/tumbuh-kembang-remaja/perkembangan-psikologi-remaja/
Ridwan, M. (2023, 27 Juni). Sabu masih jadi narkoba dengan harga termahal di Indonesia. dataindonesia.id. Diakses pada 11 November 2024, dari https://dataindonesia.id/kesehatan/detail/sabu-masih-jadi-narkoba-dengan-harga-termahal-di-indonesia
Humas Badan Narkotika Nasional (BNN). (2022, 7 September). Hindari narkotika, cerdaskan generasi muda bangsa. BNN. Diakses pada 10 November 2024, dari https://bnn.go.id/hindari-narkotika-cerdaskan-generasi-muda-bangsa/
ADVERTISEMENT
MH Mustafa. (2019). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. hukumonline.com. Diakses pada 10 November 2024, dari https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt5492a8f85a2f4/node/2295/uu-no-35-tahun-2004-ttg-perubahan-atas-uu-no-23-tahun-2002-ttg-perlindungan-anak